"Kau ingin tahu mengapa kami melakukan itu semua?!"
Aku menoleh. Seorang perempuan berperawakan tinggi, putih, dan dilengkapi dengan badan yang amat proporsional tengah berdiri sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Aku berasumsi bahwa perempuan itu adalah Callie. Di belakang perempuan itu, berdiri 3 orang perempuan dengan gaya angkuhnya.
Aku menatap Callie dari atas sampai bawah. Rambut cokelat mudanya yang bergelombang melebihi pundaknya. Seuntai kalung berliontin tengkorak bergantung di lehernya. Gelang warna - warni dan sebuah jam berwarna hitam melingkar manis di tangan kirinya. Rok seragamnya di atas lutut. Sepatu converse warna abu - abu menghiasi ujung kaki jenjangnya. Tak lupa kusebutkan, sebuah gelang kaki melingkar manis di pergelangan kakinya, yang pasti akan berbunyi, mengiringi setiap langkah gadis cantik itu.
Aku kembali menatap 3 perempuan yang ada di belakang Callie. Pertama, pempuan berambut hitam pekat sepundak. Sebuah kalung berliontin huruf S bergantung di lehernya. Selain itu, tidak ada lagi aksesoris yang menghiasi tubuhnya. Ups, sebentar, sepasang sepatu converse menghiasi kakinya. Namun, yang menarik perhatianku adalah ... sebuah pita terikat manis di pergelangan kaki perempuan ini. Aneh ... tapi ... terlihat manis.
Beralih pada seorang perempuan berkuncir satu. Perempuan ini berlesung pipi dan alisnya tebal. Gadis berhidung mancung ini sepertinya adalah gadis yang simpel. Namun, ada satu yang menarik perhatianku, sepatunya. Sneakers wedges warna ungu.
Terakhir, perempuan bermata biru laut --softlens-- yang tak asing lagi bagiku, Reyna. Ia tersenyum licik melihatku.
Crystal memegangi lenganku dengan erat. Aku menatapnya dengan tatapan semua-akan-baik-baik-saja. Crystal tersenyum.
"Apa?!" tanyaku. "Mengapa kau melakukan ini semua pada sahabatku?"
Reyna terkekeh. "Callie, ternyata perempuan tengil ini adalah sahabatnya."
Callie tersenyum licik lalu berdecak. "Kau ingin mengetahuinya?"
Aku mengangguk mantap. "Iya. Katakan padaku! Mengapa kau melakukan ini semua?"
"Kau yakin?" tanya perempuan bersneakers wedges itu.
Aku mengangguk lagi. "Aku yakin. Yakin seyakin - yakinnya. Cepat jawab pertanyaanku."
"Jawab, Stella." ucap Callie.
Perempuan yang memakai kalung berliontin huruf S itu tersenyum. Lalu bertanya, "Siapa namamu?"
"Axelandra." jawabku.
"Hai, Axelandra yang cantik!" seru Callie dan langsung disambut dengan gelak tawa yang lain.
"Aku tak butuh pujian, Callie." ujarku.
"Wow! Dia mengetahui namaku!" seru Callie.
"Siapa yang tak kenal pada sosok perempuan cantik bernama Callie Auxilia." sahut perempuan bersneakers wedges.
"Oh ya, kau benar, Naureen." kata Callie bangga.
Aku berdecak. "Cepat! Jawab pertanyaanku!"
"Jadi kau butuh jawaban?" tanya Reyna.
Aku memelototinya. "Ya."
"Jawabannya simpel, Axelandra." Callie maju satu langkah.
Ia memegang ujung rambut Crystal. "Aku hanya tak ingin melihat sahabatmu ini ..."
Crystal makin memegang lenganku dengan erat. Aku menatap Callie lekat - lekat.
"Aku hanya tak ingin melihat sahabatmu ini ..." ulang Callie.
KAMU SEDANG MEMBACA
Axelandra
Teen FictionAdakah yang tertarik untuk membaca kisah seorang gadis kecil bernama Axelandra? Tak usah panjang lebar lagi. Hmm, bagaimana kalau kalian langsung membacanya? Copyright © 2014 by syaapiraa