Author lagi rajin update..
Anggap aja bonus part minggu ini..
Happy reading!!!
🌿🌿🌿Pagi sekali, Dana dan Zahwa sudah siap dengan balutan baju batik sesuai dress code yang tertulis di undangan. Setelah berpamitan pada Darto dan Dina yang balas memberi wejangan wejangan berfaedah, mereka berangkat. Mengingat jauhnya jarak yang ditempuh, Dana antisipasi berangkat pagi buta untuk menghindari kemacetan.
"Mas dok sarapan dulu, tadi Zahwa bawa roti".
Zahwa mengangsurkan roti yang sudah diolesi selai kacang pada Dana."Makasih ya. Aku nggak kepikiran bawa makanan tadi!".
Zahwa mengangguk. Melanjutkan memasukkan roti kedalam mulutnya sembari tangan kiri memegang handphone. Berceloteh ria dengan Dewi di dunia maya. Ia senang, Dewi memilih satu sekolah dan satu jurusan dengannya. Dulu, dia dan Dewi tetangga. Tapi semenjak masuk SMA, Dewi pindah ke Amerika untuk kepentingan bisnis ayahnya. Alhamdulillah, Allah mempertemukannya kembali dengan sahabatnya.
Dua jam berlalu. Dana memarkirkan mobilnya di hotel berbintang. Acara dilaksanakan di ballroom hotel ini.
Baru saja mereka turun, beberapa pemuda menghampiri Dana."Aksa bukan?".
Tanya salah satu dari ketiganya."Loh Fian?".
"Ya Allah. Apa kabar lo? Katanya jadi dokter ya?".
Tanyanya.Dana terkekeh.
"Alhamdulillah. Iya. Lo sendiri gimana?"."Lanjutin bisnis keluarga!".
Setelah acara reuni dadakan di parkiran, mereka beriringan menuju tempat acara. Sekejap, Zahwa menyadari siapa pemilik nama yang tertera dalam karangan bunga ucapan selamat dari berbagai perusahaan. Orang yang ia kenal. Orang yang hampir menjadi bagian dari keluarganya. Rasa sungkan menyelimuti dirinya. Bingung memikirkan cara menghadapi keluarga sang pengantin nanti jika bertemu. Apalagi acaranya berkonsep kekeluargaan yang mana pengantin dan keluarganya berbaur dengan para tamu tanpa ada kursi pelaminan.
Ia tersentak saat tangannya ditarik seseorang."Maaf maaf. Aku refleks. Hampir aja kamu nabrak meja!".
Ujar Dana penuh sesal."Iya, nggak papa, Mas!".
"Jangan nunduk terus, Za. Banyak orang disini, nanti kamu nabrak!".
Setelah anggukan kecil Zahwa berikan, mereka kembali berjalan beriringan. Celoteh ringan yang dilontarkan Dana dan Fian tak masuk sedikitpun dalam telinganya. Ia resah sendiri sekarang. Belum selesai ia merenung, ia dikejutkan dengan sosok yang sedang direnungkan. Tersenyum lebar seperti biasa.
"Zahwa, kan? Om sama tante mana?".
Zahwa tersenyum canggung. Laki laki didepannya tak merubah sikapnya sedikitpun.
"Mereka lagi ada urusan di luar negeri"."Oh pantes. Kemarin mau antar undangan rumah kamu kosong. Kamu sama siapa kesini?".
Zahwa melirik Dana yang masih asik dengan Fian. Harus berbicara lebih keras untuk membuat Dana menoleh.
"Kenapa, Za?".
"Loh Mas Aksa? Kesini sama Zahwa?".
Zahwa mengerjap. Ia melupakan fakta bahwa lelaki didepannya adalah adik sang pengantin, sahabat Dana yang bisa dipastikan sudah mengenal Dana.
"Iya!".
Sepanjang acara Zahwa hanya berbicara jika ditanya. Iyalah! Masa bicara sendiri. Maksudnya ia tak memulai pembicaraan lebih dulu. Beda dengan Dana yang sangat akrab dengan keluarga pengantin. Ingatkan Zahwa untuk tidak menghadiri acara pernikahan siapapun setelah kejadian ini.
"Kok bisa kenal Hamzah, Za?".
Tanya Dana saat perjalanan pulang."Dia dulu mau mengkhitbah Zahwa, Mas".
Jawabnya pelan."Oh? Terus kamu tolak gitu?".
Zahwa mendesah.
"Bukan tanpa alasan Zahwa menolak"."Lalu kenapa?".
"Zahwa pernah liat dia mabuk!".
Dana melotot. Fakta yang tak pernah ia sangka dan ia duga. Keluarganya sangat taat agama. Bahkan Hamzah lulusan pondok ternama. Bukankah ini berbanding terbalik dengan image soleh yang melekat dalam dirinya?
"Kamu serius, Za?".
"Iyalah, makanya waktu itu Zahwa tolak. Miras kan haram. Sedikit aja masuk dalam tubuh kita, ibadah kita nggak diterima sama Allah 40 hari. Kalo meninggal belum dalam keadaan bertaubat, dia kafir, artinya dia masuk neraka. Zahwa nggak mau dong punya imam kaya gitu!".
"Kalo kaya Mas mau nggak?".
Seketika Dana melihat semburat merah dikedua pipi Zahwa. Hal yang baru Dana lihat.
"Bercanda Za. Terus orang tuanya tau nggak?".
"Nggak. Zahwa cuma bilang mau fokus sekolah dulu. Astaghfirullahaladzim.. duh.. malah ngomongin orang lagi".
Zahwa mengucap istighfar berkali kali menyadari kesalahannya.Dalam Al Qur'an sudah dijelaskan bahwa membuka aib orang lain sama seperti memakan bangkai saudaranya sendiri. Entah bagaimana Zahwa melupakan hal tersebut. Dengan orang tuanya dulu saja ia tak mengatakan hal sesungguhnya. Kenapa dia begitu mudah menceritakannya pada orang lain?
Begitupun Dana, dalam hatinya ia beristighfar. Merasakan ada kejanggalan. Dia begitu nyaman berbicara dengan Zahwa, hingga melupakan larangan Allah. Astaghfirullahaladzim!"Mampir masjid dulu ya, Za. Udah masuk waktu dzuhur. Kamu bawa mukenah kan?".
"Iya!".
"Jadi kamu bisa ambil hikmahnya dong dari kejadian itu?".
Zahwa mengangguk.
"Nggak selalu yang kita lihat baik diluar baik didalam juga!"."Insyaallah mas baik luar dalam kok, Za!".
🌿🌿🌿Tuh Za, mas dok udah kasih kode..
Ingatkan author jika ada kesalahan..
Bubay!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Penyempurna Agamaku
Teen FictionAdakalanya Tuhan mengujimu untuk mengetahui seberapa kuatkah imanmu. Memposisikan kamu sebagai tokoh utama yang harus tetap berada di jalan-Nya seberat apapun rintangan yang melanda. Dia juga mengujimu dengan sebuah rasa yang dinamakan "cinta". Apak...