"Jika cinta itu sederhana, maka tak akan ada pengorbanan. Tak akan ada hati yang rela terpatahkan demi kebahagiaan cintanya"Danadyaksa Kaivan Ganendra
🌿🌿🌿"Kamu bahagia, Wa?".
Dewi bersandar pada tembok cafe yang sedang mereka singgahi siang ini.Zahwa menghentikan makannya. Ia menoleh kearah Dewi yang menatap keluar cafe.
"Apa kamu bahagia?".
Tanya Zahwa balik."Aku tanya sama kamu, Wa!".
Protesnya."Kalo kamu bahagia, aku juga bahagia, Wi".
Masih dengan posisi yang sama, Dewi tersenyum. Mengingat satu bulan terakhir Dana mulai merespon kehadirannya.
"Ya, aku bahagia!".
Ujarnya."Tapi kamu nggak sebahagia dulu, kamu sering murung sekarang!".
Lanjutnya."Maksud kamu?".
"Kamu suka mas Aksa, Wa?".
Udara disekitar Zahwa serasa menipis. Nafasnya sesak. Ingin rasanya ia menjawab iya sekarang. Tapi itu mustahil. Bagaimana bisa ia mematahkan dua hati secara bersamaan? Ia hanya bisa menarik nafas dalam dalam dan menghembuskannya tanpa sepengetahuan Dewi. Berdeham sejenak untuk menghilangkan rasa ragunya.
"Tidak!".
"Ya aku tahu. Kamu nggak mungkin nikung temen sendiri, kan?".
"Iya!".
Lonceng yang berbunyi menandakan ada pengunjung yang membuka pintu cafe. Dewi terlihat tenang tenang saja melihat siapa yang datang dan duduk bersama mereka. Sedangkan Zahwa, ia terbengong melihatnya. Tapi saat ia melirik Dewi yang tidak menunjukkan reaksi apapun, sepertinya ia tahu ini bukan sebuah kebetulan, tapi kesengajaan.
Lagi lagi ia hanya bisa menunduk saat keduanya saling melempar senyum. Baru kali ini ia merasakan jadi orang ketiga."Aku kira kamu sendirian, Wi".
Ujar Dana sembari melepas snelli nya."Aku lupa bilang kalo ada Zahwa juga!".
"No problem! Gimana kabar Hamzah, Za?".
Tanyanya pada Zahwa.Zahwa mendongak. Ia kira Dana akan menanyakan kabarnya setelah satu bulan lebih mereka tak bertemu.
"Alhamdulillah baik. Mas Hamzah udah mulai terapi!"."Kalo rutin insyaallah bisa sembuh. Titip salam ya".
"Hm.. iya!".
Hanya itu. Setelahnya, ia tak begitu mendengarkan percakapan Dana dan Dewi yang membahas banyak hal. Bukankah ini yang ia mau? Dana dan Dewi bahagia? Tapi kenapa sekarang ia merasa tak rela, merasa jika Dana menjauh darinya.
Zahwa menghela nafas. Memfokuskan dirinya pada makanan yang telah ia lahap seperempat porsi. Membiarkan dua orang di depannya menikmati makan siang dengan hati riang. Baginya, tawa Dewi tawanya juga. Seharusnya."Main truth or dare, yuk? Biar nggak boring gini".
Ujar Dewi yang menyita perhatian Zahwa."Nggak ada botol!".
Zahwa menandaskan minumannya dan menggesernya ke tepi."Pake bolpen bisa!".
Dana mengeluarkan sebuah bolpen hitam dari sakunya dan meletakkannya di meja."Aku yang putar dulu, ya!".
Dewi mulai memutar bolpen hingga berputar beberapa kali dan berhenti mengarah pada Dana."Truth or dare?".
Tanya Dewi."Dare!".
"Oke, mas Aksa lihat cewek disamping jendela sana. Bilang sama dia kalo alisnya beda sebelah!".
Tantang Dewi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Penyempurna Agamaku
Teen FictionAdakalanya Tuhan mengujimu untuk mengetahui seberapa kuatkah imanmu. Memposisikan kamu sebagai tokoh utama yang harus tetap berada di jalan-Nya seberat apapun rintangan yang melanda. Dia juga mengujimu dengan sebuah rasa yang dinamakan "cinta". Apak...