Prasangka

3.6K 201 5
                                    

       Matahari telah menggantikan tugas bulan untuk memberi cahaya kehidupan bagi manusia. Walaupun pohon masih kedinginan, tapi Zahwa tak akan bergelut dengan selimutnya. Udara segar khas pagi hari di pedesaan menerpa wajahnya saat jendela terbuka. Dari rumah sebelah, Nina juga sedang membuka jendela. Senyum hangat dilemparkannya sambil melambai.

"Ayo lari pagi, Wa. Udaranya seger banget loh ini. Ndak boleh disia siain!".

"Ayo, mbak Nin. Aku tunggu didepan ya?".

"Iyo ayo!".

Melangkah perlahan menyusuri daerah yang baru Zahwa temui setelah beberapa hari disini. Ada air terjun di sebelah barat kantor balai desa. Walaupun airnya tak begitu banyak, tapi cukup memanjakan mata. Zahwa mencelupkan tangannya dan rasa dingin seketika menjalar ke seluruh anggota tubuhnya.

"Dingin, mbak Nin. Tadinya aku pengen nyemplung!".

"Aku ndak mau nolong kamu ya, Wa. Aku ndak kuat dinginnya".

"Iya mbak iya. Aku laper deh, pulang aja yuk, mbak?".

Gelengan Nina berikan sebagai jawaban. Untuk apa ia susah susah menuruni tebing berbatu yang lumayan tinggi jika hanya sekejap ia harus naik kembali. Itu namanya membuang secawan air di lautan.

"Capek loh aku, Wa. Mbok ya duduk dulu gitu lho!".

"Hehe.. iya deh!".

Kabar baik yang diterimanya semalam membuat moodnya naik drastis. Ia bisa kembali ke rumahnya besok. Tersangka pembawa kabur uang perusahaan telah ditemukan.

"Wa, rasanya punya ayah itu enak yo?".
Tanya Nina tanpa menatap Zahwa.

"Loh mbak Nin kan juga punya ayah, bahkan masih hidup sampai sekarang!".
Balas Zahwa mendengar pertanyaan aneh dari Nina.

"Bukan ayah kandung. Aku dibuang sama orang tua ku dari kecil".

Zahwa bungkam. Ada rasa iba dalam hatinya. Ternyata ia termasuk orang yang beruntung bisa mendapat kasih sayang dari orang tua kandungnya.

"Mbok Siti sama pak Darno kan sayang sama mbak".

"Hm.. ayo pulang".
Nina mendahului Zahwa meninggalkan tempat indah nan asri ini.
                                 🌿🌿🌿
"Bener ini rumahnya?".
Dana menghentikan langkahnya didepan rumah kuno dengan halaman yang cukup luas.

"Ketuk aja coba!".
Sahut Dewi yang baru turun dari mobil. Ia masih mengantuk efek perjalanan panjang dari kota.

"Permisi, ini mas sama mbaknya mau cari siapa?".
Nina menghampiri mereka.

"Bener nggak Zahwa tinggal disini?".

"Iya. Monggo masuk, ada tamu juga di dalam!".

Mereka masuk kedalam dan dipersilahkan duduk oleh Nina. Sementara itu, Nina masuk untuk memanggil Zahwa. Namun langkahnya tiba tiba terhenti dan tergesa gesa berbalik.

"Aduh mbak, mas! Saya lupa matiin kompornya. Mbak sama mas kebelakang saja, saya mau pulang dulu. Permisi!".
Sedikit berlari, Nina meninggalkan mereka.

Melihat Dewi yang sudah tepar di sofa dan Laskar yang sudah asyik dengan ponselnya, kecil kemungkinan untuk Dana meminta tolong mereka memanggilkan Zahwa. Dengan perlahan ia mulai menyusuri setiap sudut rumah. Ada satu ruangan yang menarik perhatiannya. Ia mendengar suara gaduh disebuah kamar yang terkunci. Saat ia mendengar teriakan kecil Zahwa, ia segera mendobrak pintu kamar itu dan sebuah kejutan ia dapatkan. Orang yang dicintainya dan orang yang ia anggap adiknya, tengah berada dalam satu ruangan yang terkunci. Apalagi saat ia melihat kunci yang tergeletak di lantai menambah keyakinannya jika kamar ini sengaja dikunci. Dengan segala rasa yang campur aduk dalam hatinya, ia segera pergi tanpa sepatah katapun. Kebahagiaan yang ia rasakan saat mendengar keberadaan Zahwa sirna dalam sekejap berganti emosi yang membuncah. Teriakan dari Laskar, Dewi, juga Zahwa tak satupun ia hiraukan. Kakinya tetap melangkah bahkan semakin menjauh.

"Kenapa sih, Wa?".
Tanya Dewi yang belum tahu kejadiannya.

Pundak Zahwa turun seketika.
"Salah paham, Wi".

Dibalik tembok, Ghifar tersenyum puas. Ini yang ia tunggu. Dan ia telah mendapatkannya. Untuk sementara, ia berhasil membuat Dana menjauh dari Zahwa.
                               🌿🌿🌿
      Walaupun hatinya seperti tak rela meninggalkan Zahwa, namun logikanya berbeda. Apa yang dilihatnya merusak Kepercayaan dan kekagumannya pada Zahwa. Ia pikir Zahwa berbeda, tapi ternyata semua wanita sama. Niat ingin memperbaiki semuanya malah berakhir luka. Harusnya ia tak terlalu terobsesi untuk bertemu gadis itu. Lalu dengan Ghifar, orang yang ia anggap adik sendiri malah menamparnya dengan kenyataan pahit. Dana melihat keluar jendela taksi yang ia tumpangi untuk kembali ke kota. Ia harap setelah ia kembali, tak ada lagi yang merobek hatinya. Tak ada lagi pengkhianatan yang tercipta dalam hidupnya.
Dering ponselnya membuyarkan lamunannya. Nama bunda tertera di layar.

"Assalamualaikum"

"Waalaikumussalam. Udah sampai belum, Sa?"

"Udah mau pulang"

"Loh cepet banget. Udah ketemu Zahwa kan?"

"Udah"

"Gimana dia? Baik baik aja?"

"Dia baik. Hati aku yang nggak baik"

"Bunda nggak ngerti deh"

"Udah dulu ya, bun. Assalamualaikum"

Untuk kali ini, ia ingin menangis. Seperti ia melihat pasien yang ia tangani tak dapat diselamatkan. Rasa sakitnya hampir sama. Sama sama kehilangan. Ingatkan Dana untuk tidak memikirkan gadis itu lagi sekarang dan seterusnya.
                                   🌿🌿🌿
Iya tahu kok part ini pendek banget..
Author super sibuk selama beberapa bulan kedepan, jadi jangan bosen nungguin PA update yah..
Author minta maaf, diusahakan lebih panjang dan cepat update nya..
Jangan lupa vomment nya
Bubayy!!!!

Penyempurna AgamakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang