pilihan

4.4K 234 33
                                    

      Hati Dewi berbunga bunga setelah tadi siang Dina menyambut kedatangannya dengan baik seperti biasa. Apalagi Dina menyukai kue coklat yang ia bawakan. Ia merasa peluangnya menjadi bagian keluarga Ganendra semakin besar. Dari artikel yang pernah ia baca, dekati dulu keluarganya baru orangnya. Dia sudah melakukan itu.
Martabak telur telah ada ditangan setelah menunggu antrian yang lumayan panjang. Dengan berjalan kaki, ia kembali kerumah. Tapi tangannya refleks menonjok rahang seseorang yang menepuk pundaknya. Jiwa bela dirinya keluar dengan cepat. Setelah melihat lawannya tersungkur, ia segera menendang perut orang itu.

"Aduh! Kasar banget jadi cewek".
Keluh Ghifar.

"Jangan macem macem ya. Kamu yang sering ganggu Zahwa kan?".

"Apaan sih. Orang gue mau nyapa doang!".

Dewi melotot pada Ghifar yang sekarang sudah berdiri.
"Trus mau apa? Mau bales pukul aku? Dih.. nggak gentle banget!".

"Nggak lah. Ngapain gue mukul cewek".

"Ih.. cemen. Nggak berani sama cewek!".

"Astaghfirullahaladzim! Untung gue sabar!"
Ghifar mengusap rahangnya yang mulai terasa nyeri. Pukulannya lumayan keras juga.

Dewi mulai menyadari ada yang kurang sejak ia memukul Ghifar. Lalu teriakan membahananya keluar setelah ia melihat martabaknya berhamburan dengan tidak elit di jalan.

"Ya Allah martabak aku!".

Ghifar tertawa mengejek melihat Dewi memungut satu persatu potongan martabaknya dan membuangnya ke tempat sampah.

"Makannya jadi cewek tuh yang anggun, kalem! Ini malah pecicilan nggak karuan".

"Apa maksud kamu pecicilan? Kaya gini?".

Bug!
Satu tonjokan Dewi berikan pada rahang Ghifar yang satunya lagi. Setelah itu ia kembali ke tempat penjual martabak dan mengantri lagi.

"Cewek preman!".
                               🌿🌿🌿
      Zahwa tengah berada di toko buku untuk mencari novel keluaran terbaru. Ia harus mengalihkan pikirannya dari ucapan Dana yang terus terngiang di kepalanya tentang Hamzah yang tidak bersalah. Setelah memilih beberapa buku, ia pergi ke kasir untuk membayar. Tapi takdir baik tak berpihak padanya malam ini. Langkahnya terhenti didepan pintu saat akan keluar karena berpapasan dengan Hamzah. Masih dengan senyum manis seperti biasa, ia menyapa Zahwa.

"Zahwa!".

"Mas Hamzah!".

"Udah mau pulang?".

"Iya, udah dapet bukunya. Em.. anu.. bisa kita bicara sebentar?".
Tanya Zahwa ragu.

"Lama juga nggak papa. Ayo!".
Hamzah berjalan mendahului Zahwa dan masuk ke salah satu cafe diseberang jalan.

"Jadi, ada apa?".
Hamzah bertanya setelah dua gelas jus jeruk terhidang di meja.

"Soal tuduhan Zahwa kemarin, Zahwa minta maaf. Mas Dana udah cerita semuanya dan.. ternyata Zahwa salah paham!".

"No problem! Aku udah maafin kamu. Aku udah nebak sih, pasti yang kamu maksud itu Huda. Aku kira kamu mau bahas apaan, ternyata ini".
Hamzah terkekeh. Menganggap ini hanya masalah sepele yang tak begitu penting.
Tapi untuk Zahwa, ia sampai tak bisa berpikir jernih karena telah suudzon pada Hamzah.

"Setelah tahu kebenarannya, lalu kamu mau gimana?".

"Maksudnya?".

"Kamu tetap nolak aku atau kamu kasih aku kesempatan buat buktiin kalau aku bisa jadi imam yang baik buat kamu?".

Jantung Zahwa berdebar. Ia tak menyangka akan mendapat pertanyaan seperti ini. Ini jauh dari perkiraannya. Tapi bayangan Dewi yang begitu antusias mengejar Dana, membuatnya memantapkan hati untuk tidak berpikir panjang lagi. Juga tak ada alasan untuknya menolak Hamzah melihat fakta yang ada. Dengan mengesampingkan rasa yang mulai ada terhadap Dana, ia mengucap basmalah dalam hati, berharap ini bukan pilihan yang salah.

"Aku pilih option ke dua!".

Ucapan hamdalah seketika terlontar dari bibir Hamzah.
                             🌿🌿🌿
             Kediaman Ganendra dibuat kalang kabut dengan kedatangan Ghifar, sepupu Dana, yang pulang dengan wajah babak belur. Dina segera mengambil kotak P3K dan menyusul Dana yang memapah Ghifar untuk duduk di ruang keluarga.

"Kamu buat ulah apa lagi, hah?".
Tanya Dana seraya membersihkan lukanya.

Ghifar meringis kala obat itu menyentuh lukanya.

"Bukan berantem, bang. Aku dipukulin sama cewek preman pasar!".
Adunya.

"Kok bisa? Kamu gangguin dia ya?".
Dina membantu menempelkan es batu pada perut Ghifar.

"Ish.. pelan pelan, abang! Aku cuma mau nyapa dia eh.. tangannya udah maju duluan!".
Ghifar memukul Dana saat Dana terlalu kencang menekan lukanya.

"Dih.. kalah sama cewek kamu?".
Ledek Dana.

"Ya gimana. Kalo aku balas, dikatain nggak gentel, terus aku diem aja dibilang cemen! Kita sebagai kaum adam ya cuma sabar aja!".
Keluhnya.

Dina tertawa melihat wajah Ghifar yang cemberut. Keponakannya ini selalu bisa membuat orang lain tertawa walaupun dia sendiri sedang tidak baik baik saja. Tapi Ghifar tetaplah Ghifar. Lelaki remaja menuju tahap dewasa yang hidup berdampingan dengan derita.

"Udah! Kalo besok belum baikan, nggak usah kuliah!".
Dana mengakhiri pengobatannya dengan sedikit menekan luka Ghifar.

"Abang!".

"Hahaha!".

"Aksa! Udah tau sakit malah diteken. Kasihan kan?".
Tegur Dina.

"Abisnya dia lucu sih, bun. Masa kalah sama cewek!".

"Makannya abang mainnya jangan sama jarum suntik sama gunting aja, sekali sekali cari cewek biar tau caranya ngadepin cewek!".
Balas Ghifar. Ia berdiri setelah pamit pada Dina.

Tiga detik kemudian, Dana sadar. Ia juga perlu memahami Zahwa. Semua kode sudah ia katakan, tapi kenapa gadis itu belum paham juga? Apa perlu dia langsung menyematkan cincin di jari Zahwa supaya gadis itu mengerti perasaannya? Tidak. Mungkin mencoba mendekatinya lebih sering lagi bisa membuat gadis itu paham.
                               🌿🌿🌿
     Malam yang semakin larut tak menyurutkan niat Zahwa membaca novel setebal kamus tiga bahasa yang dibelinya tadi. Walaupun matanya memerah dan menguap beberapa kali, tapi ia tetap melanjutkan lembar berikutnya. Dengan ia larut dalam cerita, ia akan melupakan cerita hidupnya sendiri. Sebentar saja. Karena ia tak memiliki ingatan jangka pendek yang membuatnya lupa akan kejadian yang dialaminya. Ia memberi pembatas pada halaman terakhir yang sanggup ia baca kemudian menutupnya. Berbaring dengan menatap langit langit kamar yang berhiaskan bintang. Flash back pada beberapa bulan lalu. Kejadian demi kejadian yang ia alami begitu beruntun. Mulai dari bertemu Dana, kembalinya Dewi, bertemu Hamzah, kepergian orang tuanya, dan kebenaran tentang tuduhannya pada Hamzah. Perasaannya campur aduk. Senang, sedih, kecewa, tapi ia yakin takdir Tuhan akan indah pada waktunya.
Jika sekarang orang tuanya masih ada, mungkin mereka senang karena Zahwa menerima Hamzah kembali. Sosok yang di idam idamkan ibunya dulu. Tak apa. Ini memang perjalanan hidup. Pasti ada rintangan yang harus dilewati. Seperti polisi tidur yang tak pernah absen menyapa pengendara untuk mengingatkan supaya berhati hati agar tidak terjatuh. Ia harap setelah ini Dewi bisa bahagia bersama Dana dan ia bisa membuka hatinya untuk Hamzah.

Tapi, mungkinkah takdir akan berjalan seperti keinginan Zahwa? Entahlah.
                             🌿🌿🌿

Maapin author yang update nya kelamaan..
Author mau minta voting kalian siapa yang setuju sama couple dibawah ini ya..

Dana - zahwa

Dana - dr. Hima

Dana - dewi

Ghifar - zahwa

Ghifar - dewi

Hamzah - zahwa

Pilih ya..
Buat next part author usahakan lebih cepat..
Bubay...

Penyempurna AgamakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang