Chapter 25 : Apa harus?

1.2K 55 0
                                    

"Sebelas tahun aku mendengarkanmu, Sarah! Bisa tidak, kali ini kamu yang mendengarkanku?!"

******

BRAM POV

Aku dan Alex memutuskan untuk berolahraga ringan didaerah car free day. Ia segera mengambil tempat dipinggiran trotoar  lalu ia menyodorkan sebotol air mineral padaku.

"Ni, minum dulu."

"Thanks." Ucapku sambil menerima minuman itu lalu kuteguk hingga setengah.Alex ikut meneguk minumannya, lalu ia menatapku lekat.

"Lo kalo belum bisa cerita, ditahan aja dulu. Bukannya gue gak mau dengerin elo, tapi lo juga butuh privacy bro."

"But, whenever you ready, I'm here for you as your man. I will never leave you, Bram!" Lanjutnya.

Aku hanya tersenyum kecil mendengar penuturan Alex yang begitu pengertian. "Gue menghargai kesetiaan lo sebagai sahabat gue, Lex. Dan gue bersyukur punya sahabat kayak lo."

Alex melempari ku senyumnya, lalu ia menepuk pelan punggungku. "Take it easy man!"

Aku menunduk, menatap kakiku yang selonjoran diatas aspal. Aku menghembuskan nafasku.

"Sarah masih aja kekeuh nyuruh gue married lagi."

Alex mengernyit. "Bram, setelah gue pikir-pikir sekarang gue udah bisa tangkep apa maksudnya Sarah. Sebenarnya tujuan dari istri lo itu baik. Hanya ingin memberi lo anak. Tapi mungkin caranya aja yang salah." Terangnya.

"Coba bayi tabung lagi bro."

Aku menggaruk garuk kepalaku yang sama sekali tidak gatal dan memandangnya bingung.

"Kenapa? Lo terkendala biaya? Gue bantu, Bram! Pasti gue bantu!"

Aku mengangguk mengerti. "Lex, thank you banget karena lo selalu baik sama gue. Tapi hepatitisnya Sarah sudah membentuk Sirosis."

"Hah?" responnya sedikit bingung. "Bram, Sarah masih bisa hamil."

"Tapi anak gue bisa aja premature, lex!"

"Kalau premature, seenggaknya anak lo masih bisa masuk incubator." sanggah nya.

Aku menghembuskan nafasku kasar. "Syukur-syukur kalo anak gue premature lex, kalau dia gugur atau cacat? Terus membahayakan ibunya juga? Gue bisa apa? Nyawa cuma satu."

Alex menganggukkkan kepalanya. "Oke gue berusaha untuk memahami kekhawatiran lo. Tapi kalo udah kayak gini, keputusan yang mau lo ambil seperti apa? lo ngasih jawaban ke Sarah kayak gimana?"

Aku menggelengkan kepalaku. "Gue gak tahu lex, gue bener-bener gak tahu harus ngomong apa sama dia."

Pikiranku buntu. Sudah terhitung enam tahun sejak aku mengetahui Sarah mengidap penyakit ini dan selama itu pula otakku tak berhenti untuk memikirkan jalan keluar. Berkali-kali aku berusaha untuk memutar balik otak, berpikir diluar zona ku. Bahkan aku sampai berpikir untuk menyewa seorang pelacur untuk bersedia mengandung anakku. Tapi itu terlalu picik. Aku tidak setega itu dengan Sarah.

Dan saat ini, aku sudah tidak tahu harus berpikir bagaimana lagi. Aku tak tahu harus berpikir bagaimana caranya keluar dari masalah rumah tanggaku yang sudah berjalan bertahun-tahun. Aku juga muak menjalani semua ini, tapi lebih muak lagi ketika Sarah terus menerus memaksaku mencari wanita yang mau menjadi istri keduaku.

Memangnya dizaman sekarang masih ada yang mau menjadi istri kedua? Yang kutahu, lebih banyak selingkuhan yang berusaha menyingkirkan posisi istri pertama. Dan aku tidak akan pernah mau menceraikan Istriku.

Semerdu Tangisan BayiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang