Chapter 15 : Jari Manis

1.1K 70 4
                                    

Aku merasakan dadaku bagaikan luka yang ditaburi pasir. Perih. Dan amat sangat menyesakkanku.

******

KINAN POV

"Maaf, untuk sementara ini kamus besar lagi out of stock. Banyak anak-anak kuliahan yang ngeborong buku KBBI beberapa minggu terakhir. Tapi kalau mbak mau pesan dan menunggu sampai seminggu, silahkan mendaftar di waiting list kami."

Aku mendesah berat, sudah hampir seminggu aku keliling ke perpustakaan maupun toko buku tapi tak satupun yang menyediakan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Dalam hati ku sebenarnya aku sangat ingin marah karena tak kunjung menemukan kamus itu. Tapi gak mengherankan juga bahwa perpustakaan dan toko buku disekitaran kampus pasti ikut-ikutan diserbu oleh anak-anak yang satu jurusan denganku.

Sebenarnya masih ada satu harapan lagi, yaitu ke perpustakaan kota. Namun, mengingat jaraknya terlalu jauh dari tempatku sekarang dan satu-satunya jalan yang bisa dilalui adalah kemacetan, aku menolak.

Aku menggeleng pelan kearah karyawan toko buku itu. "Mungkin lain kali aja deh mbak, tapi terima kasih yah tawarannya." Karyawan itu membalasku dengan senyum ramahnya.

Aku berbalik dan segera keluar dari toko buku. Toko buku ini berada didalam pusat perbelanjaan, dan keadaan mall hari ini tidak begitu ramai. Mungkin karena weekdays.

Aku menginjakkan kakiku ditangga berjalan, bergegas untuk pulang.

"Kinan!"

Sebuah suara membuatku mendongkak, aku mengedarkan pandanganku tapi aku tidak menemukan satu wajah yang kukenal.
"Kinan!"

Lagi lagi suara itu memanggilku. Aku menoleh kesebelah kananku dan mendapati seorang pria berada dieskalator yang satunya menuju lantai dua.

"Mas Bram?"

Aku tiba dilantai bawah sambil terus memandanginya dengan kening mengkerut. Ia memberi isyarat kepadaku untuk tetap ditempatku, ia kembali turun kelantai satu dan tiba dihadapanku.

"Hai." sapanya.

"Ha..hai."

"Kamu, ngapain disini?"

"Saya baru aja keluar dari toko buku, mau cari KBBI tapi kamusnya sold out. Kalau mas Bram?"

"Euhm, saya kesini sebenarnya mau.. euhm." Ia menggaruk tenguknya yang tidak gatal sambil terkekeh.

"Saya mau ke toko buku, ngeliat buku anak-anak."

Aku mengerutkan keningku. "Buat keponakan?"

"Enggak."

"Terus, buat siapa?"

Lagi-lagi ia terkekeh, dan ia menatapku dengan sedikit salah tingkah. "Saya punya kebiasaan aneh sebenernya, datang ke toko buku hanya untuk mampir untuk membaca buku anak-anak."

Aku tertawa pelan. "Definitely a weird habit."

"Iya, haha."

Kami terdiam selama 10 detik. Hanya ada anggukan dikepala kami berdua, dan menatap satu sama lain seolah menunggu kalimat selanjutnya.

"Uhm.. do you mind if you join me?"

Aku memandanginya sebentar, lalu pikiranku langsung dipenuhi oleh senyum yang tidak bisa kutolak itu.


******

Apakah aku sudah mengatakan ini? Kalau iya, mari kukatakan sekali lagi.

Payah! Aku memang payah!

Semerdu Tangisan BayiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang