Suara kicauan burung yang merdu dipagi hari menyambutku dari tidur yang begitu lelap. Cahaya matahari masuk dengan malu-malu melalui celah gorden. Aku segera duduk ditepi ranjang, meregangkan tubuhku, menurunkan kaki telanjangku hingga menyentuh lantai kamar yang terasa dingin sampai membuatku tersentak.
Aku membuka gorden jendela kamar dan langsung disambut dengan matahari pagi. Udara pagi yang masih sejuk langsung menyambutku.
"Selamat pagi Kinan." gumamku pada diriku sendiri lalu menghirup udara pagi yang menenangkan.
Aku tersenyum pagi ini.
Entahlah, sepertinya tidurku semalam sangat berkualitas. Aku sampai tidak merasakan gigitan nyamuk, padahal aku lupa untuk menyalakan obat nyamuk elektrikku.
Aku segera keluar dari kamar dan berjalan menuju dapur. Kulihat disana abangku sedang duduk dimeja makan sambil memainkan teleponnya.
"Pagi mas Radit." sapaku yang dibalas senyum manisnya.
"Pagi, dek."
Kuambil gelas kosong diatas meja makan, lalu menuangkan air mineral.
"Ibu sama bapak kemana, mas??" tanyaku ketika menyadari rumah terasa begitu sepi.
"Ibu sama bapak lagi jalan pagi keliling kompleks sama anak-anak, mereka kayaknya mampir dulu ke taman ditengah kompleks sebelum pulang."
Aku hanya mangut mangut mendengar penjelasannya, lalu kembali kuteguk minumku.
"Kamu ada kiriman tuh didepan."
Aku mengernyitkan keningku. "Kiriman? Dari siapa?"
Mas Radit mengedikkan bahunya, "seperti biasa." gumamnya lalu kembali fokus pada telepon genggamnya.
Penasaran, aku segera mengintip kelayar itu. Tak begitu kentara, tapi sekilas aku melihat ia mengetikkan pesan.
Kekasihnya?
"Ciee!" ucapku, membuat ia langsung mengunci layarnya dan menatapku sebal.
"Apasih! Ganggu orang dewasa aja." deliknya. Aku hanya tertawa dan segera berjalan kearah ruang tamu, lalu kulihat diatas coffee table terdapat amplop cokelat yang dililit dengan tali goni kecil.
Aku mengambil amplop itu dan duduk disofa.
Kubuka amplop dan terdapat beberapa foto orang yang sangat kukenali.
Difoto pertama terlihat ia saling merangkul dengan beberapa temannya yang berkerumun. Ia tersenyum begitu lebar kearah kamera sampai-sampai senyumnya ikut tertular padaku.
Difoto kedua, terlihat ia sedang tertidur begitu lelap, dengan mulut terbuka dan beberapa coretan diwajahnya membuatku terkekeh. Ia pasti kelelahan sampai tidak sadar jadi bahan lelucon teman satu batalyon nya.
Dan difoto terakhir, terdapat satu lembar foto polaroid dirinya yang sedang berdiri tegak, memakai seragamnya, helm dan rompi perlindungan. Tak lupa ia melemparkan senyum manis kearah kamera. Diujung bawah foto itu, terdapat note yang bertuliskan "Ikutlah tersenyum, Kinan."
Mau tak mau note kecil itu berhasil membuatku ikut tersenyum.
Aku menyimpan foto itu keatas meja, dan kembali kuambil amplop tadi untuk mengeluarkan selembaran kertas didalamnya.
Teruntuk Kinan,
Assalamualaikum, apa kabar dek?
Kalau mas... Mas Rangga disini baik-baik saja. Aktivitasku banyak sekali disini, sampai harus mengeluarkan banyak tenaga. Tapi bukan diriku yang ingin kubahas saat ini.. Melainkan, tentang dirimu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semerdu Tangisan Bayi
RomansHatiku juga tak kalah hancur, ketika secara terus-menerus mendengar bisikan yang lama-lama membuat panas telinga. Apakah harus kerap menangis saat semua pergi? Dan lagi-lagi tak ada seorang pun yang mampu memahami itu. Tapi semakin aku terluka, se...