Kapan aku bisa merasakan kebahagiaan saat menemani istriku melahirkan, melihat & menggendong bayi ku seperti yang dialami Alex?
******
BRAM POV
Seumur hidupku, aku tak pernah berpikir untuk menikah dua kali. Jangan kan dipikir, membayangkannya saja tidak pernah. Menduakan istriku? Aku terlalu mencintainya.
Aku tidak siap berbagi cinta, bahkan berbagi segalanya dengan perempuan lain. Saat ini istriku sangat membutuhkanku. Membutuhkan ku lebih dari apapun. Dan mengiyakan perintahnya untuk menyuruhku menikah bukanlah jalan keluar yang baik.
Aku tidak bisa menerima begitu saja permintaan itu, terlebihi permintaannya begitu berat dan bukan suatu hal yang bisa dianggap remeh.
Ini pernikahan.
Pernikahan bukan main-main, bukan sekedar menikah, punya anak, lalu bercerai. Tanggung jawabku sebagai kepala rumah tangga sangatlah besar, aku tidak berani mempermainkan tanggung jawab. Apalagi ini menyangkut tentang dua istri sekaligus.
Sarah—istriku, bukannya berserah diri kepada Tuhan, ia malah memintaku untuk kembali menikah dengan perempuan lain.
Aku paham perasaannya, ia memang merasa bersalah karena belum bisa menjadi wanita seutuhnya dan belum bisa menjadi istri yang baik bagiku. Tapi demi Tuhan, dia harus berhenti memikirkan perihal 'anak'.
Aku tidak pernah memaksanya. Kuserahkan semua kepada Yang Maha Kuasa. Aku hanya bisa berusaha semampuku.
Namun lubuk hati ku yang paling dalam juga tak mampu berbohong. Di usiaku yang sudah menginjak ke 34 tahun ini, aku memang amat sangat menginginkan seorang anak. Tapi mengingat istriku yang sedang 'sakit', tidak mungkin aku memaksanya.
Kebutuhan biologisku memang masih terpenuhi, tapi tetap saja.. Istriku tidak kunjung hamil. Dan aku dituntut untuk mengerti hal itu.
'Tok tok tok'
Lamunanku terhenti ketika terdengar suara ketukan dari pintu ruanganku.
"Masuk."
Kulihat pintu terbuka, dan muncul Adrian—asistenku—sedang membungkuk dan tersenyum ramah.
"Permisi Pak Bram, Pak Alex ingin bertemu dengan anda."
"Suruh dia masuk." ucapku sambil bersandar di kursi kerja dan menutup wajahku dengan tanganku.
"Selamat siang, Bapak Agung Bramantyo." ucap seorang lelaki maskulin yang berjalan dengan santai kearahku.
"Adrian kamu bisa kembali ke meja mu sekarang"
"Baik pak, permisi" pamit Adrian lalu menutup pintu ruangan itu dan kupersilahkan Alex duduk.
"Mau apa kemari?" tanyaku langsung, tidak menginginkan ucapan basa-basi yang terkesan penuh omong kosong.
Alex terkekeh. "Sebelum gue kasih tahu tujuan gue kemari untuk apa. Gue mau tanya, lo kenapa? Lo keliatan kayak... sedang banyak pikiran".
"Gue sakit kepala." ucapku setengah berbohong.
Tidak, Kepalaku tidak sakit secara fisik, tetapi aku lelah memikirkan rengekan istriku dan itu membuat kepalaku jadi sakit.
"Jangan minta ditebak Bram, lo bukan wanita."
Aku menghembuskan nafasku, dan menatap Alex nanar.
Alex Brawijaya.
Berapa tahun aku mengenal pria ini?
25 tahun? Kurang lebih selama itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semerdu Tangisan Bayi
RomanceHatiku juga tak kalah hancur, ketika secara terus-menerus mendengar bisikan yang lama-lama membuat panas telinga. Apakah harus kerap menangis saat semua pergi? Dan lagi-lagi tak ada seorang pun yang mampu memahami itu. Tapi semakin aku terluka, se...