Chapter 10 : Gamma Nyebelin!!

1.4K 68 0
                                    


Seakan akan ia telah memaafkanku sebelum aku sempat meminta maaf kepadanya.

••••••

KINAN POV

"Turun disini aja mas, biar nanti aku yang nyebrang."  Pintaku yang langsung diangguki mas Radit. Ia menepikan mobilnya dipinggir jalan dan menarik rem tangannya.

"Baik-baik kuliahnya. Jangan bandel. Jangan cari onar sama mahasiswa lain, apalagi dengan mahasiswa senior. Jangan sok-sok mau dikejar dosen, karena itu mustahil." Omelnya membuatku jengah.

"Mas Radit, ini bukan hari pertama ku kuliah." Mas Radit mencebik, memandangiku tajam membuat yang ditatapnya hanya cengingiran.
"Dikasih tau malah ngeyel."

"Kamu pulang jam berapa? Biar mas Radit yang jemput." tanyanya lagi.

Aku melihat jam tangan yang terpasang dipergelangan tangan kiriku. "Kurang tau sih mas, tapi nanti aku telponin kalau udah mau pulang. Tapi kalau mas Radit sibuk aku bisa naik angkot."

Ia menggelengkan kepalanya keras. "Gak! berhenti naik angkot. Sekarang makin marak kejahatan disana, mas gak mau kamu naik angkot lagi. Kalau mau transportasi umum, mending naik ojek. Biar kalo macem-macem bisa langsung teriak atau lompat deh sekalian."

Lagi lagi aku menghela nafasku kesal. Jengah sekali dengan sikapnya.

Otoriter, dan protektif sekali. Titlenya sebagai anak laki-laki sulung dan aku satu satunya anak perempuan dan paling bungsu dirumah, membuat mas Radit menjadikan dirinya sebagai kakak yang memiliki tanggung jawab besar terhadapku. Jarak antara usia kami terpaut jauh. Ketika aku lahir, mas Radit sudah beranjak remaja dan cukup dewasa untuk mengerti posisinya sebagai kakak yang harus menjagaku.

Tapi kalau kakak kayak begini tiap hari, nyebelin juga.

Kulihat ia merogoh dompet disakunya, memperlihatkan beberapa lembarang uang kertas yang nilanya besar. "Kamu ada uang jajan gak?" tanyanya sambil menghitung uang dalam dompetnya.

"Kalau mau kasih duit gak usah nanya bang, langsung setor muka aja." Celutukku. Mas Radit mengeluarkan beberapa lembaran uangnya dan..

PLAK!

"Dasar anak kecil!" tegurnya setelah menampar kepalaku dengan uang yang ia pegang.

"Eh astagfirullahalazim, gak baik loh uang digituin mas!"

"Ah bodo, sana keluar lu dari mobil gua. Udah hampir apel pagi nih." Usirnya sambil membantu membuka paksa seatbelt.

Aku hanya tertawa dengan ke-sensitifannya hari ini, kemudian aku mendekatkan diri untuk mengecup pipi kakak tampan ku.

"Makasih buat duitnya hari ini ya mas Radit, makasih udah anterin. Kinan janji bakal jadi anak yang baik hari ini. Mas baik-baik kerjanya yah."

"Iya-iya udah sana, awas telat." Aku langsung turun dari mobil. Ku melambaikan tangan pada mas Radit dari luar mobil yang dibalas senyum manis olehnya.

Ah, mas Raditku ini sudah sangat mapan dan tampan. Tapi sayang..

Jomblo.

−−−

Aku berjalan dengan amat sangat pelan dikoridor ini. Takut kalau langkah kakiku membuat doi marah.

Maksudku, sekilas tadi kulihat Pak Yusman—dosen paling galak difakultasku sedang mengajar dikelas yang kulewati. Dan telinanya itu, sensitif sekali dengan yang namanya suara.

Mungkin, bisikan syaithon juga bisa ia dengar.

"Anak baru yah?"

Aku tersentak kaget ketika suara menyebalkan itu tiba tiba saja memenuhi pendengaranku.

Semerdu Tangisan BayiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang