Enam

818 42 13
                                    

KIRA'S POV

Ini hari pertama aku sekolah setelah Yudha pergi. Dua hari kemarin aku mengurung diri di kamar. Kalau gak dipaksa sama Ayah, Ibu, dan gengku, mungkin aku masih mendekam di kamar, menangisi kepergian Yudha ke Amerika.

Ya, aku nangis. Nangis karena ditinggal pacar. Mungkin bagimu aku lebay. Tapi, menurutku ini wajar terjadi. For your information guys, Yudha adalah pacar pertamaku. Dan, aku juga pacar pertamanya Yudha.

Coba kamu bayangin, deh.. Setelah sekian lama, status jomblomu berubah menjadi pacaran. Kalian bahagia banget, selalu bareng. Tapi, ditengah-tengah, hubungan pertamamu barus berubah jadi hubungan jarak jauh karena keadaan. Fakta bahwa kalian gak bisa ketemu dalam jangka waktu yg lama, apa gak jadi beban berat? Kalau gak berat, ya udah.. Anggap aja berat, supaya persepsi kita sama.

Dalam kasusku, ditambah juga sama karakterku yg harus selalu ketemu sama pacar. Jadi, akhirnya lebih susah untuk ikhlas.

Setelah tau kalau aku nangis karena ditinggal pacar, apa masih pantas jadi panglima perang geng sekolah?

Tenang, kupastikan aku masih pantas.  Nangis gak bikin skill berantemku berkurang. Nangis itu cara untuk mengeluarkan emosi. Gak ada hubungannya dengan skill berantem.

Aku celingak-celinguk melihat sekeliling sekolah. Sebenarnya, suasana sekolah ramai. Tapi, dihatiku terasa sepi dan sunyi. Rasa kangen, sedih, khawatir, semua bercampur menjadi satu. Rasanya, masih gak biasa gak liat senyumannya. Ada yg kurang gak dibuat ngambek sama dia. Rasanya, ada yg kurang tanpa hadirnya.

Alhasil, aku cuma diam di bangku-ku seharian. Aku gak keluyuran, bahkan gak ke markas juga. Aku menidurkan kepalaku di meja. Aku duduk tegak cuma kalau ada guru.

"Oey, pemalas!"

Aku mengangkat kepalaku dari atas meja, ada Abdi diseberang kursiku.

"Gue males, Di.." aku menempelkan wajahku ke meja, lagi.

"Ke markas, kuy?!" Dia duduk disebelahku, "Jangan galau terus. Mending lu ikut gua, gua bikin bahagia."

Aku mengangkat jari tengahku. Apa-apaan mau bikin aku bahagia. Abdi memang fakboi sejati. Omongannya sialan banget.

"Haha.. Anak-anak pada nanyain lu. Semua khawatir. Makanya, mereka ngirim gua ke sini," katanya, "Misi gua bawa lu ke markas,"

"Iya, gua ikut." Aku hampir bangun, tapi aku baru mengingat sesuatu, "Di, Yudha gak ada chat lu?"

Dia menggeleng.

Aku menghela napas kasar, "Ini udah tiga hari, lho. Gue takut dia kenapa-napa,"

"Udahlah.. Palingan dia masih istirahat. Dia butuh adaptasi di sana. Yg biasanya makan nasi padang depan sekolah, tiba-tiba makan pancake. Lidah sama lambungnya pasti kaget,"

"Bener. Yudha pasti kaget,"

"Nah, makanya.. Sabar. Pasti dikabarin, kok,"

"Ya tapi kapan? Gak mikir apa dia, kalo disini gue sakit nahan rindu? Gak mikir apa, kalo gue galau gak denger kabar dia?"

"Udah-udah.. Ke markas sekarang. Lu makin menggila lama-lama disini." Abdi menarikku ke markas.

*****

"Lho, ada Kira yg manis dan cantik to," sapa Joni.

Jono duduk bersama anak-anak lain. Mereka sedang bermain kartu. Dari yg aku liat, mereka persis seperti raja judi gang sebelah.

RELATIONSICK ✔ (REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang