Dua Puluh

545 28 3
                                    

AKIRA'S POV

Aku duduk dengan nyaman diantara para laki-laki yg sudah kuanggap sebagai saudaraku. Hari ini bukan hari jum'at, tapi kami boleh dijenguk karena tanggal merah. Jadilah, gengku pada nyamperin.

Posisinya, Yudha disebelah kananku, dan Joni disebelah kiriku. Lalu seterusnya anak-anak lain duduk bersebelahan membentuk lingkaran yg tak beraturan.

"Jadi gimana, nih, rasanya satu pesantren sama pacar?" Rey melempar pertanyaan sambil menatap lurus Yudha.

"Gak bisa pegang-pegang," ucap Yudha datar yg langsung kuhadiahi jitakan di jidatnya. "Ngomong sembarangan banget kayak buang sampah!" lanjutku.

"Bacot lu kayak berani sentuh Kira aja," ucap Rey.

"Iya haha... Berantem aja jago, sama cewek ciut," lanjut Joni.

"Setan!" balas Yudha singkat.

"Eh, santri gak boleh ngomong kasar!" kata Abdi menasehati yg lalu Yudha respon dengan memperlihatkan jari tengahnya.

"Gimana sekolah? Aman?"

"Aman. Oh iya, STM ngajak meet up. Mereka tau ketua kita balik,"

"Ketua apaan?! Pan elu ketuanya, Di," balas Yudha.

Aku sibuk memakan sate yg baru saja diantarkan.

"Lah, gua terpaksa mau jadi ketua karena lu gak ada, sat. Sekarang lu ada, gua gak mau lagi jadi ketua,"

"Gak bisa. Masa gua lagi jadi ketua, kan gua di sini, susah ngurusnya,"

Benar juga. Aku setuju-setuju aja kalo Yudha naik lagi. Tapi, pasti susah dalam pelaksanaannya kalo Yudha sebagai ketua gak ada di markas.

"Lu ketua, gua pelaksana lapangan. Gimana?" ucap Abdi.

"Boleh, deh," balas Yudha.

"Ini geng apa organisasi sekolah sih, gini amet strukturnya," kata Joni yg langsung kusetujui dengan anggukan.

*****

Seperti biasa, aku belajar mengaji bersama Gaza. Berdua saja, eksklusif. Aku sengaja menyita dia sekarang karena kemarin dia gak ada di pesantren. Diberi mandat untuk ngehadirin acara daerah, katanya. Jadi, untuk menebus kita gak ketemu kemarin, aku meminta hari ini. Padahal dia harusnya istirahat karena kegiatan kemarin selesainya hampir tengah malah, tapi dia bilang gak capek, jadi yaudah, aku monopoli.

"Eh, Za, kemaren aku nyoba beli parfum axe coklat. Sekarang aku pake, enak gak, wanginya?" Aku iseng aja nanya, karena baru pertama ini aku pake parfum axe. Biasanya aku pakai keyakinan doang kalo mau wangi.

"Ya, kecium, kok. Wanginya enak, apa aku beli aja ya?" kata Gaza. "Aku biasanya pakai parfum ini," Gaza menunjukkan botol kecil.

"Oo, aku tau, yg sering dipakai sama orang yg mau jumatan, kan?" tanyaku. Gaza mengangguk.

"Salsa, kamu udah punya keputusan?" ucapnya setelah beberapa saat ada keheningan diantara kami.

"Kamu ngebet banget, ya, nikah sama aku?" aku balik bertanya.

"Ha? Apaan. Ini tentang yg aku bilang kemarin lho, masuk kelas tilawah. Kamu mikir kejauhan, haha.."

Sial! Aku pikir Gaza nanyain keputusan aku nerima dia apa gak. Aku lupa, dua hari yg lalu dia minta aku masuk kelas tilawah. Tilawah itu ngaji yg pakai nada-nada indah gitu. Dia nawarin karena suaraku bagus, katanya. Padahal, kodok aja mati kalau denger aku nyanyi.

RELATIONSICK ✔ (REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang