DUA PULUH SATU

10.9K 799 13
                                    

Ruri tidak menyangka instalasi alat keamanan yang dikatakan Leo sederhana itu ternyata melibatkan pembokaran beberapa plafon klinik di tempat tertentu. Membuat bor lubang di dinding untuk menancapkan alat entah berantah, banyak kabel bersileweran, pokoknya ribet!

Ruri tidak paham dengan hal hal yang seperti ini.

Ia melirik pria yang duduk di sebelahnya yang mengetik bahasa pemprograman sambil mengupload syntax rumit yang asing bagi Ruri. Jelas bukan dunianya... tetapi lelaki di sebelahnya lihai sekali menarikan jarinya di atas tuts keyboard.

Melihat Leo yang serius seperti ini mengingatkan Ruri akan masa belasan tahun lalu ketika ia menatap wajah Leo remaja yang serius mengerjakan soal olimpiade di white board depan. Wajah Leo dari samping. Wajah lelaki itu ketika sedang fokus terlihat menarik.

Sama seperti hari ini.

Leo keren dan terlihat pintar ketika ia mengerjakan sesuatu dengan fokus penuh di laptopnya.

Ruri menyandarkan punggungnya. Akhir akhir ini intensitas pertemuan mereka berdua bisa dibilang sering. Leo selama seminggu penuh menawarkan pertemuan untuk membahas instalasi keamanan ini. Ruri tidak paham rincinya, tetapi ia dijelaskan dengan kalimat sederhana oleh Leo.

Ada saja alasan Leo untuk membuat mereka bertemu.

"Selain nomor polisi, apa kamu ingin memasukkan nomor hp seseorang untuk dial list SOS call?" tanya Leo menegakkan badan dari kekhusyukannya di depan laptop dan melepas kacamatanya. Ia menatap Ruri.

"Eh?"

"Atau mau kuupload nomor ku saja di sini?"

Ruri kembali mengingat percakapannya tempo hari dengan Leo tentang alarm SOS jika suatu bahaya mengintainya. Sebuah tombol rahasia yang akan otomatis menghubungi list nomor yang diupload.

"Aku tidak merasa seter-ancam itu sampai harus menghubungi polisi segala"

"Ok. Kalau begitu nomorku saja. "

Ruri menggeser laptop Leo ke arahnya. Kemudian mendelete nomor polisi yang ditulis Leo.

"Kenapa?"

"Aku kok merasa lebay ya, masukin nomor polisi segala."

Leo menatap Ruri tak percaya,"Tapi ini kan sistem keamanan otomatis, ya mesti terhubung ke polisi lah..."

"Nggak usah. Masukin nomor perawat yang kerja di sini saja"

"Enak saja!" cetus Leo bersungut sungut,"Nomorku saja kalau nggak mau nomor polisi"

"Ngotot amat..."

Leo mengenakan kembali kacamatanya dan mengetikkan nomor hp nya di program.
"Hanya ingin memastikan kamu aman"

"Selama ini aku aman..."

Leo menoleh,"Tidak ada yang salah kan kalau ingin memberikan rasa aman terbaik untuk seseorang yang kita anggap penting"

Ruri mengerjap. Ada rasa getar asing dalam dadanya mendengar kalimat Leo barusan. Ia tak menyangka akan menerima kalimat itu dari mulut Leo.

Ruri selama ini terbiasa mandiri. Kehadiran seseorang yang peduli padanya seperti Leo adalah hal yang tidak biasa.

"Terima kasih"

Leo tersenyum kecil,"Ruangan ini kita kasih cctv ya..."

Ruri memandang sekeliling. Ini kan kamar periksa pasien... tempat pasien mempercayakan privacy mereka padanya

"Tidak boleh!"

Leo tertawa
"Padahal aku pengen survey bentuk, ukuran, dan besar punya kaum pria yang lain"

Ruri mempelototi Leo yang makin tertawa keras.

THE LOVE I NEEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang