TIGA PULUH EMPAT

11.1K 720 12
                                    

Leo menganggukkan sedikit kepala pada setiap karyawan yang menyapanya. Hari ini ia ingin mencek langsung pekerjaan kontraktor yang sedang merehab lantai satu gedung.

Setengah bagian lantai satu ia alih fungsikan sebagai mushalla. Leo berencana untuk menerapkan wajib shalat berjamaah untuk Zuhur dan Ashar. Untuk itu ia butuh ruangan mushalla yang besar sehingga bisa menampung semua karyawannya.

Ruang shalat yang sekarang hanya petakan kecil tersembunyi di sudut gedung. Hanya bisa 1shaf pria, dan 1shaf wanita. Tidak lebih 10orang yang bisa masuk untuk shalat di sana.

Mandor yang mengawasi pekerjaan ini adalah lelaki 50an, Pak Sastra.
Leo disambut jabat tangan hangat oleh Pak mandor.

Leo menanyakan progress kerja, memperhatikan detail yang ia inginkan apakah sudah benar atau belum, dan meminta laporan stengah pekerjaan yang sudah dilakukan.

Leo manggut manggut puas, dan pembicaraan pun beralih ke hal hal ringan. Entah bagaimana Pak Sastra dan Leo sampai juga membicarakan topik keluarga.

"Hampir dua tahun Pak" ujar Leo ketika Pak Sastra menanyakan umur pernikahannya. Ia merasa terbuka karena aura kebapakan Pak Sastra yang kuat.

"Masih banyak pasangan lain yang umur pernikahannya lebih lama tapi belum ada momongan.."Pak Sastra menghibur

"Saya tidak terbebani dengan ada tidaknya anak. Tapi istri saya berbeda. Dia sangat sensitif dengan hal ini"

Pak Sastra kemudian merekomendasikan pengobatan altenatif pada Leo. Ia dapat selebaran di jalan katanya. Ia memberi kertas itu sambil mendoakan semoga Leo cepat mendapat keturunan.

Tanpa sepengetahuan Ruri sore itu Leo mendatangi tempat pengobatan altenatif.

Tidak ada antrian. Nyaris sepi.

Leo langsung masuk dan mengisi buku pencatatan. Ia diarahkan ke ruangan di depan meja pencatatan. Ada lelaki paruh baya berjanggut tipis di sana. Leo dipersilakan duduk. Bajunya dibuka, dan sang tabib memberi Leo beberapa totokan.

"Kurang bertenaga ini....ck ck ck.." gumam tabib

Leo meneguk ludah. Tegang..

Maksudnya dia loyo gitu??

"Butuh kejutan listrik untuk membangun energi positif. Kurang nyentrum ini..."

Leo bergidik. Setelah sang tabib mengatakan ia kurang nyentrum, hal berikutnya ia melihat alat alat seperti kabel dikeluarkan dari laci. Dicolokkan, dan selanjutnya tabib itu menyetrum beberapa titik di punggung, lengan, juga pinggang Leo.

"Sedikit sakit..."gumam tabib," tapi ini aman, hanya memakai arus rendah"

Leo meringis. Ini sama sekali bukan sedikit sakit!!! Ya Allah...tolong hamba...

🌹🌹🌹

Ruri mencek hp nya. Nada notifikasi Wa berbunyi, dan ternyata dari sang suami.

'Sayang..bisa ke alamat ini dengan taksi?'
'jemput aku disini'

Di bawahnya sebuah alamat tertulis.

Perasaan Ruri tidak enak. Ada apa dengan Leo minta dijemput segala? Tadi suaminya pamit bilang ada urusan sebentar.

Mengikuti alamat yang Ruri sebutkan, sopir taksi tiba di persimpangan gang. Ruri clingukan melihat dari balik jendela.

Ah! Itu mobil Leo terparkir di sudut jalan.

Setelah membayar, Ruri setengah berlari ke mobil Leo. Ia mengintip ke dalam. Leo bersandar di kursi dengan mata terpejam.

Ruri panik!

"Mas!!mas!!" Ruri memukul mukul jendela mobil.

Penuh rasa syukur, ia merasa lega Leo membuka kunci pintu sehingga ia bisa masuk. Bergegas ia meraih pergelangan tangan Leo ketika melihat wajah Leo pucat, menggigil, dan berkeringat dingin.

Nadi Leo memang agak cepat, tapi masih normal

"Kenapa? Mas bisa dengar aku kan?"

Leo berbisik minta pulang..

"Kita singgah ke UGD dulu" Ruri dan Leo bertukar tempat duduk

"Nggak usah..aku baik baik saja."

Ruri ingin membantah.

"Aku kena setrum", jelas Leo pelan. "Tanganku tidak sanggup memegang setir, gemetaran dari tadi"

Ruri menyalakan mobil. Dengan kecepatan tinggi meliuk liuk melintasi jalan, secepat mungkin agar sampai di rumah.

Satpam membantu Leo berjalan dari parkiran sampai ke kediaman mereka. Karyawan yang melihat kedatangan Leo saling berbisik, bertanya tanya tentang keadaan bos mereka yang tampak sakit.

Ruri tidak memberi penjelasan apapun, karena sesungguhnya ia juga penasaran.

Leo mengatakan ia kena setrum. Setrum dimana? Kena setrum aki mobil? Atau Leo pipis sembarangan ke tiang listrik yang kebetulan ada kabel telanjangnya?

Ruri dengan cekatan memeriksa Leo dengan stetoskop begitu tinggal mereka berdua di kamar. Ia mencek napas Leo. Normal. Mengukur tekanan darah Leo. Juga normal.

Membantu Leo duduk, Ruri membuka pakaian Leo memeriksa apa ada luka bakar di tubuh suaminya itu.

"Bagian mana yang kena setrum?" tanya Ruri

Leo menjawab," lengan, pinggang, dan punggung atas"

Ruri menyenteri bagian yang disebut Leo. Tidak ada bekas luka bakar...

"Kok bisa?" Ruri membantu Leo memasang kembali t shirtnya.

"Aku..."Leo ragu ragu.

"Ceritalah mas... Tadi kamu ngapain kok bisa kena setrum?"

Leo merebahkan tubuhnya di kasur.
"Aku pergi ke pengobatan altenatif. Katanya di situ bisa membantu pasangan yang mengharapkan keturunan"

Ruri diam mendengarkan.

"Lalu di sana aku ditotok lalu disetrum biar nyetrum katanya kalau lagi berhubungan"

Mendesah antara frustasi dan sedih, Ruri berkata,"Aku memang tidak paham dengan pengobatan alternatif. Tapi dari ilmu yang aku pelajari secara sains menyentrum bisa mengakibatkan kerusakan saraf dan otot mas..." Ruri melanjutkan," harusnya kamu cerita sebelum mengambil keputusan. Ini tentang Kita... Jangan ambil keputusan sendiri.."

Air mata tak terasa mengalir di sudut mata Ruri. "Kalau semua ini hanya akan menyakiti mas, aku tidak akan bahagia."

Sambil terisak Ruri berbisik,"Kita hentikan saja sampai di sini."

THE LOVE I NEEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang