DUA PULUH EMPAT

10.7K 948 15
                                    

Rahadi mengulum senyum mendengar kepongahan pria baruh baya yang sedang berkonsultasi dengan dr. Ruri

Bertolak belakang sekali sikap bapak satu ini dengan beberapa menit yang lalu... Jika tadi di meja pencatatan rekam medik pasien ini mengeluh banyak tentang penyakitnya, saat ini si bapak dengan songong berkoar koar tentang ketangguhannya beristri tiga. Di depan dr. Ruri...

Ruri berdeham. Memasang wajah ramah tetapi profesional ia mengajukan pertanyaan, membawa pembicaraan kembali ke arah yang benar.

Ketika si bapak keluar dari kamar periksa, Rahadi menyunggingkan senyuman lebar.

"Sudah tua masih genit", gumam Rahadi yang dibalas gelengan peringatan oleh Ruri.

"Paling tidak bapak itu terlihat bersemangat untuk sembuh. Bersemangat dengan pengobatan medis yang kita sarankan" ucap Ruri.

Baginya tingkah aneh bin ajaib pasien ketika berobat hanyalah intermezo. Ruri fokus dengan pokok permasalahn, tetapi menghargai tiap cerita apapun yang dibawa si pasien. Selama tidak kurang ajar. Karena Ruri juga tidak akan segan memberi peringatan jika sudah melanggar etika.

"Ok. Yang tadi pasien terakhir kita, dok" ucap Rahadi.

Ruri membereskan peralatannya. Memisah barang yang perlu disteril dan yang harus langsung dibuang. Ia larut dalam kesibukannya tanpa menyadari Rahadi yang berjalan mendekat dan kini duduk di kursi konsultasi.

"Dok...bukankah klinik kita ini hanya buka Senin sampai Jumat?"

Ruri kaget. Tak sadar perawat pendampingnya ini sudah ada di depannya.

"Iya. Kenapa?"

"Malam minggu kemarin kenapa dokter dan pasien Leonardo ada di sini malam malam?"

Ingatan Ruri kembali pada hari pemasangan instalasi sistem keamanan yang diminta Leo supaya dirahasiakan.

"Itu..."

"Pintu depan Sudah dikunci Di!!" Kali ini dua orang penjaga apotik masuk dengan wajah sumringah.

Ruri merasa tidak enak.
Tiga laki laki, dan ia hanya sendiri!

"Siiip...jadi gak sabaran nih..."kali ini perawat yang bertugas dibagian pencatatan masuk dengan wajah antusias yang tidak disembunyikan.

Empat laki laki...

Ruri mencoba tenang. Walau jantungnya berdetak cepat. Ia mulai merasa ada yang aneh...terancam dan terintimidasi.

"Ada apa ini?" suara Ruri bergetar, tidak bisa menyembunyikan ketakutannya.

"Dokter main dokter dokteran dengan pasien tampan itu kan? Ngapain lagi coba berduaan tengah malam di sini!" tuduh Rahadi

Tangan Ruri menggenggam erat lengan kursi. Memberi tekanan jarijarinya di sana.

Sebagai seorang wanita, dikelilingi 4 lelaki di ruangan sempit, plus sudah lewat pukul 11 malam, tentu ada yang tidak beres dengan ini semua.

"Main dokter dokteran juga yuk dokter...sama kita...", kali ini petugas apotiknyalah yang bicara.

Ruri mencengkram erat lengan kursinya, berharap alat yang dipasang Leo bekerja. Janji Leo untuk menolongnya jika sesuatu bahaya terjadi. Leo berjanji.. lelaki itu sudah berjanji!

Ini sudah jelas bahaya!

Bayangan dirinya akan dinodai beramai ramai oleh keempat karyawan kepercayaannya ini membuat tubuh Ruri gemetar. Suaranya mendadak hilang. Sendi sendinya tidak bekerja dengan semestinya.

"Tiap hari dokter nyervis 'barang' orang. Punya kita juga diservis dong..."

"Siapa duluann?"

"Keroyok rame rame dulu lah..."

THE LOVE I NEEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang