(4)

3K 431 12
                                    

"Kamu ini!" dumel Ani, ibunya Silvy, meraih tangan Silvy, menariknya menjauh dari Hermawan, "jangan malu-maluin depan calon mertua," desisnya.

"Mertua?" Silvy mengernyit, kemudian terperangah, "Mama mau nikah lagi?"

"Kok Mama?"

"Lho? Bukan Mama? Bapak? Bapak mau poligami?"

"Silviana," desis Ani gemas.

"Apa sih, Ma? Aku gak ngerti deh."

"Kok gak ngerti?"

"Bu," tegur Hermawan di belakang mereka, "bagaimana kalau kita masuk dan bicara di dalam?"

"Oh, boleh, boleh," Ani mengapit lengan Silvy menariknya berjalan di belakang Hermawan.

Toto, bapaknya Silvy ikut berjalan di sebelah Silvy, membuatnya terapit di tengah-tengah. Mereka masuk bersama, masuk ke ruang keluarga yang sudah disiapkan Ulfa dan Hendrik.

"Silakan," Hendrik menunjuk sofa panjang di sebrang yang didudukinya, berjajar dengan Hermawan dan Ulfa.

Toto mempersilakan Ani dan Silvy duduk lebih dulu, baru dirinya.

Silvy menatap mereka semua, Ulfa yang tersenyum senang, Hendrik yang menatapnya dengan bibir tersenyum, Hermawan yang menatapnya lekat dan orang tuanya yang juga tersenyum.

"Sebelumnya, saya ingin minta maaf," kata Hendrik, "bukannya kami yang datang, malah Hermawan yang jemput bapak dan ibu untuk datang ke rumah kami. Padahal yang punya niatan itu kami," tutupnya seraya tertawa.

Toto ikut tertawa, "kami juga ingin meminta maaf, sebelumnya kami malah menaruh curiga pada Hermawan, menuduhnya bukan orang baik."

Hendrik tertawa lagi, "kalau saya jadi Pak Toto, saya juga pasti akan curiga, tidak ada angin, tidak ada hujan, tiba-tiba mengatakan hendak menikahi anak gadis. Saya malah mengira Hermawan melakukan hal yang aneh-aneh. Tapi ternyata apa yang dia katakan sungguh-sungguh dengan menjemput bapak dan ibu ke rumah kami."

Toto mengangguk, "saya juga berpikir demikian, jika nak Hermawan tidak sungguh-sungguh, nak Hermawan pasti tidak akan mendatangi kami selaku penanggung jawab dan orang tua Silvy."

Silvy mengernyit bingung, berusaha mencerna apa yang dibicarakan Hendrik dan Toto.

"Tapi," lanjut Toto, "untuk keputusan dan selanjutnya, saya dan istri menyerahkan semuanya pada Silvy."

Semua yang ada disana menatap Silvy, membuatnya mengerjap bingung, dia menatap ke lima orang yang ada disana bergantian.

"A-apa?" tanyanya gugup. Pak Hermawan gak beneran mau jual aku kan?

Silvy melihat ke dua pasang orang tua yang ada disana bertukar tatapan.

"Kok apa sih, Vy," Ani tersenyum canggung, menepuk tangan Silvy, "jangan mulai deh malu-maluin," desis Ani.

"Malu-maluin apa sih, Ma?"

"Sebentar, Bu Ani," sela Hendrik mendelik tajam pada Hermawan, "Wan?"

Hermawan menghela nafas, melihat Silvy dan orang tuanya menatap Hermawan bingung.

"Silvy belum tahu," akunya.

"Bagaimana maksudnya?" tanya Hendrik dan Toto serempak, mereka bertukar pandang, duduk lebih tegak menatap Hermawan tajam dan heran.

"Silviana belum saya beritahu," jelas Hermawan.

"Kok bisa?" tanya Hendrik dan Toto serempak kembali.

Mereka bertukar tatapan kaget, Toto mengangguk, mempersilakan Hendrik yang bicara.

MengikatmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang