"Vy..."
Silvy bergumam untuk menjawab panggilan ibunya yang duduk di kursi belakang bersama Bapak. Dia masih kesal, kata Bapak dan Ibunya, semua jawaban diserahkan pada Silvy, tapi setelah dia selesai bicara dengan Hermawan dan kembali ke ruang tamu, Bapak dan Mama sudah saling panggil besan-besan saja dengan orang tua Hermawan... Jawaban Silvy terlupakan...
"Kamu kenapa cemberut begitu? Di depan Hermawan lagi, gak malu? Judes lagi sama Mama, nanti dikira anak durhaka sama orang tua sama Hermawan, kamu juga gak malu?"
Silvy melirik sebal pada Hermawan yang sedang menyetir, Hermawan tidak terganggu sama sekali dengan omelan ibunya. Bakal jadi menantu kesayangan Mama nih kalau playing innocent gitu...
"Vy..." tegur Ani lagi.
Silvy menoleh ke belakang, menatap... Memelas pada ibunya. Ma, please, jangan omelin Silvy terus...
Ani dan Toto saling lirik melihat ekspresi Silvy, Ani kemudian mengangguk, duduk bersandar dan menghentikan omelannya.
Silvy menghela nafas lega, sebelum kembali duduk bersandar, dia sempat mendelik pada Hermawan yang ternyata sedang meliriknya juga. Silvy seketika cemberut.
Gak ada yang berpihak sama aku apa?
Untungnya perjalanan dari rumah Hendrik ke rumah Hermawan yang akan jadi tempat menginap Toto dan Ani tidak jauh, hanya dalam waktu beberapa menit mereka sudah masuk ke halaman sebuah rumah tingkat dua. Tidak terlalu besar, dengan cat yang lebih monoton dan halaman yang dihias dengan tumbuhan hijau tanpa bunga.
Rapi tapi tidak berwarna. Mirip seperti Hermawan, pikir Silvy. Ganteng sih tpi monoton.
Seorang satpam menghampiri Hermawan tepat ketika dia keluar dari mobil.
"Pak," sapanya.
"Kamar sudah disiapkan, kan Pak?" tanya Hermawan.
Hendro mengangguk, "sudah, Pak, Mbok Min juga sudah menyiapkan camilan malam untuk Bapak dan keluarga calon."
Silvy mendengarkan dengan seksama, matanya menyipit kesal, oke, semua orang diberi tahu jika Hermawan akan melamar Silvy, sedangkan Silvy sendiri tidak tahu apa-apa... Bagus sekali, bagus sekali sikap Pak Hermawan. Atur aja semua sendiri. Nikahin diri sendiri aja padahal lebih bagus. Ngapain ribet ngajakin orang lain. Sok-sokan jemput orang tua di luar kota, dih, ngeselin.
Hermawan membawa keluarga Silvy masuk, disambut seorang wanita paruh baya, Mbok Min, asisten rumah tangga di rumah Hermawan.
Mbok Min menunjukan kamar yang sudah disiapkan untuk Toto dan Ani. Saat Silvy akan mengikuti mereka, Hermawan menahan tangannya.
"Apa?" tanya Silvy judes.
"Ada yang mau dibicarakan."
Silvy bergumam namun menurut, Hermawan membawanya ke bagian samping rumah, dimana kolam renang berada. Silvy harus takjub dengan tempat itu, air kolam renang berkilauan terkena pantulan lampu taman yang menyala. Hermawan membawanya duduk di bangku taman, di bawah lampu taman yang menyorot ke kolam.
Hermawan menggenggam tangan Silvy dipahanya, menatap Silvy yang masih mengagumi keindahan cahaya yang terpantul di kolam renang.
"Silvy..."
Silvy mengerjap, menoleh pada Hermawan yang menatapnya serius. Silvy harus menahan nafas, dia harus akui jika Hermawan memang boss yang tampan dengan aura laki-laki yang sangat pekat. Tatapan matanya tajam, tapi juga menyiratkan sesuatu yang berbeda, yang belum pernah Silvy lihat sebelumnya, yang membuatnya menjadi gugup. Agak gugup deng.