(8)

2K 299 5
                                    

"Udah baikan?"

Silvy tersenyum malu. Ulfa menepuk punggung tangannya.

"Hermawan galau, nahan-nahan gak hubungin kamu. Ibu sampe pusing lihat dia mondar-mandir, pegang hape simpan lagi, pegang lagi, simpan lagi..." Ulfa tertawa.

Silvy mengulum senyum. Ternyata ya Pak Hermawan, sok tegar, hm...

"Jangan bicarakan pernikahan dulu, Bu," tegur Hermawan, entah dari mana, masuk ke ruang santai dan duduk di sebelah Silvy, "saya gak mau Silvy stress."

Silvy dan Ulfa saling lirik, mereka mengernyit.

"Kamu gak jadi kerja, Wan?"

Hermawan melirik Silvy dan Ulfa bergantian, "jadi, nanti."

"Kapan?"

"Sebentar lagi."

"Tadi bilangnya harus pergi karena ada kerjaan, kok sekarang jadi nanti?"

"Mungkin masih kangen sama kamu, Vy," goda Ulfa, "maklum, tiga hari gak ngehubungin rasanya kayak tiga abad."

Hermawan langsung berdiri, tubuh menjulangnya membuat Ulfa dan Silvy yang sedang duduk mendongak, menatap Hermawan bingung.

"Saya berangkat sekarang."

Silvy dan Ulfa bertukar tatapan kemudian tertawa. Hermawan mengabaikan mereka, dia memilih keluar dari ruangan itu.

"Kan Ibu bilang apa," kata Ulfa penuh persekongkolan, "dia galau gak ngehubungi kamu."

Silvy tersenyum lebar.

"Bu," Hermawan kembali lagi. Silvy dan Ulfa menoleh, "lupa belum salam."

Ulfa langsung menutup mulut, menahan tawa, begitu pun Silvy. Hermawan menatap mereka datar, kemudian mengambil tangan Ulfa untuk disalami. Dia juga mengulurkan tangan pada Silvy.

"Apa?"

"Salam, biasakan dari sekarang."

Silvy mencebik, meraih tangan Hermawan.

"Harus ikhlas," kata Hermawan lagi.

"Ini ikhlas kok."

"Ikhlas masa cemberut."

Silvy menghela nafas berlebihan, kemudian tersenyum lebar, menunjukan deretan giginya. Hermawan mengangguk puas, dan Silvy segera mencium tangan Hermawan.

"Udah sana," tegur Ulfa, "jangan banyak alasan lagi buat bolak-balik liatin Silvy, nanti kerjaan kamu gak beres-beres."

Hermawan mengangguk sekilas, dan keluar dari sana. Silvy dan Ulfa melihat ke pintu, menunggu apa Hermawan akan masuk lagi atau tidak. Setelah agak lama Hermawan tidak muncul lagi, mereka menegakan duduknya.

"Kayaknya kali ini beneran pergi," kata Ulfa.

"Sepertinya begitu," timpal Silvy.

Ulfa tersenyum lebar, "yuk ke dapur, mbak kayaknya lagi masak."

Silvy mengangguk, dua wanita itu beriringan masuk ke dapur. Dapur luas yang bersih dan rapi, dan seorang wanita berdiri di depan kompor mengaduk sesuatu. Ulfa menarik kursi bar, mempersilakan Silvy duduk di sana.

"Biasanya tugas mbak bukan masak, tapi beresin dan bersihin rumah, kalau masak biasanya bagian Ibu. Hermawan sama Bapak gak bisa makan kalau bukan masakan Ibu."

Silvy mengangguk.

"Kamu bisa masak, Vy?"

Silvy menatap Ulfa malu, kemudian menggeleng.

MengikatmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang