Saya beri kamu waktu.
Itu pesan yang dikirim Hermawan. Silvy tidak mengira jika dengan pesan singkat seperti itu, sikap Hermawan juga akan ikut berubah. Tiga hari. Silvy menghitung, selama itu Hermawan tidak mengganggunya, tidak datang kerumahnya sendiri yang ditempati Silvy dan kedua orang tuanya, juga tidak mengirim pesan atau pun menelponnya.
"Nak Hermawan gak kesini, Vy?"
Silvy menggeleng, memasukan koper ibunya ke bagasi. Hendrik yang datang pada malam setelah Silvy berbincang dengan Ulfa menjelaskan jika lebih baik pernikahan Silvy dan Hermawan diundur, otomatis membuat Toto dan Ani memutuskan untuk pulang lebih dulu ke Lembang, ada pekerjaan yang menunggu mereka di sana.
Suara deru mobil membuat mereka bertiga melihat ke depan gerbang. Mobil Hermawan terparkir di sana, dan tidak berapa lama, Hermawan turun dari mobil, menghampiri mereka bertiga.
Dia menyalami Toto dan Ani.
"Maaf saya terlambat datang."
Ani tersenyum lebar, "gak apa-apa, kamu pasti lembur terus ya."
Hermawan mengangguk pelan tanpa menjelaskan.
"Maaf saya juga tidak bisa mengantar Bapak dan Ibu, padahal saya yang jemput."
"Tidak masalah," Toto menepuk pundaknya pengertian, "titip Silvy. Bapak percayakan keselamatan dan kesehatannya selama di Jakarta sama kamu."
Hermawan mengangguk takjim.
"Ya sudah," Toto menutup bagasi.
Hermawan memanggil supir yang akan mengantar Toto dan Ani kembali ke Lembang, dia memberi perintah agar berhati-hati di jalan dan mengantar calon mertuanya selamat sampai rumah. Setelah itu dia membukakan pintu untuk Ani dan Toto.
Ani memeluk Silvy yang terlihat berkaca-kaca, "gak usah cengeng, nanti Mama ke Jakarta lagi kalau kamu sudah siap nikah, lagian kamu juga bisa pulang ke rumah kapan pun."
Silvy mencebik, Mama kok gitu banget, gak bisa loved-dovey sedikit aja apa sama anak sendiri...
Gantian Toto yang memeluk Silvy, "hati-hati kamu di Jakarta, jaga diri, jangan bikin yang aneh-aneh yang bakal bikin Mama sama Bapak kaget."
Silvy tersenyum kecut, mengangguk patuh. Padahal bukan aku yang bikin heboh, Pak Hermawan tuh.
Mereka bersalaman lagi dengan Hermawan, kemudian masuk mobil. Hermawan menutup pintunya, meminta supir agar berangkat.
Mereka berdua mengantar sampai gerbang. Silvy dan Hermawan berdiri bersampingan, sampai mobil yang ditumpangi orang tua Silvy tidak terlihat di belokan. Silvy menghadap Hermawan, dia baru akan membuka mulutnya saat Hermawan melengos pergi, masuk kembali ke mobilnya tanpa bicara pada Silvy.
Silvy melongo. Hermawan menekan klakson dua kali kemudian pergi darisana.
Ya ampun... Pak Hermawan kenapa?
"Bu."
Silvy menoleh satpan yang dipekerjakan Hermawan menegurnya.
"Iya?"
"Ibu mau keluar juga?"
Silvy melihat ke arah garasi, masih ada satu mobil tersisa di sana. Silvy merengut, dia tidak bisa menyetir mobil, tidak ada tempat yang mau dia tuju juga. Silvy menggeleng lemah kemudian masuk rumah, meminta satpam menutup gerbang. Silvy berjalan gontai ke ruang tengah, menghempaskan diri di sofa.