datang

159K 17.5K 6.2K
                                    

"Nanaaa, maafin Echan yaa.."

Haechan menatap Jaemin penuh harap agar sahabatnya itu tidak bersikap dingin seperti saat di kamar mandi tadi.

Yang di tatap hanya menghela nafas dan mulai tersenyum, bagaimana Jaemin bisa marah kalau teman nya yang gembul itu mengeluarkan sisi manja yang membuat Jaemin lemah.

"Yaudah gue maafin lu tapi harus cerita semua sejelas-jelasnya! Oke?" Jaemin mendekati Haechan lalu merangkulnya, dua bersahabat itupun sepakat untuk menuju rumah Jaemin.

'
'

Jeno baru saja mampir ke kantin untuk membayar makanan yang dia dan Jaemin tinggalkan tadi. Dia berjalan di koridor sekolah yang baru beberapa bulan ditempatinya ini, iya Jeno adalah siswa pindahan saat awal kelas XI. Maka dari itu dia tidak terlalu kenal dengan siswa-siswi di sini. Bukan karena Jeno cupu atau bagaimana, hanya saja pemuda yang satu itu terlalu cuek pada orang-orang sekitar. Lalu Jaemin? Beda lagi urusannya kalau menyangkut Jaemin. Jeno terkekeh mengingat bahwa dirinya memang sudah menaruh hati pada pemuda yang paling heboh saat tau bahwa ada siswa pindahan kala itu. Jaemin lah yang paling aktif mendekati Jeno agar mau berteman dengannya. Tapi saat Jeno sudah menjadi temannya, malah Jaemin yang bergidik ngeri kalau Jeno sudah bertingkah yang aneh-aneh terhadap dirinya. Lucu ya..

Kekehan Jeno terhenti saat kakinya tidak sengaja menendang sebuah botol minum, pemuda itu mengambil lalu mengamati botol yang dipegangnya. Tanpa berlama-lama dia tau bahwa botol itu adalah milik Jaemin, teledor sekali anak itu sampai-sampai botol minum nya jatuh tidak tau.

"Hehe rejeki anak soleh emang kaga kemana, mayan lah buat alesan apel." Monolog Jeno lalu memasukkan botol Jaemin itu ke tas nya. Lalu melanjutkan langkahnya ke arah parkiran. Motor sport berwarna putih itu berdiri dengan gagah nya di tengah parkiran, karena memang tinggal beberapa motor saja yang tersisa di sana. Bahkan mobil Jaemin pun sudah tidak ada, pasti anak itu terlalu bersemangat mendengar klarifikasi Haechan.

Jeno mendekati motor kesayangannya lalu memasang helm dan memacunya pulang, melewati jalanan kota yang lenggang. Jejeran toko-toko itu harus Jeno lewati untuk sampai ke rumahnya. Tampak dari sini portal perumahan tempat Jeno tinggal, dijaga oleh satpam yang dia panggil Bang Yuta. Satpam muda itu sebenarnya bukanlah satpam, hanya saja dirinya sedang mendapat tantangan dari calon mertua nya agar bisa menjaga perumahan ini dengan aman selama 30 hari. Semua itu dia lakukan demi pacar tercinta agar diberi restu menikah oleh ayah sang pacar.

"Yoit! Bang. Hari ke berapa?" Sapa Jeno pada Yuta. Lelaki yang ditanya berjalan ke arah portal dan membukanya, untuk jalan Jeno lewat.

"Hari ke-25 Jen! Doain ye biar cepet kelar, wanjir patah semua ini badan rasanya. Tapi demi ayang Winwin tercinta, gue rela Jen." Jawab Yuta berapi-api.

"Siap bang! Kurang dikit lagi lu bisa, haha pen ngakak gue rasanya liat lu begini." Jeno menahan tawanya yang hampir saja membludak kalau bukan karena Yuta yang memegang pentungan satpam. Begini-begini Jeno sayang wajah tampannya.

"Ye, bocah! Gue pentung penyet lu! Haha." Gertak Yuta sambil berpura-pura mengayun pentungan itu. Jeno yang melihat nya langsung menstarter motor dan tancap gas menuju rumah.

Gerbang berwarna hitam metal itu terbuka lebar, tumben pikir Jeno. Biasanya gerbang selalu ditutup rapat saat tidak ada orang di rumah. Jeno langsung masuk dan memarkirkan motornya di Garasi. Saat berjalan ke ruang tamu dia melihat ada sepasang Suami Istri dan Seorang remaja yang terlihat seumuran dengannya. Disana juga ada Mamanya.

"Mama, Jeno pulang!" Seru Jeno. Keempat orang di Ruang Tamu itupun menoleh dan mamanya langsung menghampiri Jeno menarik agar anaknya duduk disamping sang mama.

"Ini dia anaknya datang! Bener kan saya bilang, makin gede dia." Jelas mama pada tamunya.

"Ayo Jeno salam dulu sama tante sama om, masa kamu lupa? Om ini temen kerja Papa yang suka ngasih kamu robot-robotan ituloh Jen!"

Jeno bersalaman pada kedua orang tersebut dan mendapat pelukan dari wanita yang dulu sudah dianggapnya ibu kedua. Hanya saja Jeno belum ingat sekarang.

"Aduhh, anakku satu ini sudah besar sekarang ya, makin ganteng lagi. Padahal dulu kalau main ke rumah suka merengek minta robot-robotan. Hehe." Ucap tante itu pada Jeno.

"Nah kalau ini anak tante, sayang! Kamu ingat?" Pemuda yang daritadi hanya diam itu sekarang mengulurkan tangan ke arah Jeno.

Jeno membalas uluran tangan namja itu "Lee Jeno," ucapnya sambil mencoba mengingat wajah di depannya.

Pemuda itu tersenyum manis dan memperkenalkan dirinya.

"Huang Renjun."

'
'
'
'
'

Yeay, bagian ini udah di revisi. Happy reading, jangan lupa vote dan comment.

RATA ; nomin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang