Beberapa hari setelahnya, mereka semua tetap bersekolah seperti biasa. Sekolahpun seperti tidak ada bedanya. Burung-burung tetap berkicau dipagi hari. Semua guru sibuk menyiapkan jadwal untuk pelajaran intensif Ujian Nasional, dan semua murid masih sibuk dengan urusannya —menggosip, juga barangkali beberapa anak rajin berdiskusi soal betapa susahnya memecahkan permasalahan matematika, dam beberapa diantaranya mengeluhkan agar matematika dapat memecahkan masalahnya sendiri.
Bedanya, "biasanya" trending topic dalam dunia gosip-menggosip adalah tentang artis entah-siapa-itu yang putus hubungan dengan entah-siapa-itu yang lain, Atau membicarakan tentang betapa asinnya soto kantin dan betapa juteknya penjaga warung nasi rames yang setiapkali dipanggil "tante" akan menaikkan harga makanannya seribu-duaribu lebih mahal dibandingkan apabila anak-anak memanggilnya dengan sebutan "kakak", padahal semua orang yakin usianya telah lebih dari kepala tiga.
Berbeda dari biasanya, kali ini mereka semua sibuk membicarakan tentang kematian Tzuyu. Membuat berbagai spekulasi. Dan parahnya, membicarakannya keras-keras seakan hal itu adalah headline super seru di sekolah.
Tentunya hal itu membuat telinga sahabat-sahabat Tzuyu panas. Terutama Mark.
Beberapa kali Mark rasanya ingin menghajar mulut-mulut tidak tahu diri tersebut. Tapi selalu Lucas tahan, karena ia tidak mau sepupunya berakhir diskors atau dikeluarkan dari sekolah di hari-hari akhir menjelang Ujian Nasional.
Tapi sayangnya, seberapa sering Mark menegur mereka, mulut-mulut itu tidak mau berhenti, seakan "kematian Tzuyu" adalah sebuah teka-teki yang selalu menyenangkan utntuk dibahas dengan berbagai cerita tambahan yang dikarang-karang.
Di kantin yang biasanya damai dipenuhi candaan anak-anak yang kelaparan, kini hanya ada manusia-manusia penggosip yang membuat Mark semakin merasa seperti di neraka.
"Itutuh cuma lantai dua, tahu. Mana ada meninggal?"
"Iya, harusnya paling patah tulang doang, gak mungkin sampe meninggal."
"Katanya ada yang bilang dibunuh, loh."
"oh, didorong dari lantai dua terus pembunuhnya hilang mirip-mirip kasus di buku misterinya jk rowling?"
"Ah enggak, anak sebelah cerita katanya dia depresi gara-gara gak dapet beasiswa ke luar negri."
"Hii masa sih?"
"Katanya juga, dia depresi karena menanggung malu soal kakaknya yang bunuh diri beberapa tahun lalu itu. Tau ceritanya kan? Itu bukan gosip loh. Katanya beneran!"
"Oh, yang katanya hamil diluar nikah ya??"
"Iya! Katanya juga—"
...
...
...
Mark lelah memendam amarahnya. Sampai-sampai ditelinganya yang terdengar hanyalah suara dengingan yang menyakitkan. Kepalanya sakit, amarahnya begitu memuncak.
Mark tidak tahan lagi...
BRAK
Tiba-tiba Jihoon datang menggebrak meja di sebelahnya lalu berteriak dengan marah. alisnya berkedut dan mulutnya menyunggingkan senyum memuakkan. tangannya masih mengepal disana, urat-urat tangannya menyembul seakan siap merobek kulitnya untuk menjotos mulut-mulut biadab tadi.
Mark menoleh dengan kaget. Syaraf dan imajinasinaainya berkata kalau ia telah memukul meja tersebut. Tapi yang ia lihat malah Jihoon yang berdiri disana dengan muka merah penuh amarah. lambat laun Mark sadar, ia tidak cukup berdaya untuk mempelakukan mulut yang semena-mena itu dengan sesuka hati. ia terlalu terpukul dengan semua kejadian ini dan sampai sekarang Mark masih berharap semua ini adalah mimpi buruk belaka.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Cursed : school -99 Line
FanfictionLo mau denger kisah seram tentang sekolah kita gak? Genre; horror/mystery/thriller [fanfiction] 600-1000+ words/chapter. Highest Rank: #9 in Mystery/Thriller