03

8.5K 397 3
                                    

Di depan cermin Anara menatap dirinya dengan tajam, dia mulai menafsirkan setiap bagian dari tubuhnya hingga pada akhirnya tangannya yang lemah gemulai itu mulai bergerak. Membagi dua mahkota kepalanya hingga dua bagian tersebut akhirnya dibagi menjadi tiga belahan. Tangan Anara mulai berjalan membelah dan menuatkan secara berseling dari ketiga bagian yang sudah dibagi. Sesekali Anara menatap kembali dengan tajam wajahnya di depan layar cermin. Hal ini Anara lakukan semata - mata hanya untuk Kanaya.

Di bagian ruang makan sudah ada Chanka dan juga Mama Sinta yang sudah menunggu kedatangan Anara untuk bergabung makan bersama. Sebelumnya Chanka sudah melakukan komunikasi kepada Mama Mirta terlebih dahulu tentang kemauan Anara yang ingin pindah ke sekolah Kanaya.

Setelah selesai mengatur rambutnya sampai bagian terakhir yang Anara lakukan adalah memakai kacamata bulat untuk menyempurnakan penyamarannya. "Welcome Siti!" Ucap Anara setelah semua riasan ala Anara hilang tergantikan dengan riasan gadis lugu dengan rambut di kepang dua dan kacamata bulat yang melekat di wajahnya.

Anara segera keluar dari kamarnya dan menghampiri Chanka serta Mama Sinta. Masih tetap di posisi duduknya Chanka langsung terheran - heran bahkan menatap tajam wajah Anara yang sedang berjalan menghampiri dirinya. Tidak cuman Chanka saja melainkan Mama Sinta juga terlihat terpaku pandangannya oleh seorang Anara.

Setelah meneguk minum. "Ini Anara kan?" Tanya Mama Sinta seakan tidak percaya.

Anara lalu duduk di posisinya seperti biasa. "Iya ini Anara ma.. eh bukan deh sekarang namanya Siti, hehehe" Jawab gadis itu sembari mengambil buah pisang yang ada di depannya.

"Lo serius Nar? Lo beneran mau jadi sosok seperti ini di sekolahnya Kanaya?" Tanya Chanka.

"Iya bang, pokoknya mulai detik ini anggap gue Anara sedang berlibur di Jepang dan yang menggantikan posisinya adalah Siti" Kata Anara mulai menyantap buah pisah yang sudah dikupas olehnya terlebih dahulu.

Sendok dan garpu yang semula di pegang oleh Chanka sekarang jatuh ke piring hingga membuat suara kecil karena dua buah benda saling bergesekan itu terdengar.

"Nara anak mama kenapa kamu harus menjadi orang lain? Apakah kamu yakin dengan hal ini?" Kata Mama Sinta menatap serius wajah putrinya itu.

"Yakin ma, karena Anara ingin cari tau siapa yang ngelakuin hal bodoh seperti itu ke Kanaya" Gumamnya

"Ma.. Chanka percaya sama Anara, Anara pasti bisa ngejalanin apa yang saat ini dia mau" Imbuh Chanka

"Tapi Bang, Mama takut Anara nanti kenapa - napa.. Selain itu mama juga ngga mau Anara hidup menjadi orang lain" Mama Sinta terlihat khawatir

Anara berjalan mendekat ke arah Mama Sinta kemudia memeluk sang mama dari arah samping "Mama ngga perlu khawatir Anara tetep jadi diri Anara sendiri" Ujarnya

Chanka yang semula dudukpun ikutan berdiri dan mendekat ke arah sang mama kemudian memeluk kedua tubuh wanita yang menjadi prioritas utamanya itu. "Chanka janji ma, Anara ngga akan kenapa - napa. Chanka janji Anara akan baik - baik saja" Sahut Chanka juga berusaha menguatkan argumen dari Anara.

Mama Sinta pun meneteskan air matanya, tak kuasa membendung ke khawatiran akan putrinya. Mama Sinta khawatri jika nantinya nasib Anara akan sama dengan nasib Kanaya dan masih ada banyak sekali kekhawatiran yang saat ini sedang membanjiri isi kepala Mama Sinta.

"Maa.. Anara sayang sama Mama, Anara janji Anara akan jaga diri Anara sebaik mungkin"

"Lalu kapan kamu akan berhenti membodohi diri kamu sendiri Anara? Kapan mama akan melihat sosok Anara kembali berangkat sekolah lagi?" Tanya Mama Sinta dengan tatapan yang kosong

"Secepat mungkin ma! Anara mohon izinin Anara ya maa" Kata Anara memohon

Setelah lima menit Sinta diam tak bergumam dengan tatapan matanya yang kosong akhirnya Mama Sinta menganggukkan kepalanya. "Mama izinkan" ucapnya dengan singkat

"Makasi Ma, Anara janji Anara ngga akan membuat kepercayaan Mama itu menjadi sebuah kesalahan"

Senyum Anara langsung terpancar dan memeluk erat tubuh sang mama itu kembali. Keluarga mereka memnag tidak lengkap tapi mereka bisa saling melengkapi segala kekurangan itu. Anara beruntung bisa punya a Mirta yang selalu baik dengan dirinya, Chanka dan juga Kanaya.

tok tok tok........ (Suara pintu rumah terketuk)

sinta, Anara, dan juga Chanka langsung menatap ke arah pintu.

"Biar Anara aja yang buka ya ma"

Anara melepaskan pelukannya. Gadis itu langsung berjala menuju ke pintu. Laki - laki separuh baya itupun sudah beridir dengan senyuman meringis.

"Ini non Anara ya?" Kata laki - laki itu.

"Iya Pak Parman, gimana sepedanya udah jadi?"

Pak Parman adalah tukang kebun sekaligus merangkap menjadi supir dari Sinta.

"Udah non, itu sepedanya non bisa lihat sendiri" Parman menunjukkan sepeda bewarna biru itu berdiri.

"Good job Pak Parman, thank you" Ujar Anara antusias.

Sinta dan Chanka itupun menyusul Anara setelah menunggu Anara tidak kembali. Sinta dan Chanka mengecek ke arah depan yaitu dimana Anara berada.

"Ada siapa sayang?" Kata Sinta.

"Eh Pak Parman pagi - pagi gini tumben udah sampai ke rumah, ada keperluan apa ya Pak?"

"Ini bu kemarin non Anara ngirim pesan ke saya untuk mencarikan sepeda bekas buat dia, tapi jujur saya sendiri bingung kenapa non Anara mencari sepeda bekas padahalkan non Anara bisa beli sepeda baru" Jelas Parman dengan sopan

"Anara?" Tanya Sinta

"Ma, ngga semua barang yang Anara milikin itu harus baru" Terang Anara.

Sinta menghembuskan nafas kasarnya melihat kelakuan putrinya itu. "Awas ya kamu!" gumam Mirta.

Chanka dan Anara hanya membalas dengan senyuman lebar mereka. Anara kemudian masuk kembali kedalam rumah untuk mengambil tas ranselnya. Tak perlu menunggu waktu yang lama Sinta dan juga Chanka sudah melihat Anara yang mengenakan ransel. Saat ini senyuman Sinta sudah padam karena pada detik ini sosok Anara sudah tidak terlihat lagi.

"Mama, Pak Parman, Bang Chanka Siti berangkat sekolah dulu ya" pamit Anara kepada orang - orang di sekitarnya itu.

"Gue ikut nganter lo ya Nar!"

"Ngga usah bang, lo itu terlalu perfect buat jadi abangnya Siti. Ini hari pertama gue di sekolah dan gue mohon lo jangan macem - macem dulu sama gue"

"Yudah iya"

Anara berlari menuju ke arah sepedanya itu. Sebelum berangkat Anara melambaikan tangan terlebih dahulu.

"Hati - hati Anara semoga semua ini akan segera berakhir" Kata Mirta membalas lambaian tanngan dari Anara.

" Fighting ANARAAA!" Teriak Chanka.

"Semangat Non!" Teriak juga Parman.

Anara kemudian menggayuh sepedanya dengan lantang. Ia berusaha menikmati hari esok ini. Berulang kali ia menghembuskan nafasnya untuk menghirup udara segar sebelum memulai dramanya di sekolah baru. Dalam setiap ia menghembuskan udara, ia selalu berharap agar misinya dapat segera terselesaikan.

The Perfect Cupu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang