Di ruang tengah Kak Chanka dan Mama sedang berdialog serius. Anara memasuki ruangan dengan wajah yang bingung sekaligus penasaran.
"Serius banget ma? Ada apa?" Anara duduk di sebelah Chanka.
Shinta menggelengkan kepalanya sambil menatap ke arah Chanka, entah apa yang sedang mereka sembunyikan dari Anara.
"Mama ngga tau harus ngejelasin bagaimana ke kamu nar" Kata Shinta mendongakkan kepalanya agar air matanya itu tidak jatuh.
Anara memalingkan pandangannya dan menatap ke arah Chanka berharap ada jawaban yang jelas dari abangnya itu.
"Ikhlasin Kanaya ya Nar" Kata Chanka memeluk tubuh Anara yang masih bingung.
"Maksudnya?" Jawab Anara melepaskan pelukan Chanka, memandang Shinta dan Chanka secara bergantian.
"MAKSUDNYA APA MA?" Teriak Anara memastikan kembali.
"Sudah lebih dari satu minggu Kanaya tidak ada perkembangan sama sekali, mau tidak mau ada kemungkinan terburuk yang harus kita ambil Nar" Jelas Shinta menggulum bibirnya.
"Ngga, ngga, ngga. Ngga boleh! Kanaya bukan tipikal orang yang mudah nyerah. Gue yakin Kanaya masih bisa bertahan!" Jelas Anara menyakinkan.
Ruang tengah ini serasa beralih fungsi menjadi ruangan yang menakutkan karena setiap kali mereka bertiga berdiskusi tenyang Kanaya pasti selalu berada di ruang tengah ini. Langit malam yang tadinya tertaburi oleh percikan cahaya bintang sekarang mulai murung. Berulang kali suara gemuruh petir saling bersaut - sautan membuat suasana malam ini semakin mencekam.
"Nar, gue juga percaya kalo adik gue Kanaya pasti bakal bisa bertahan dan nemenin gue sampai tua nanti.. Gue percaya banget Nar" Kata Chanka mencoba untuk memahami keadaan.
"Tapi Tuhan punya takdir buat setiap makhluknya, gue tau saat ini Kanaya masih bisa bertahan untuk kita. Tapi gue ngga tau sampai kapan Kanaya akan bertahan dengan rasa sakitnya itu"
Anara terus - terusan menggelengkan kepalanya. Mencoba tak ingin mempercayai dan mendengarkan semua ucapan dari Chanka.
"Bang! Gue ngga bakal biarin siapapun cabut alat bantu penunjang kehidupan Kanaya, gue tau mama dan bang Chanka secara tersirat mau ngomongin soal ini kan? Terus kalian sudah pasrah Kanaya sama sekali tidak mendapatkan keadilan?"
"Mama sudah cape Nar, mama sudah lelah menghadapi polisi yang sama sekali tidak bisa terbuka kepada kita. Tuduhan polisi pun terus - terusan mengatakan jika Kanaya mencoba melakukan bunuh diri."
"Nah itu, itu yang mamah katakan Anara ingin membuktikan ke polisi kalau Kanaya itu bukan bunuh diri. Kanaya jatuh karena di dorong oleh seseorang ma"
Shinta memegang kepalanya dengan frustasi, pikirannya seakan riuh membanjiri kepalanya belum lagi soal biaya rumah sakit Kanaya yang setiap hari selalu bertambah.
"Nara, Abang mohon kamu jangan membuat mama semakin sulit memposisikan dirinya. Abang udah ngga sanggup lagi melihat Kanaya kesakitan kayak gitu Nar"
Anara terdiam, matanya langsung menyorot ke arah Shinta yang sedang melamun dengan banyak tekanan yang sedang berusaha dia redakan.
Andai saja sejak saat perpisahan itu Anara dan Kanaya tidak terpisahkan, mungkin saja kejadian ini sama sekali tidak ada di dalam kisah keluarga ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect Cupu
Teen Fiction---------------------------CUPU----------------------------- "Kisahku dimluai pada saat aku memakai topeng samaran dari Siti" Siti adalah nama yang dia pakai selama menjalankan misinya. Dia sengaja memilih nama itu untuk menutupi kepribadiannya yang...