CHAPTER 17

6.3K 407 87
                                    



[Vika's POV]

Setelah kejadian beberapa hari lalu, a Abil tak memnemuiku lagi. Saat itu aku benar-benar marah padanya. Apa yang sudah dia lakukan terhadap Diko itu keterlaluan. Untungnya Diko tidak mengelami luka parah, hanya memar di mata, hidung dan sudut bibirnya yang sempat berdarah. Dan sekarang semua itu berangsur baik.

"Vika kok kamu melamun sih ?", tiba-tiba saja teteh mengagetkanku yang sedang melamun menatap sarapanku.

"eh, maaf teh".

"ayo sarapan dulu, nanti kamu telat !".

Tak banyak bicara, akupun langsung menyantap sarapanku itu. Oh ya, kemarin sore orang tua Diko pulang kembali ke Indonesia setelah kegiatan kemanusiaannya selesai di Bangladesh. Jadi aku tak perlu lagi menginap disana untuk menemani Diko, ya walaupun dia sedikit tak rela saat aku pulang. Tapi mau bagaimana lagi, aku tak mungkin selamanya tinggal disana. Lagipula aku sungguh kangen dengan suasana rumah. Meskipun jelek, tetap saja lebih enak tinggal di rumah sendiri. Walaupun ini bukan benar-benar rumahku, tapi rumah orang lain yang kami sewa.

"Vika, kalo teteh sama mama udah gak ada. Vika mau gimana ?", tiba-tiba saja teteh menanyakan itu di sela-sela sarapannya.

Aku yang saat itu sedang mengunyah pun nyaris tersedak mendengar pertanyaan teteh.

"ih apaan sih. Udah gak ada gimana ? meninggal ?. nggak, kalian gak boleh meninggal sebelum Vika bikin kalian bahagia. Vika kan laki-laki, calon tulang punggung di keluarga ini. Pokoknya Vika bakalan bikin kalian bahagia, Vika pengen teteh sama mama itu berhenti kerja, biar Vika aja yang kerja. Teteh jadi gak usah kerja di toko lagi. Mama juga gak jadi pembantu lagi. Pokoknya kalian tinggal menikmati hidup. Jangan pergi dulu, ih apaan sih teteh gak lucu pertanyaanya", kataku sedikit kesal.

"bukannya melucu, Vik. Tapi kan kita umur gak ada yang tahu".

"ya tetep aja-",

"Assalamu'alaikum", tiba-tiba saja seseorang mengetuk pintu rumah kami. Dari suaranya sepertinya itu Diko. Kemarin memang setelah mengantarku pulang, Diko sempat bilang bahwa dia akan menjemputku saat akan berangkat sekolah. Aku pikir itu bercanda.

"eh Diko", sapa tetehku saat membuka pintu. Buru-buru Diko mencium tangan tetehku itu. Hmm, tak seperti biasanya.

"Vikanya ada teh ?",

"ada kok. Yuk masuk dulu. Eh kamu udah sarapan belum ?",

"udah teh. Tadi kan bi Ita masakin nasi goreng dulu sebelum berangkat",

"hoo...udah sarapan ya !".

Usai menghabiskan air putih yang aku minum. Aku pun buru-buru menghampiri Diko.

"mau berangkat sekarang ?", tanyaku.

"yuk. Ntar telat !!", jawab Diko.

Usai pamit pada tetehku, kamipun berangkat. Karena memang jam dinding di rumah sudah menunjukkan pukul 06.25.

Selama perjalanan tidak ada obrolan yang berarti diantara kami. Hanya candaan Diko saja yang menggodaku. Sampai ada satu hal yang ingin kusampaikan padanya.

"Diko. Kamu mendingan jangan antar jemput aku. Aku gak enak sama tante juga paman. Masa majikan antar jemput anak pembantunya sendiri".

"emang kenapa ? kamu mau diantar jemput sama si Kubil lagi ?", katanya lagi sarkas. Oh ya semenjak kejadian itu, Diko tiba-tiba mengubah kata ganti panggilannya padaku.

"ya bukan gitu. Aku bisa berangkat sendiri. Dari dulu aku juga berangkat sendiri, bisa jalan kaki atau naik bis. Gak pernah ada yang nganterin. Aku beneran gak enak sama tante, aku gak mau kamu repot-repot nganterin atau jemput aku".

Vika, Laki-laki Cantik Itu ? (BxB)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang