2.

2.8K 300 22
                                    

Bagaimana dengan dirimu Dokter Lu? Apa kau benar-benar bahagia dengan kehidupanmu yang sekarang?

Luhan menghela nafasnya, mengingat sepotong kalimat yang diucapkan pasiennya sendiri. Dirinya memandang kedepan, menatap lurus kearah pintu bercat cokelat dihadapannya. Rumah tersebut terlihat besar dan mewah dikompleks tersebut, terlihat begitu mencolok.

"Lu ge? Kenapa tidak masuk?" Luhan tersentak dari lamunannya, disana sosok pria yang lebih muda menatapnya penasaran.

"Yixing?"

Pria berlengsung pipi itu mengulas senyum "Akhirnya gege mau berkunjung. Aku merindukan gege" pria yang bernama Yixing itu memeluk Luhan dengan tiba-tiba. Luhan membalas pelukannya tak kalah eratnya.

Yixing adalah adiknya, satu-satunya. Keduanya melepas pelukan lalu melempar senyum satu sama lain sampai pada akhirnya berjalan masuk kedalam rumah.

Luhan melirik kesekeliling. Rumah ini tidak berubah sama sekali suasananya. Terkesan dingin dan tak bersahabat dan Luhan tidak begitu menyukainya.

Orang tua Luhan merupakan pengusaha terpandang. Keduanya merupakan pengusaha yang cukup dikenal. Sebenarnya, dirinya tidaklah harus menjadi seorang psikolog seperti sekarang. Ayahnya menentang keras hal itu, namun Luhan merupakan sosok pembangkang saat itu hingga akhirnya memilih untuk tidak tinggal serumah lagi dengan keluarganya. Meski begitu, ibu Luhan tidak menghalanginya dan membiayai studinya sebagai psikolog sampai dia lulus sekarang.

Tepat saat Luhan dan Yixing sedang berbincang diruang tengah, ayah dan ibunya datang. Keduanya nampak terkejut melihat sosok Luhan yang berada didepan mereka.

"Luhan?"

"Ma" Luhan memeluk erat tubuh wanita itu yang masih dibalut sebuah dress sederhana berwarna putih. Mungkin kedua orang tuanya baru saja menghadiri sebuah pesta atau bahkan jamuan makan malam.

"Kau datang? Bagaimana dengan pekerjaanmu?" Ayahnya tiba-tiba bertanya membuat Luhan terdiam seketika. Luhan hanya menatap canggung kearahnya.

"Baik"

"Baguslah. Setidaknya tidak kedepannya" ujar ayahnya sinis. Luhan menundukan kepalanya saat ayahnya lewat begitu saja dan memutuskan untuk pergi dari sana. Ibunya hanya menghela nafas.

"Papa hanya perlu waktu, Lu. Percaya pada mama hm? Kau sudah cukup hebat sekarang" ibunya tersenyum kearahnya membuat Luhan menganggukkan kepalanya, mencoba untuk bersemangat. Haah....ibunya benar-benar yang terbaik. Dia menyayanginya, sungguh.

Luhan mengulas senyum tipis, ketiganya memutuskan untuk melangsukan makan malam tanpa ayahnya yang sepertinya kelelahan dan langsung tidur saja. Malam itu, Luhan kembali berpikir. Keluarganya benar-benar baik saja. Hanya saja, Luhan merasa kosong.

Dia merindukan keberadaan ayahnya.

.
.

Sehun menatap kearah taman rumah sakit dengan pandangan datar. Beberapa penjagaan yang ketat terlihat disekitarnya. Sehun memang memiliki waktu untuk sekedar jalan-jalan dan refreshing dirumah sakit ini untuk menghilangkan rasa bosannya. Beberapa hembusan angin menerpa wajahnya, membuat dia begitu menikmatinya. Tubuhnya masih linglung karena baru saja menyelesaikan tes kesehatan fisik. Mereka membiusnya, tentu saja dan itu cukup membuatnya pusing.

🅳🅾🆄🅱🆃Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang