21.

1.2K 116 6
                                    

Luhan pertama kali sampai saat menjelang sore diikuti Sehun setelah beberapa jam kemudian. Pria itu nyaris lembur untuk berhari-hari jika Luhan tidak protes karena melewatkan jam konsultasinya.

Omong-omong, seiring berjalannya waktu, ini sudah hari kelima Luhan tinggal bersamanya dan keadaan Sehun sudah mulai membaik. Luhan bahkan mencatat beberapa kemajuan seperti emosi Sehun mulai stabil, dan tingkat stresnya yang mulai menurun dengan pria itu bercerita padanya.

Sebenarnya Luhan sempat menyuruhnya untuk mencatat beberapa keseharian dan suasana hatinya lewat buku harian. Dan bisa dia tebak dengan jelas bahwa Sehun menolak gagasan itu dan mengatai bahwa kegiatan itu terlalu konyol untuk pria sepertinya. Jadi, Luhan harus bekerja ekstra agar Sehun terbuka padanya meski dirinya akan berakhir dengan bercinta semalaman dengan Sehun. Sialan. Apa dia tidak bisa membuat Sehun membuka mulut tanpa adanya kegiatan ranjang pada malam hari?

Semakin hari dan semakin lama pula, Luhan semakin pasrah jika dirinya terlarut dengan perasaannya pada pria itu. Perlakuan lembut dan spontan Sehun cukup membuatnya bertahan disampingnya. Pada akhirnya dia tahu jika Sehun tak suka adanya status seperti kekasih yang membuat Luhan jengah. Pemikiran Sehun benar-benar berbeda sekali.

Seperti malam sebelumnya, Luhan akan menyiapkan makan malam untuk keduanya. Jika dirinya merasa terlalu lelah saat pulang dari kantor atau kerja beberapa jam dirumah sakit, dirinya hanya akan memesan makanan dirumah makan dan membungkusnya pulang untuk makan bersama Sehun. Satu fakta lagi yang dia dapat, bahwa Sehun benar-benar tak peduli soal jam makan siang. Pria itu nyaris lupa makan! Dan mengingat kebiasaan menyebalkan Sehun, Luhan akan terus menghubunginya sepanjang waktu untuk mengingatkannya.

Terdengar romantis? Oh, kali ini Luhan akan memutar kedua bola matanya malas dan mengumpat kesal pada Sehun yang harus diingatkan seperti Luhan adalah alarm pribadinya.

Luhan hanya tersenyum dengan bibir berkedut kesal meski hatinya berkata bahwa dirinya senang jika Sehun selalu mengisi pikirannya kali ini.

Bunyi pintu rumah terbuka terdengar, begitu pintu kayu tersebut terdengar berderit. Luhan mengulum senyum tipisnya begitu melihat siluet Sehun yang sampai dengan baju santai berlengan panjang miliknya. Pria itu nampak menggantung coat berwarna cokelat tua digantungan samping pintu masuk dan melepas sepatunya.

Luhan melangkah mendekat, mengambil sebuah tas yang disampirkan Sehun dibahu tegap miliknya lalu dia dapat merasakan tangan besar itu memerangkap tubuh kecilnya dipelukannya beserta sebuah ciuman basah didapatinya dibibir. Luhan mau tak mau terpekik dengan wajah memanas.

"Kau tiba lebih cepat, seperti biasa sayang. Apa ayahmu memang berbaik hati membiarkanmu pulang lebih cepat atau kau tidak bekerja dengan benar?"

Luhan mendengus. "Aku bukanlah atasan sepertimu. Jadi aku bebas pulang lebih cepat"

Sehun mengangguk saja. Matanya lebih terfokuskan pada sajian dimeja makan yang merupakan masakkan Luhan. Tak disangka juga jika pria itu tahu memasak, bermula saat Sehun selalu mendapat sarapan yang layak untuknya setiap hari.

"Mandi dulu, aku akan menunggumu disini dan membuatkan kopi untukmu"

Sehun tersenyum lebar mendengarnya.

"Kita terlihat seperti dua orang yang sudah menikah. Bukan begitu?"

Luhan dengan refleks mencubit perut Sehun sampai pria itu menatapnya dengan kerutan alis yang begitu kentara.

"Berhenti bicara omong kosong dan silahkan mandi, Tuan Oh"

Sehun tertawa mendengarnya.

"Apa? Kau tidak ingin menikah denganku?" Kerlingan menyebalkan itu... Luhan jelas tahu jika Sehun sedang menggodanya. Pria ini...

🅳🅾🆄🅱🆃Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang