20.

1.4K 166 14
                                    

Luhan masih berusaha mengais udara disekitarnya. Tubuhnya dihimpit secara paksa membuatnya kesulitan bergerak. Ruangan tersebut terkunci rapat begitu dirinya dan ehem....Sehun masuk disana. Luhan bahkan dapat melihat dengan jelas papan nama yang tertera 'Oh Sehun' diatas meja itu.

"Kau ngghh...bekerja disini?" Mata Luhan tertutup rapat dengan lenguhan yang lolos dibibir plumnya. Sehun mengulum senyum dengan tangan yang menggerayangi tubuh Luhan dibalik kameja dan setelan hitam yang dipakainya. Dasinya sudah longgar dengan beberapa kancing kameja yang terbuka, memperlihatkan tubuh mulusnya.

"Menurutmu?" Bibir sialan milik Sehun tetap saja mencumbu bagian perpotongan lehernya, membuat Luhan merutuk dengan tenaganya yang mendadak hilang, mencoba untuk mencari cela agar dirinya bisa lolos dari kungkungan Sehun saat ini.

"Tu-tunggu Sehun. Pertemuan akan segera berakhir dan aku harus kemba--arrggh" Luhan meringis  begitu Sehun menggigit kulit lehernya beringas, sesekali menatap takut-takut kearah pintu kalau saja seseorang mendobraknya dan menemukan keadaan keduanya yang sangat tidak senonoh.

"Kau pikir aku peduli?" Sehun berujar tak suka karena Luhan baru saja mengacaukan pekerjaannya. Luhan mendengus kesal, meninju perut Sehun membuat pria itu terhuyung kebelakang.

"Ada apa?" Sahut Sehun ketus. Luhan hanya mendengus, kali ini dia berani menghentikan kegiatan gila ini karena dirinya mungkin masih sayang dengan telinganya yang akan panas saat mendengar celotehan ayahnya mengenai perilaku tak benar miliknya.

"Aku hanya minta izin sepuluh menit. Ini bahkan sudah lewat dari lima belas menit" cetusnya dengan raut wajah sebal, segera merapikan kembali setelannya yang nampak berantakan.

Sehun memutar kedua bola matanya malas, memperhatikan Luhan yang sibuk berceloteh tentang tata krama dan hal tak  penting lainnya. Lagi pula siapa yang peduli? Ini perusahaan miliknya dan dia bebas berbuat apapun disini.

"Berhentilah bicara sebelum aku memerkosamu disini" geramnya kesal. Luhan menoleh dengan bibir terbuka, terlihat terkejut sembari melirik kearah Sehun waspada.

Sehun mengulas senyum miringnya begitu melihat Luhan yang sudah jinak. Mengabaikan protesan dari pria bertubuh kecil itu, Sehun kembali menyeretnya lalu memaksa Luhan duduk dipangkuan nya kali itu juga, cukup membuat Luhan terkejut.

"Kita akan sering-sering bertemu. Bukan begitu?" Sehun tersenyum lebar disana.

Luhan mendengus "Apa rencanamu kali ini? Kenapa kau...bekerja disini? Dan...bagaimana bisa?" Luhan menyahut dengan pandangan tak percaya, melirik kembali ke papan nama yang masih dituliskan nama Sehun disana.

Sehun tersenyum mengejek "Banyak jalan menuju Roma" ujarnya enteng.

Luhan mendengus frustasi. Sehun dan kegilaannya memang diluar batas.

Luhan masih berpikir bagaimana terkejutnya ia saat mendapati bahwa perwakilan perusahaan yang katanya akan menjalankan merger dengan perusahaan miliknya adalah Sehun sendiri. Bisa dibayangkan?

Luhan bahkan harus menahan nafasnya saat Sehun tersenyum begitu lebar kearahnya saat pria itu berjabat tangan dengan ayahnya.

Dan lebih parahnya lagi, ayahnya terlihat mengenal Sehun begitu akrab. Dia bahkan ingat tentang seberapa murka ayahnya saat tahu dia dan Sehun berkencan waktu itu. Apa...dirinya ketinggalan sesuatu?

Kembali kesaat sekarang dimana Luhan sepertinya harus mendengarkan penjelasan Sehun soal ini.

Sehun nampak tersenyum polos sembari memperhatikan Luhan yang sibuk mencerna apa yang sebenarnya terjadi.

"Oh..itu. Aku melamar pekerjaan, dan selesai. Aku diterima" sahutnya tanpa beban. Luhan mendengus. Mana mungkin dia akan percaya bualan dari mantan pasiennya ini.

🅳🅾🆄🅱🆃Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang