9.

2.2K 241 25
                                    

Warning!
Chapter ini tidak cocok untuk anak dibawah umur. Harap bijak saat membacanya. Sedia kantong kresek bagi yang mau anu:')



Tak ada apapun.

Luhan merasa tak ada yang terjadi padanya, semenjak dirinya dengan gilanya menghentikan Sehun saat itu. Luhan masih memejamkan matanya, bersiap menerima hantaman mobil Sehun pada tubuhnya. Namun Luhan tak merasakan hal itu. Jantungnya berpacu cepat dengan keringat dingin mengalir didahinya.

Luhan tanpa sadar menelan ludahnya berat. Sampai dia memberanikan membuka matanya dan terkejut kemudian.

Sosok Sehun berada tepat didepannya. Wajah itu, Luhan bisa melihatnya dengan jelas sekarang. Tak ada yang berubah kecuali rambut Sehun yang dipotong lebih pendek dari sebelumnya.

"Apa yang kau inginkan, Dokter Lu?"

Suara berat itu. Luhan mendengarnya lagi. Bagaimana Sehun memanggilnya 'Dokter Lu' seperti dulu. Luhan membuka matanya lebih lebar.

Sehun menatapnya tajam lalu mengulas senyum angkuhnya "Aku akan memberikanmu waktu tiga detik untuk bergeser sebelum aku melakukan hal berbahaya padamu, Dokter Lu"

Luhan masih diam tak berkutik, berusaha mencerna. 3 detik. Waktu diriya pergi dari sana sebelum Sehun melakukan 'sesuatu' padanya. Entah itu membunuhnya atau bahkan menyiksanya sampai sekarat disini. Sehun tidak pernah main-main dengan kata-katanya. Luhan tahu dengan jelas siapa Sehun, si psikopat dengan hati baja. Tak kenal kasihan. Namun pada akhirnya, tiga detik yang berlalu lebih cepat, Luhan tak kunjung angkat kaki dari posisinya.

Sehun menaikan sebelah alisnya dengan wajah berubah datar dan dingin. Hingga tarikan kasar ditangan Luhan membuat pria dengan tubuh lebih kecil itu tersentak kaget. Meski tak ada penyesalan diotaknya saat dia tidak memutuskan untuk lari saja tiga detik yang lalu.

Tak butuh lama bagi Sehun untuk menarik Luhan dengan kuat menuju mobilnya dan mendorongnya masuk secara paksa. Luhan diam tak bergeming, pandangannya menunduk dan memandang jemarinya yang ia mainkan acak saat Sehun duduk dibalik kemudi dan mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan gila-gilaan.

Setengah jam kemudian, deru mobil tak terdengar lagi. Luhan mulai tersadar dari tidurnya dan memandang linglung kesekelilingnya. Sebuah rumah minimalis kini ada didepannya. Dan cukup....sunyi. Terhitung belasan kilometer rumah ini terpisah dari rumah lainnya, dan harus berjalan melewati jalan setapak beberapa meter baru sampai didepan pintu masuk.

Luhan melirik kesekeliling dengan pandangan penasarannya "Tidak ingin masuk?" Sehun terlihat mengerutkan dahinya. Luhan tersentak, sedikit berjalan tergesa kearah Sehun dengan hati-hati karena Sehun bahkan belum menyalakan lampu depan.

"Ki-kita dimana?" Luhan bertanya penasaran, melirik kesekeliling rumah minimalis tersebut dengan pandangan sedikit kagum.

Auranya terlihat lebih hangat dan nyaman, berbeda dengan rumahnya yang tergolong mewah namun tetap saja memiliki aura dingin yang kentara.

"Rumahku" Sehun melepas jaketnya dan melemparkannya kearah sofa. Luhan masih mengikutinya, agak bingung dengan apa yang akan Sehun lakukan selanjutnya.

"Tinggal sendiri?"

"Apa kau pikir aku masih pasienmu, sampai kau banyak bertanya?" Tanya Sehun datar lalu berjalan menuju dapur. Luhan terdiam dan mengulum senyum kecilnya.

"Ah maaf"

Sehun memandangnya sesekali lalu mengambil sebotol wine ditangannya, membukanya lalu menuangkannya disalah satu gelas yang sudah dia ambil terlebih dahulu.

"Ingin?" Luhan menggeleng. Dia tidak bisa meminum minuman seperti itu. Katakan saja dia begitu kuno, tak begitu tertarik dengan hal begitu.

"Jadi...kenapa kau tidak berpikir untuk lari tadi?" Tanya Sehun secara langsung sambil menyeruput minumannya sejenak.

🅳🅾🆄🅱🆃Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang