SCENE THREE
YANG JEONGIN
di kali kedua jeongin bolos pelajaran matematika, dia tak lagi menemukan hyunjin di green house. tidak pula di toilet siswa atau atap sekolah.jeongin hanya berjalan-jalan menyusuri lorong karena bingung ingin melakukan apa. ketika sampai di koridor kelas dua, dia melompat kecil dan meninggikan tumit untuk melongok ke jendela. mengintip ruangan kelas tempat berlangsungnya kegiatan belajar-mengajar. siapa tahu, di antara murid-murid yang sibuk menyimak penjelasan guru, ada hyunjin.
berulang kali meniti satu per satu siswa-siswi yang ada di kelas, akhirnya jeongin menemukan sang kapten klub voli. duduk di bangku paling depan. pemuda itu terlalu tenggelam pada rasa ingin tahu dan takjub akan sebuah sajian di papan tulis—sketsa jamur raksasa beserta panah-panah kecil yang menunjukkan setiap bagian beserta penjelasan singkat.
oh, biologi. pada dasarnya jeongin jauh lebih menyukai matematika daripada pelajaran yang mengulik hayati itu. menghapal adalah seterunya sejak pertama kali mendudukkan diri di bangku sekolah. dia tidak suka mengingat-ingat nama latin hewan dan tumbuhan (karena baginya, untuk apa susah-susah mengeja oryza sativa kalau hanya merujuk pada padi?), tahun terjadinya suatu peristiwa, dan periodisasi sejarah.
maka dari itu, jeongin senang berkecimpung dalam ilmu pasti. mengalkulasi angka-angka dalam kurung matriks, menentukan waktu untuk ketinggian maksimum suatu gerak parabola, dan menghitung persamaan garis singgung. dia menyukai pelajaran yang justru dipusingkan haseul—makanya mereka sering berlainan pendapat dan selera.
akan tetapi, alasan jeongin membolos pelajaran matematika saat ini bukan karena dia tidak suka materi integral. gurunya sakit dan sedang menjalani perawatan selama sebulan terakhir. sekolah menunjuk guru lain untuk menggantikan, dengan gaya mengajar yang kuno seperti zaman kuda gigit besi. daripada berujung membenci, jeongin memilih untuk keluar kelas, menghirup udara segar.
"sedang apa kau di sini?"
oh, crap. jeongin berhenti mengintip, tersenyum kikuk pada guru biologi yang ternyata menyadari keberadaannya selagi menerangkan materi di kelas. dia tak tahu harus berkata apa.
"m-mencari hyunjin—"
"cepat kembali ke kelas!" guru itu segera memotong sebelum jeongin benar-benar menyelesaikan kalimatnya.
"i-iya, bu."
━━━━.⋅ ❈ ⋅.━━━━
hyunjin sedang sibuk mencatat materi tentang fungi di papan tulis ketika gurunya kembali masuk ke kelas dengan wajah masam.
"hwang hyunjin, tadi ada anak kelas satu yang mencarimu." perkataan wanita separuh abad itu membuat pemuda berambut hitam mengangkat kepala, berhenti menulis. ekspresinya menggambarkan kebingungan. "laki-laki. mukanya lucu. pacarmu, ya?"
seketika ruang kelas langsung dipenuhi riuh siul dan berbagai macam sorakan yang ditujukan pada hyunjin. yang bersangkutan justru semakin mengerutkan kening karena sedari lahir dia tidak pernah mengencani seseorang.
"siapa?"
tetapi sang guru tidak terlalu memperhatikan pertanyaannya, jadi hyunjin hanya dibiarkan mendengar ciutan yang saling bersahut.
("cie. akhirnya hyunjin ada yang suka."
"hatiku patah, lho, hyunjin!"
"punya pacar kok tidak bilang-bilang, sih?"
"kenalkan aku dengannya, dong!")
membanting bolpoin ke meja, hyunjin menatap galak ke arah teman-temannya. "berisik!"
━━━━.⋅ ❈ ⋅.━━━━
jeongin pulang ke rumah dan menemukan kakaknya sedang menyeduh teh.
"tumben tidak pulang dengan seungmin?" haseul bertanya sembari mendudukkan diri di sofa. alisnya naik turun, mencoba menggoda jeongin, "sekarang hampir pukul delapan malam—wow. kau tidak kencan dulu, kan?"
disambut seperti itu membuat jeongin salah tingkah. telapak tangannya menyapu tengkuk, mengusap-usap dengan wajah canggung. dia memilih tidak berkata apapun dan berjalan cepat menuju kamar.
tetapi haseul tidak akan puas sebelum melihat adiknya tersipu.
"oooh, malu rupanya." gadis itu membalikkan badan, menyaksikan jeongin batal membuka pintu kamar hanya karena gurauan sang kakak. "kencan dengan siapa, hm? adikku sudah besar ternyata."
"aku tidak kencan!" jeongin tanpa sadar memekik. keringat mulai mengalir deras, dari pelipis turun ke sisi wajah. "hanya menonton latihan voli."
haseul memasang wajah terkejut yang dibuat-buat, membuat jeongin semakin keki ingin mendecih. "kukira kau hanya tertarik pada fisika, sayang."
kemudian terdengar suara pintu yang dibanting. jeongin segera melepas kancing seragam, napasnya sahut-menyahut seperti hendak mengeroyok seseorang—ya, mungkin ingin melayangkan tinju ke haseul. dia tidak mengerti kenapa dirinya sebegitu malu ketika digoda padahal haseul terlalu sering bertingkah demikian.
mungkin jeongin terlalu lelah memperhatikan hyunjin latihan voli sampai larut malam.
────✧
maaf, updatenya
emang ngaret.