SCENE TWELVE
TOUCHY-FEELYada sebuah gelenyar. yang membuat merinding seluruh tubuhnya, yang melaung sebuah kalimat keras-keras dalam gendang telinga: temui hyunjin temui hyunjin temui temui temui!
jeongin kembali mereguk sunyi ketika seungmin pamit pulang. perabotan rumah tidak bisa diajak bercengkerama. penyiar radio maupun pembaca berita di televisi mustahil menanggapi apa yang dia ucapkan, mereka hanya mau bicara sendiri. kembali pikirannya menyebut nama hyunjin. sudah lebih dari seminggu sejak makan malam di rumah keluarga hwang—haruskah jeongin bertandang lagi untuk kedua kalinya?
sebelum dia benar-benar memutuskan, tangan sudah meraih gagang pintu.
━━━━.⋅ ❈ ⋅.━━━━
suasana kedai berubah tenang setelah bermenit-menit ricuh karena tangisan anak dari seorang pelanggan. heejin melipat bibir, menghitung berapa banyak denting sumpit besi dan mangkuk yang saling beradu, menghirup napas dalam-dalam untuk bicara.
"aku minta maaf."
hyunjin menghentikan suapannya, menatap si gadis dengan alis terangkat, "maaf untuk apa?"
apakah pemuda itu sengaja membubuhkan sarkasme secara implisit atau sungguhan merasa bingung, heejin tidak bisa menebak. kini tangannya saling bertaut di pangkuan. merunduk, seperti ditelanjangi, merasa seolah eksistensinya tak pantas untuk berpijak di dunia. malu merambati seluruh epidermis.
"untuk kejadian di ruang kesehatan," heejin meremas roknya, berupaya berhenti merasa hina, tetapi kepalanya terus-menerus menggemakan kata jelek itu, "kupikir, kupikir setidaknya aku akan mendapatkan sesuatu. hatimu bisa belakangan. yang ada di benakku saat itu hanya bagaimana cara memikat secara instan, beranggapan bahwa aku cantik dan ada kemungkinan kita bisa bersama-mengingat tak ada keharusan untuk menjadi belahan jiwa siapa pun."
seketika pertahanan heejin runtuh. dia mendenguk, membiarkan helai rambutnya menutupi tangis yang menyerosoh dari pelupuk mata, hampir sembap. kepala seolah ditarik menuju pusat gravitasi. tak sanggup pandangannya dilayangkan untuk melihat air muka hyunjin.
"nyatanya, bukan begitu cara membuat orang jatuh cinta," heejin menyatakan dengan hati yang tersayat-sayat, "kau tidak memaksa untuk membuatku sayang. kau tidak melakukan apapun. aku menyadari bahwa perasaan sukar dituntut, seberapa gigih usaha untuk mencoba. rasanya menyesal telah memperlakukanmu dengan tidak baik. maaf."
heejin berusaha meraih tisu dan menghentikan tangis. semakin malu dirinya, menunjukkan segenap borok pada orang yang dia sukai. hyunjin tak pantas tahu. tetapi semua yang dia pikirkan mendadak buyar karena hyunjin tiba-tiba menarik lengannya, membawanya keluar dari kedai, kemudian menenggelamkan dirinya dalam pelukan.
air mata heejin semakin merembes. ingin rasanya balas peluk demi memperoleh gelenyar kuat, tetapi jemarinya tak mampu. kini, sebuah hati memelihara luka yang menganga, semakin lebar seiring dekapan mengerat. heejin tidak tahu mengapa. seakan-akan dia dibiarkan mengantisipasi kedatangan sesuatu, tetapi tubuhnya sudah terkoyak jauh sebelum sesuatu itu muncul di depan wajah.
"tidak apa-apa," jemari hyunjin mengelus hati-hati punggung gadis yang sedang menangis, bergestur seperti takut makin mengancurkannya, "tidak apa-apa."
━━━━.⋅ ❈ ⋅.━━━━
jalan menuju rumah hyunjin kembali membawa ingatan jeongin terlempar pada malam di mana mereka menjejak langkah pelan ke stasiun. obrolan yang tidak sebegitu banyak, permintaan konyol sang kapten voli (yang anehnya dia sanggupi sampai sekarang), serta sebuah kedekatan yang terasa dahsyat jauhnya. malam itu hyunjin memang di sebelah jeongin, tetapi sulit dijangkau meski tangan mampu saling menyentuh.
jeongin melirik kanan-kiri, mewaspadai ciri yang menunjukkan arah rumah hyunjin. tangannya menjinjing kantung plastik berisikan biskuit dan makanan ringan lain yang dia pilih berjam-jam di sebuah minimarket. jeongin tidak tahu camilan apa yang menjadi favorit keluarga hwang, maka dia mengambil yang paling umum disukai orang-orang saja. tidak mungkin ada yang sudi menolak biskuit, kan?
jantung jeongin tiba-tiba berdentam kuat ketika melihat pagar putih yang menjulang sampai dada orang dewasa. pagar yang melindungi rumah keluarga hwang, mengelilingi dari halaman depan sampai belakang. jeongin membukanya separuh bergetar. di samping pintu utama terdapat lonceng mungil pengganti bel. lagi-lagi jeongin gemetar kala membunyikannya-dia bingung karena kunjungan ini tak beralasan.
"sebentaaar." sebuah vokal menyahut dari dalam. jeongin meneguk ludah, bunyi tapak kaki mendekat pada pintu membuat jantungnya heboh kembali. "astaga mengapa kuncinya sulit dibuka?!"
suara adik hyunjin. jeongin diam-diam terkekeh geli karena bisa membayangkan ekspresi yeojin yang frustasi memutar kunci. ketika asyik tertawa pelan seorang diri, pintu terbuka lebar seperti siap menyambut tamu. yeojin membelalak kemudian mengulum senyum begitu matanya menemukan jeongin.
"kukira kau bertengkar dengan kakakku, astaga, aku senang sekali kau datang." yeojin berkata nyaris memekik kegirangan, tangannya menggiring jeongin untuk masuk ke dalam. "kami baru saja selesai makan malam. tapi ayamnya belum habis, kok! ayo, selagi mejanya belum dirapikan."
jeongin selalu tersentuh dengan sikap hangat keluarga hyunjin ketika menyambutnya. dia menyunggingkan senyum lembut, menyodorkan kantung belanjaan dari minimarket, "oleh-oleh kecil. apa kakakmu ada di rumah?"
✧・゚: *✧・゚
selamat malam!
aku pengen nanya, dong. ada yang tau perbedaan penggunaan : (titik dua), dan ; (titik koma) ga? aku bingung, soalnya pas nanya guru sama internet jawabannya beda huhu aku gatau harus menganut yang mana.
anyway, semoga bab ini bisa menghibur kalian, ya. makasih udah baca <3