What ending that you mostly like? Sad or happy ending?
J: Not at all.
-GONE-
7 years later
Jieun kembali berjalan melalui trotoar itu. Lagi.
Tempat di mana dulu Taehyung mengajaknya jalan-jalan sebelum kejadian tragis itu menimpa Taehyung.
Masih ingat toko es krim di seberang itu?
Ya. Toko itu sekarang sudah tidak ada di tempat itu lagi. Lebih tepatnya dipindah ke gedung yang lebih besar karena berdasar info yang beredar, toko itu sedang naik daun. Otomatis memerlukan tempat yang lebih luas karena membludaknya peminat es krim itu dan tempat sekecil itu tidak akan sanggup mencukupi permintaan konsumen yang cukup banyak.
Baik. Lupakan tentang es krim.
Dengan sepatu boots-nya, ia menelusuri trotoar itu. Sambil kembali mengenang kenangan itu.
Sesekali ia memerhatikan jalan sembari memasukkan kedua tangannya ke dalam saku mantelnya.
Akhirnya ia benar-benar bisa menerima. Walau ia masih merasa kehilangan, namun perlahan ia bisa menerimanya dengan lapang dada.
Namun di detik itu juga ada kejadian yang cukup membuat matanya terbelalak.
Sebuah mobil melaju cepat dari arah timur saat seorang pemuda menyeberang sambil menenteng tas belanja di tangan kanan dan kirinya.
Jieun menyaksikan semua itu. Tiba-tiba kakinya terasa berat. Ia hanya bisa menatap dari sini, tidak lebih.
Ia benar-benar melihat darah segar yang tercucur di kepala pemuda itu.
Kejadian yang tadi mengingatkannya kembali pada Taehyung waktu itu.
Namun ia tidak melupakan tujuan semulanya. Kedai kopi DNA. Ia ingin menuju kedai kopi itu dengan berjalan melalui trotoar ini, hanya itu saja.
Sebelum melangkah, ia menarik dan menghembuskan nafasnya sembari memejamkan matanya kemudian dengan mantap melangkahkan kakinya dan berjalan menuju kedai kopi itu.
Kedai kopi DNA, tempat di mana semua rencana itu ada. Tempat di mana dulu ia bekerja. Tempat di mana masalah besar bermula.
Tujuannya di sini hanyalah untuk bertemu dengan seseorang. Atau mungkin banyak orang.
"Mommy!" sebuah suara terdengar nyaring begitu Jieun memasuki kedai tersebut.
Jieun tersenyum begitu mendengar suara dan langkah kaki kecil yang mendekatinya. Ia kemudian menjajarkan tubuhnya setara dengan tubuh anak manis itu.
"Di mana ayahmu?" ucap Jieun sembari mengelus rambut anak itu dengan lembut.
"Jiwoo, habiskan dulu pancake-mu!" sebuah seruan terdengar dari tengah.
Jieun melirik orang itu, orang yang memanggil anak ini. "Ia bersamaku!"
"Jiwoo, kau tidak menghabiskan pancake-mu lagi, ya? Ayo ke sana! Ayahmu menunggumu," ucapnya sembari mencubit pipi Jiwoo gemas kemudian menggiringnya menemui ayahnya.
Jieun menepuk pundak orang itu. "Hei, Jim, kau menelantarkan anakmu lagi ya?"
Otomatis Jimin membalikkan badannya sehingga sekarang ia berhadap-hadapan dengan Jieun. "Sembarangan! Jika aku dan Jina tidak sibuk, aku tidak mungkin menelantarkan Jiwoo."
Jieun terkekeh. "Kau, apa kau dan Jina setiap hari sibuk, hmm, sehingga selalu menitipkan Jiwoo padaku?"
Sikap Jieun tidak pernah berubah. Bahkan di umurnya yang terbilang dewasa itu, sikapnya masih terlihat seperti anak kecil.
"Berhenti berkata seakan-akan kau tidak menyukai Jiwoo." Jimin melipat lengannya.
"Satu-kosong hehe. Aku tidak keberatan sama sekali jika kau menitipkan Jiwoo padaku. Ia sangat lucu! Pipi Jiwoo mirip sekali denganmu, benar 'kan, Jiwoo?"
Jimin tidak habis pikir dengan Jieun. Ternyata ia menikahi orang yang benar.
Jina, bukan Jieun.
Jieun tanpa aba-aba menduduki kursi yang tidak jauh dari tempatnya berdiri. "Bagaimana kabar toko? Baik?"
"Baik, sangat baik. Kau bisa melihatnya sekarang! Penjualan naik 30%. Cukup memuaskan!"
Jieun turut senang mendengar kabar baik itu. Sekarang tidak ada yang ia khawatirkan lagi. Ia sudah bahagia dengan hidupnya.
"Di mana Jungkook?" tiba-tiba pertanyaan itu muncul di kepala Jieun.
"Ia sedang bulan madu bersama istrinya."
Jungkook baru menikah satu tahun yang lalu. Tipenya memang susah, tapi akhirnya ia menemukan seseorang yang cocok bersamanya. Dan yang paling penting; ia bahagia bersamanya.
Bulan madu? Ia baru sempat menjalankannya sekarang karena masing-masing dari mereka sangat sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.
"Kautahu di mana Taehyung sekarang?" Jimin tiba-tiba bertanya. Kembali mengungkit Taehyung.
"Tentu saja tidak!"
Taehyung dan Shinri seolah ditelan bumi sejak itu. Mereka tidak memberi kabar sama sekali. Bahkan batang hidungnya juga sudah tidak nampak.
"Mungkin sudah mati, dibunuh Jieun lain." Jimin tiba-tiba berceletuk dan mendapat jitakan keras dari Jieun.
"Aku bukan pembunuh, bodoh!" Jieun masih sama seperti dulu.
Lalu yang dulu itu apa? Pikir Jimin.
Jieun kembali berdiri, kemudian merapikan busananya. "Aku mau pulang. Aku sudah melihat Jiwoo."
"Jadi kau ke sini hanya untuk melihat Jiwoo?"
Jieun menganggukkan kepalanya. "Aku pergi!" disusul dengan langkah kaki menuju pintu keluar kedai tersebut.
Baru saja ia ingin membuka dan melangkahkan kaki keluar, tiba-tiba sosok itu hadir kembali.
Ia benar-benar di sini. Berada di depan Jieun.
Masih tampan seperti dulu. Semuanya masih sama. Bahkan setelah 7 tahun lamanya, wajahnya masih tampak muda.
Dengan pakaian casual yang memberi kesan muda, ia berdiri sembari memegang gagang pintu tersebut. Tidak, ia tidak bersama siapa-siapa. Hanya ia seorang diri.
"Hai. Di mana istrimu?" Jieun menyapa dengan senyum kecut.
Pria itu hanya terdiam di tempat, tapi dari mimiknya, ia seperti ingin mengatakan sesuatu.
"Katakan saja." Ternyata sifat peka Jieun masih berjalan dengan baik.
Taehyung menarik nafasnya kemudian dengan pelan mengucapkan satu kalimat yang berhasil membuat Jieun membelalakkan mata dan meremas mantelnya.
"Jieun ...,"
"Kembalilah padaku."
Adzapp presents,
Gone,
Bangtan fanfiction,
25th June, 2018Fin➖

KAMU SEDANG MEMBACA
Gone
Fanfiction[COMPLETED] "I can't accept the fact that the only one who thinks I'm worth, is gone." Kecelakaan itu membuat Jieun tidak pernah menyangka bahwa orang itu benar-benar pergi dari dunia ini, tetapi di dalam hatinya, ia sangat percaya bahwa orang itu t...