22

4.3K 140 11
                                    

"A...aku...."

"Sstt diam sayang, aku masih ingin melihat mata indah ini." Felix menaruh telunjuknya dibibir Erika, lalu bergerak keatas hingga menyentuh kelopak mata kanan Erika. "Mata ini yang akan terus menjadi canduku, dan mata yang akan menurun pada anak-anakku nanti."

Erika sedikit terenyuh dengan ucapan terakhir Felix padanya, namun tersadar ia harus melupakan semua tentang Felix karena sebentar lagi ia akan meminta cerai.
Ia menjauhkan tangan Felix dari matanya, "Fel, aku ingin berbicara sesuatu yang penting padamu, dengarkan dulu."

Felix menggeleng pelan penuh kelembutan. "Sebentar sayang, matamu ini terlalu indah untuk dialihkan. Seakan-akan mata ini memanggilku untuk dilihat terus menerus. Kau tau artinya apa?"

Erika dengan mengernyit bingung menggeleng.

Felix mendekatkan bibirnya pada telinga Erika, lalu berbisik. "Itu artinya...kau harus selalu berada disampingku untuk kulihat terus menerus mata ini, Hidung ini, bibir ini, telinga ini, rambut ini, semua yang ada pada dirimu...karena kau...hanya milikku."

Deg

Erika terdiam.

"Kau tidak akan bisa pergi dariku. Kau ingin lari? Aku akan lebih dulu merantaimu diatas ranjangku. Kau ingin membunuhku? Aku akan lebih dulu membunuhmu dengan dengan rasa yang membuatku tergila-gila terhadapmu. Kau ingin mati? Tidak, tidak. Aku yang akan mati, karena...terlalu jatuh dalam pesonamu yang rupawan, dan hati yang menawan.
Kau mengerti itu..., Mrs. Payne?"

Erika hanya bungkam.

"Kau mengerti itu, Mrs. Payne?" tanya Felix lagi dengan semua kata diberi penekanan.

Erika yang mulai ketakutan pun mau tak mau mengangguk dengan lesu.

Felix menyeringai puas, dan menjauhkan bibirnya dari telinga Erika.
"Aku akan pergi sebentar, tidurlah lebih dulu."

Erika hanya mengangguk.

Sebelum pergi Felix mencium kening Erika dengan lembut, lalu beranjak keluar. Tidak lupa mengunci pintu, dan memerintah 5 bodyguard sekaligus menjaga depan pintu kamar mereka.

Erika menjatuhkan tubuhnya diatas ranjang, dan menangis dalam diam.
Ia takut dengan Felix, ia ingin pergi, namun ia juga takut mendapatkan hukuman yang lebih parah lagi dari sebelumnya. Ia tak mau dicium dengan kasar. Ia tak mau menjadi budak sex-nya yang liar. Ia tak mau diguyur dengan air panas. Ia tak mau dicekik. Ia tak mau mendapatkan hukuman lagi darinya. Ia tak mau semua itu lagi. Tak mau lagi. Semua itu tidak hanya menyakiti fisiknya, namun juga batinnya.

"Apa... aku kabur lagi saja sekarang? Bukankah tadi ia bilang ia akan pergi?" gumam Erika dengan matanya yang sembab.

Erika mengangguk mantap."Sekarang saja."

Ia segera bangkit menuju kamar mandi untuk mencuci muka terlebih dahulu, lalu membuka jendelanya untuk melihat-lihat kebawah.

"Oh my gosh, yakin lompat dari lantai 2? Aku masih ingin hidup," ujar Erika dengan bergidik ngeri.
Bagaimana bisa melompat dari lantai 2, sedangkan dibawah itu adalah aspal? Salahnya Felix menaruh jendela tepat diatas aspal dibandingkan diatas rerumputan.

Erika berpikir keras, dan tak sengaja melihat selimutnya, lalu hordeng jendela. Bagaimana jika pakai kedua benda itu yang disatukan?

"Benar, pakai itu saja!" Erika mengangkat kursi meja make upnya dari walk in closet, lalu menaruhnya tepat dibawah hordeng. Kemudian, menaikinya, dan segera membuka semua kaitan yang ada dihordeng tersebut.
Setelah selesai, ia satukan dengan selimut hitamnya dengan cara mengikat dengan kuat. Lalu, ia ikat kain itu di kaki ranjangnya. Kenapa kamar ini tidak ada balkon? Mungkin Felix berjaga-jaga jika ia akan melompat kebawah, namun sayangnya sekarang ia akan melompat kebawah melewati jendela.

Erika menarik-narik kain itu terlebih dahulu untuk lebih menguatkannya.

'Ceklek
"Apa yang kau lakukan, sayang? Berniat kabur?"

Deg

Jantung Erika seperti berhenti berdetak, dan petir menyambar tubuhnya hingga membuatnya lemas. Ia pasrah jika itu adalah Felix. Bukan, bukan, itu memang Felix. Dengan gerakan lambat Erika memutar kepalanya menghadap pintu kamar.
.
.
.
.
.
.
Benar, Felix.

Refleks Erika melepaskan genggamannya dari kain itu, dan menatap wajah Felix dengan tegang. Yakinlah, ia pasti tidak bernafas sangking tegangnya.

"Apa yang kau lakukan dengan kain-kain yang kau satukan, dan kau ikat di kaki ranjang kita itu, sayang?" Felix menatap dingin manik mata istrinya.
Ia berjalan mendekati tubuh Erika dengan perlahan, dan satu langkah demi langkah menambah acuan jantung Erika berpompa lebih cepat.

"A...aku...aku...aku hanya ingin...ingin bermain tarik-tarikkan dengan kain ini, F...fel," jawab Erika dengan bergetar. Apakah alasannya berkesan bodoh? Sudahlah, yang terpenting ia bisa bebas dari singa yang sebentar lagi akan menerkamnya didepannya.

Felix memiringkan kepalanya dengan wajah (di)polos(kan). "Benarkah?"

Erika mengangguk dengan penuh takut.

"Oh, begitu. Baiklah, ayo kita tidur," ajak Felix dengan melepas kemeja birunya, dan melemparnya ke keranjang khusus pakaian kotor dibalik pintu kamar mereka. Lalu, lebih mendekati tubuh Erika.

Erika sedikit bernafas lega, namun menjadi takut lagi dengan Felix yang berjalan lebih mendekatinya.

"Ad...ada apa, Fe...fel?

Tiba-tiba Felix menarik lengan Erika, dan membantingnya ke ranjang dengan kuat. Lalu, mendekati bibirnya menuju telinga Erika, dan berbisik dengan penuh makna berbahaya. "Kau fikir aku akan terjebak dengan alasan bodohmu itu..., sayang? Sayangnya aku tak bodoh, Erika."

Erika ingin sekali menangis antara karena punggungnya sakit dibanting dengan kuat ke ranjang, dan menangis ketakutan sekarang. Ia harus menangis karena apa?

Felix menjauhkan bibirnya, dan mengelus pipi Erika dengan lembut sekaligus matanya yang ikut memperhatikan gerakan tangannya.
"Kau tau aku adalah pengusaha muda sukses yang sangat pintar, bukan? Bahkan saat di SMA dulu aku adalah siswa setianya peraih juara 1 di SMA tercinta kita, dan pemenang juara 1 nasional, dan masuk kedalam jajaran internasional dalam bidang akademik, maupun akademik. Kau pasti masih mngingat semua itu, bukan? Kau pasti mengingatnya, karena kau sudah menjadi kekasih ku. Aku pun dengan senang hati membunuh semua pria yang mendekatimu, mengajakmu berkencan, atau mengajakmu berbicarapun aku rela mengotorkan tangan ku ini demi kau tetap menjadi milikku, bukan orang lain."

Mendengar pernyataan itu, Erika terbelalak terkejut, ia tak menyangka jika yang membunuh semua pria yang mendekatinya, bahkan yang mengajaknya berbicarapun mati adalah dia.

"Terkejut, huh? Kau sangat bodoh tidak menyadari kegiatan yang menjadi hobi ku dari dulu itu."

"Dan, sekarang...yang harus kau lakukan adalah...." Felix mendekati bibirnya lagi pada telinga Erika. "Memuaskan suamimu hingga matahari terbit esok."

Deg

Lagi, dan lagi, Erika merasakan disambar dengan petir yang berkekuatan sangat amat besar. Ia tidak yakin jika besok ia masih hidup. Ia menjadi manusia paling sial yang mati karena diperkosa suami sendiri dari malam hingga pagi.

Tbc

WARNING! PART SELANJUTNYA ISINYA ADULT 18++(+ nya seribu kali)
SEKALI LAGI ADULT 18+×-÷
DIMOHONKAN BIJAK DALAM MEMILIH BACAAN!!
JIKA MASIH MEMAKSA INGIN MEMBACA SILAHKAN, TAPI DOSA DITANGGUNG SENDIRI, DINDA ANGKAT TANGAN. DINDA MASIH PENGEN NGERASAIN SURGA NYA ALLAH😂

Mau baca part selanjutnya? Vote, komen, dan bagikan cerita ini ke temanmu, keluargamu, atau siapapun.
Terima kasih telah memberi voment, dan bagikan😉

Regards,
Dinda yang lagi bete😤

Possessed By Them[Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang