"Yang ini 180 derajat, kau hanya perlu tulis apa yang ku suruh!"
Kesabaran Eunha sudah di uji sejak dua jam yang lalu.
"Sudahlah! Aku tidak mengerti!"
Buku yang tengah Jungkook pegang ia lempar begitu saja.
Mungkin sepulang dari sini, ia harus ke rumah sakit untuk mengecek darah tingginya. Rasa ingin marah ia tahan begitu saja saat melihat Jungkook yang mulai frustasi sambil mengacak - acak rambutnya. Padahal sebenarnya, yang lebih frustasi disini adalah Eunha, bukan Jungkook.
"Walaupun kau luntang - lantung, tapi nilai mu lumayan bagus akhir - akhir ini."
Eunha membenarkan kenyataan bahwa nilai Jungkook memang meningkat belakangan ini.
"Itu juga berkat kau! Tidak keberatan kan, jika bukan hanya tugas ku saja yang kau kerjakan?"
Sedikit berpikir apa yang diutarakan Jungkook. Namun sepersekon kemudian ia paham kemana arah bicaranya. Selama ini ia memang mengerjakan tugas Jungkook sedikit jika pria itu sedang malas. Akh, bukan Jungkook saja. Tugas Jimin dan Taehyung juga ia kerjakan. Pada awalnya Jungkook hanya bilang bahwa ia tidak mengerti dengan materinya. Namun, ujung - ujungnya ia mengatakan bahwa ia lelah sudah belajar seharian. Alhasil tugasnya yang terbengkalai lalu ia kasih pada Eunha agar dapat terkejar.
Bukannya apa - apa. Eunha juga memiliki kesibukan belajar sendiri untuk mewakili olimpiade di sekolahnya. Jika hanya Jungkook saja yang ia urusi, bagaimana dengan dirinya? Pasalnya, walaupun Eunha bersikeras agar tempat belajarnya di sekolah saja sehingga weekend seperti ini ia bebas belajar di rumah, namun Jungkook malah mengancam tidak mau belajar dan akhirnya mengadu pada kepala sekolah.
Sebagai gadis yang baik, Eunha tidak mau mengingkari amanat yang di berikannya pada orang lain. Entah ia terlalu bodoh atau bagaimana, yang jelas, Eunha hanya ingin menikmati perannya saat ini. Ia terlalu lelah berdebat dengan Jungkook si kepala batu. Sering kali Jungkook mengajak Eunha agar belajar di kamarnya bukan di ruang tamu miliknya.
Aneh namun nyata, mereka sudah terbiasa dengan ini. Eunha hanya di tugaskan mengajar Jungkook tiga kali seminggu dengan tak tentu hari. Eunha yang tadinya memilih hari Senin, Kamis, dan Jum'at hanya bisa mendengus pasrah saat Jungkook mengganti hari jadi Selasa, Sabtu, dan Minggu. Memang kebetulan sekali sabtu dan minggu Eunha libur bekerja. Jadi, ia tidak terlalu capek terus beraktivitas tanpa henti.
"Terserah kau saja. Toh jika aku menolak, ujung - ujungnya kau mengancam kan?" Eunha sudah hafal dengan Jungkook. Ia pemaksa, apa yang ingin ia dapat harus terpenuhi dengan baik.
Jungkook memicingkan matanya meneliti wajah Eunha. Ia sama sekali tidak tertarik pada wajah itu. Padahal belum tau saja jika dibalik kaca mata dan kepangan rambutnya akan menampikkan wajah cantik dan sederhana. Jungkook sudah dibutakan oleh balas dendam nya yang tak berujung.
Niat nya hanya satu. Gadis nerd di depannya ini hanya perlu dijadikan kacung nya dengan embel - embel perasaan Jungkook. Terlalu naif mungkin jika Jungkook beranggapan bahwa wanita itu sama saja. Namanya juga tidak pernah berurusan dengan wanita, hasilnya ia akan kaku walaupun itu dibuat - buat. Sampai sekarang ini ia hanya menganggap Eunha bedebah. Ucapan sayang yang diutarakannya? Hanya palsu belaka.
"Eunha-ya..."
Semakin dalam Jungkook menatap mata dibalik kaca mata bulat Eunha. Sadar atau pun tidak, Eunha mensejajarkan wajahnya sedikit agar dapat berpapasan dengan wajah Jungkook. Lekat, dalam, tampak sayu. Mata hitam nan legam itu seperti menyedot Eunha agar masuk ke dalamnya. Mengapa Jungkook begini? Ia tau jika Eunha masih ragu, ragu dengan apa yang Jungkook katakan, ragu dengan semua sikap nya pada Eunha, ragu untuk hanya sekedar membalas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Love ✓ [TERBIT]
FanfictionKetika Jung Eunha si anak baru mendapat masalah dari sekolah barunya karena pemuda yang notabenenya seorang 'BAD BOY' bernama Jeon Jungkook si penguasa sekolah. Mungkin kalian sudah tidak percaya tentang pembulian di sekolah yang berujung pada tinda...