-Delapan-

1.2K 115 3
                                    

Pukul 06.30

Christal sudah siap dengan seragam SMA-nya. Ia menyisir poninya ke depan dengan rapi. Ia juga mengepang rambutnya yang berwarna pirang dengan gradasi pink yang cantik menjadi dua bagian. Ia tidak sadar melakukan hal itu-seperti sebuah kebiasaan. Sejenak ia berpikir bagaimana sebenarnya dia sebelum akhirnya menjadi arwah. Mengapa ia tak ingat apapun tentang dirinya sendiri

Namun sekarang ia mengesampingkan rasa penasarannya itu. Untuk sementara, ia memutuskan untuk hidup sebagai gadis ini dulu. Bukankah ia juga tidak mengenali wajahnya sendiri? Jadi siapa tahu gadis ini suatu saat ini dapat membantunya juga.

Ia mencoba berpikir positif.

Christal menemukan kacamata berbingkai hitam di laci meja rias. Saat ia menggunakannya, penglihatannya jadi lebih jelas. Meskipun tanpa benda itupun ia masih dapat melihat dengan baik.

Ia memasukkan buku-buku pelajaran ke dalam tasnya. Seharusnya gadis ini sudah kelas 2 SMA, hanya saja tertunda karena koma yang ia alami, sehingga ia harus mengulang lagi di kelas 1.

SMA Purna Bhakti, tempat sekolahnya itu juga tak keberatan. Karena apa yang dialami Christal memang hal yang tak bisa dihindari. Lagipula pihak pengacara-perwakilan Alm. Ayahnya, juga sudah membayar penuh uang sekolah gadis itu. Jadi tak ada alasan untuk menolak.

Christal mematut dirinya sekali lagi di cermin. Ia tersenyum lebar, ikut bangga karena wajah gadis ini memang lumayan. Meskipun sedikit chubby. Ia melihat ke arah bawah dan melupakan sesuatu. Namun sedetik kemudian mendapat ide dimana ia bisa mendapatkan sesuatu yang ia butuhkan itu.

"Lepas! Itu punyaku. Seenaknya aja pakai sepatu orang tanpa ijin! Itu barang mahal!" Karen berteriak kesal saat Christal baru turun menuju lantai satu. Ia murka karena salah satu sepatu sekolah terbaiknya dipakai Christal tanpa seijinnya.

Christal dengan sikap masa bodohnya hanya melewati gadis itu tanpa merasa bersalah. Ia meneguk segelas susu diatas meja yang entah milik siapa.

"Emang kalau aku ijin kamu bakal kasih? Nggak kan. Yah mending langsung pakai" Ucapnya cengengesan.

"Kamu yaa!!" Karen mengangkat tangannya dan berniat menampar Christal. Namun dengan mudahnya tangan itu ditangkis. Christal bahkan menepis tangannya dengan kasar. Karen meringis karenanya.

Ia juga syok karena Christal yang dulu tidak akan pernah berlaku begini. Christal yang dulu pasti menangis sesenggukan sambil memegangi pipinya yang memerah. Ia juga pasti minta maaf berulang kali walaupun ia tak melakukan kesalahan apapun. Karen heran mengapa sifat gadis di hadapannya bisa berubah sangat drastis hanya karena hilang ingatan.

Yang hilang kan ingatannya, bukan sifatnya.

Ia geram sendiri memikirkan hal yang tak ada jawabannya itu. Karen tak berani lagi melakukan perlawanan. Ia membiarkan gadis itu melewatinya menuju mobil yang sudah disiapkan.

Dari atas sana, Dessy terlihat geram dan mengepalkan kedua tangannya melihat kejadian barusan.

***

Christal menuju sekolah dengan diantar sopir. Berbeda dengan Karen yang sudah menggunakan mobil sendiri. Ia tak mempermasalahkan hal itu. Lagipula ia juga merasa tak bisa menyetir, SIM pun tak punya.

Sepanjang perjalanan ke sekolah, Christal berusaha bertanya tentang dirinya di masa lalu kepada Pak Tino, sopir pribadi di keluarga itu. Namun Pak Tino hanya menjawab sekedarnya tanpa memberikannya titik terang. Seakan  orang itu sudah dikontrol oleh tantenya. Christal pun hanya bisa pasrah. Ia akan mencari tahu sendiri nantinya.

Sa Vie [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang