2. Perampok, Penipu, dan Segenggam Tanah (2)

712 58 8
                                    

"Apa – apaan ini?" aku hanya bisa bergeleng – geleng heran melihat gagasan orang yang bisa dibilang pemegang kekuasaan tertinggi di negeri ini.

"Hahahaha.. Begitulah anak muda, politik memang rumit. Tak semudah membuat sandwich isi campur." Gerald tertawa lepas menengok ekspresiku ketika kubaca koran dagangannya.

"Hey, membuat Sandiwch tak semudah itu!" aku tukas menjawab dengan lugas. Teringat dengan sandwich tadi pagi yang kubuat.

"Hahahaha....." Gerald terus menambah kecepatan tawanya.

Aku yang mulai jengkel, mulai melangkah pergi meninggalkan Gerald dan kios korannya. Taman menjadi destinasiku sebelum aku beranjak pulang ke apartemen. Bunga – bunga bermekaran menyambutku datang ke taman. Aku duduk di bangku kayu pualam yang tepat berdampingan dengan pohon akasia.

Selama beberapa menit aku mulai berpikir tentang berita yang baru saja kubaca tadi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selama beberapa menit aku mulai berpikir tentang berita yang baru saja kubaca tadi. Itu mengingatkanku pada cerita mendiang Ibu tentang Ayah. Aku masih ingat ibuku pernah mengatakan bahwa ayah adalah seorang prajurit Kerajaan Inggris yang hebat.

Saat Perang Dunia I, ayah ditugaskan di garis depan Perancis yang berbatasan langsung dengan Jerman. Pernah kudengar kisah yang menceritakan kehebatan ayahku dulu. Ayah diklaim pernah menyelinap ke Markas Besar Jerman di Rühr dan berhasil membawa produk Intelejen rencana penyerangan pasukan utama Kerajaan Jerman. Hebatnya, beliau melakukannya seorang diri. Memang terdengar seperti dongeng sebelum tidur. Namun, itu semua bukanlah bualan anak TK semata. Mungkin Xander sangat kebelet masuk akademi militer karena ingin mengikuti jejak ayah.

Tahun 1918, tahun terakhir Perang Dunia I, ayahku kembali ditugaskan di garis depan untuk mengkomando pasukan elit khusus yang dijuluki 'The Alpha One'. Pasukan elit yang sangat populer pada masanya. Sampai – sampai ada syair yang mengatakan :

"The Alpha One;

You're the Enemies' Foe;

Nothing can take your Throne;

We on your Owe."

Namun, itu tak berlangsung lama. Surat kabar Jerman yang sampai di Inggris mengatakan bahwa mereka mengklaim telah membunuh seluruh pasukan 'The Alpha One'. Itulah cerita yang kudengar dari mendiang ibuku. Teressa Treymond, Ibuku meninggal setahun yang lalu karena penyakit lambung yang ia derita. Aku tak pernah melihat wajah ayahku yang sebenarnya, tapi yang jelas aku mengenal namanya. Denariand Rudchoff. Begitulah panggilannya.

Langit mulai menampakkan sisi gelapnya dan udara semakin dingin menusuk hingga ke tulang. Sampai akhirnya tetesan air keluar dari peraduannya.

"Hujan?"

Aku yang masih duduk termenung, sontak berlari dan bergegas pulang ke apartemenku. Meskipun sedang musim panas, Inggris tak selalu berhawa panas seperti nama musim yang mengikatnya. Inilah Inggris. Tak dapat ditebak. Seperti orang – orang yang menghuninya.

***

Kubuka pintu hijau tua apartemenku. Hoodie sekaligus baju dan celana jeansku basah kuyup terpapras hujan. Aku mengusap rambutku yang tak kalah basahnya dari pakaianku. Mandi menjadi opsi terbaik saat ini.

Langit belum puas mengeluarkan isinya meski empat jam telah berlalu. Pukul 4 sore, aku ingin menyudahi hari ini. Kubanting tubuhku ke kasur.

Baru saja ku menutup mata, terdengar suara mengganggu yang entah asalnya.

*tek.tek.tek.*

Suara itu berasimilasi dengan rentetan air hujan. Kurasa itu adalah kerikil yang menghantam jendela kamarku

"Oy, Zean! Kau di atas sana kan?"

Sontak aku menjingkat dan membuka jendela kamarku.

"Apa yang,-- Arthur?"

"Apa kau akan berdiri di sana saja menikmati pemandangan?" begitu katanya.

"Apa yang kau mau?" tukasku.

"Aku punya informasi penting. Boleh aku masuk, kawan?"

"Tunggu!" Aku bergegas lari turun dan membukakan pintu apartemenku. Setelah beberapa anak tangga dan beberapa ruangan, tibalah aku di depan gerbang pembatas apartemenku dengan dunia luar.

"Masuklah." Perintahku pada laki – laki yang sudah berdiri di ambang pintu.

"Akhirnya, apa telingamu perlu kubawa ke THT, Rudchoff? Aku berdiri di sana selama 15 menit hanya untuk mengetuk pintu." Jelasnya panjang lebar.

Arthur melepaskan topi hitam yang masih melekat di atas kepalanya. Arthur Manfred 18 tahun, pemuda berdarah campuran Inggris-Jerman yang kebetulan seumuran denganku. Ia salah satu sahabat baikku di sekolah. Arthur adalah seorang jenius di sekolahku. Tak heran ia sangat populer dan yah, sedikit menyebalkan karena saking jeniusnya. Pernah sekali, ia membantah teori guruku yang terkenal dengan julukan 'The Living-Encyclopedia' dengan dalih fakta dan segala kejeniusannya dalam berteori. Itu pun berakhir skorsing selama satu bulan lamanya. Bisa dibilang, ia adalah laki – laki terjenius yang pernah kukenal. Mungkin berlebihan, tapi begitulah kenyataannya.

"Zean kemarilah." Ia lantas duduk di sofa ruang tamu, dan mulai mengeluarkan benda – benda yang entah aku tak tahu apa namanya.

"Apa itu?" Aku menunjuk benda yang ia keluarkan, bentuknya lonjong berwarna coklat kehitaman persis selongsong. Dari dalamnya, Arthur menarik secarik kertas yang bertuliskan bahasa asing, yang kalau kuperhatikan itu adalah bahasa Jerman.

"Ini adalah secarik kertas yang bisa mengubah peradaban Eropa." Katanya sembari meletakkan kertas coklat itu di atas meja.

"Apa? Yang benar saja, hentikan omong kosongmu Arthur." Tukasku sontak menanggapi apa yang barusaja ia katakan. Mengubah peradaban Eropa katanya? Hal gila apa yang mungkin menyebabkan hal bodoh itu?

"Sudah kuduga kau akan mengatakan itu, coba bacalah ini." Arthur menunjuk salah satu kalimat yang ada di kertas itu.

Aku mengerjapkan mata beberapa kali,

"Ini!?" Aku mulai membacanya sekali lagi, memang benar apa katanya.

"Ya, Itu benar Zean. Penipu itu mulai beraksi."


To be continued
____________________________________

Kalau suka jangan lupa vote yak! Itu bintang di pojok kiri bawah!

Satu vote sangat membantu :3

Thanks for reading! Enjoy!

See ya! >_<

-Ar

Reckless World : World War IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang