7. Kabar dari Timur

197 25 5
                                    

Adrian menoleh ke kiri dan kanan, lalu mengambil obeng, kemudian tang. Aku hanya duduk manis di atas kasur melihat si mata ungu ini. Sudah dua jam berlalu, ia masih saja berkutat dengan benda – benda yang berserakan memutarinya.

"Hey, Arthur ambilkan itu!" ia merujuk pada sebuah antena kecil. Arthur mengambilnya lalu melemparkan benda itu pada Adrian.

Sudah dua hari setelah ujian itu. Adrian nampaknya sudah berbaikan lagi dengan Arthur dan Wilhelm. Untungnya semenjak peristiwa itu, kami semakin dekat dengan Ian maupun Adrian.

Suara – suara statis mulai keluar dari alat yang tengah digeluti oleh Adrian itu. Wilhelm dan Ian yang tadinya masih santai berbaring di kasur sontak mendekat ke Adrian.

"Aku hanya perlu menyeimbangkan frekuensinya dan-," Ia memutar tombol bulat yang ada persis di tengah benda itu.

"Akhirnya!" Ia menyeru girang.

Suara statis sudah jauh berkurang dan digantikan oleh suara jelas dari stasiun – stasiun radio.

Breaking News :

Kabar mengejutkan datang pagi ini. Terhitung pukul 8 pagi, tanggal 31 Agustus 1939, pemerintah Jerman atas nama Adolf Hitler mengumumkan ultimatum final kepada pemerintah netral Polandia untuk segera menyerahkan wilayah Provinsi Danzig di Utara Polandia kepada pemerintah Jerman.

Seperti yang telah diketahui, Provinsi Danzig di Polandia adalah bekas wilayah dari kerajaan Jerman yang telah diberikan status kepemilikan oleh Liga Bangsa – bangsa kepada Polandia pasca perang dunia pertama dalam Perjanjian Versailles.

Hari ini, Perdana Menteri Kerajaan Inggris bersama Presiden Prancis melakukan sidang tertutup untuk membahas kegentingan situasi saat ini. Seperti yang dilansir dari koresponden kami, ultimatum Jerman tersebut diikuti dengan ancaman deklarasi perang terhadap Polandia.

Edward Trenton, Radio Kerajaan Inggris.

Kumandang radio itu kemudian berhenti dan beralih lagi ke suara statis yang memekakkan telinga. Aku masih terdiam setelah mendengar kabar tak enak itu. Satu – persatu dari kami menghembuskan nafas panjang.

"Si gila itu sudah bertambah gila rupanya." Seru Wilhelm.

"Kukira bukan hanya Hitler yang bertambah gila, Wil." Aku tersenyum miring ke arah Wilhelm.

"Ya, aku mulai bertambah gila sejak kenal kau, Zean!" Ia kembali membantingkan tubuhnya ke kasur.

"Sama denganku kalau begitu!" Aku masih tak ingin kalah.

Adrian meletakkan transmiter yang baru dibuatnya tadi di atas laci kemudian mulai membereskan benda – benda yang tadi masih tak karuan letaknya. Aku kagum dengan si Adrian ini. Ia jenius. Aku seperti telah bertemu kembaran Arthur di sini. Yang membedakan hanyalah Arthur lebih menjengkelkan daripada Adrian.

Angin malam sudah memulai rutinitasnya. Pukul 10 malam, masih terlalu awal untuk mengakhiri hari ini.

"Aku mau keluar sebentar." Aku membuka pintu, bersiap untuk keluar.

"Mau kemana kau?" Ian memandangku.

"Hanya ingin mencari udara segar." Balasku singkat.

Aku berjalan menelisik lorong panjang dengan semua lampu super terangnya sebelum akhirnya sampai di depan pintu gedung. Aku terus berjalan sampai ke bibir pantai di sebelah Utara gedung.

Pasir putih menyisik kakiku lembut. Aku membaringkan tubuhku di antara desingan ombak laut dan angin malam yang masih setia mengiringiku, menyisir rambutku pelan. Cahaya binar rembulan menyempurnakan keindahan malam ini. Aku menutup mataku sembari bernafas santai. Menikmati suguhan tanah Inggris yang mempesona ini. Semua begitu menenangkan. Aku mulai terbawa suasana malam ini.

Reckless World : World War IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang