13. Regulasi

176 21 8
                                    

Remaja pria berjubah hitam beserta sniper di genggamannya itu muncul di balik kegelapan hutan. Dia kemudian mengarahkan snipernya ke arah serigala terakhir yang berusaha untuk melarikan diri dari kepungan kami.

DOR!

Tembakan terakhir itu mengakhiri pertempuran panjang kami dengan kawanan serigala radikal itu. Berlebihan? Tidak-tidak. Kurasa radikal memang kata yang pantas untuk menggambarkan bagaimana kawanan serigala itu menyerang kami seperti membabi buta.

Remaja itu mengulurkan tangannya pada Emilia. Entah kenapa, pandangan matanya pada Emilia membuatku kesal.

"Aku ingin laporan jumlah korban." Kedengarannya Kapten Billy sangat terpukul dengan kejadian barusan, hingga ia menegrucutkan alis melihat betapa banyaknya korban jatuh dari pasukannya.

"Siap, kapten. Kita kehilangan Tierry, Rondald, Joe, Liam, dan Fred. Mendel dan Greg terluka parah." Sersan Vicky mulai mengabsen satu-persatu dari mereka.

Kapten Billy menggaruk kepalanya yang tidak gatal semakin keras ketika mendengar jumlah korban yang cukup banyak itu. Dari 35 pasukan termasuk tambahan dari kami para pendatang, menjadi 30. Pengurangan yang cukup signifikan. Padahal mereka belum sempat menembakkan peluru pada pasukan Jerman.

"Bawa Greg dan Mendel ke London dengan penerbangan kargo selanjutnya. Lainnya, bantu aku untuk memberikan penghormatan yang pantas pada kawan-kawan kita." Kapten Billy menyiapkan beberapa sekop.

Kami menguburkan mereka masing-masing di bawah sebuah pohon pinus yang kemudian diukir nama mereka di atas batangnya. Kapten Billy berjalan ke depan barisan pasukan.

"Ingatlah, mereka tidak gugur dengan sia-sia. Mereka gugur di sini karena memenuhi panggilan perdamaian dan rela untuk mengorbankan nyawa mereka demi melindungi ibu pertiwi kita tercinta dari musuh-musuhnya. Mereka akan selalu dikenang sebagai pahlawan dari Night Crimson. Jadikan mereka sebagai contoh kalian, mereka ingin kalian segera menyudahi perang ini. Kita harus menciptakan perdamaian abadi untuk dunia ini! For Freedom!"

"For Freedom!"

Pidato Kapten Billy tadi menggetarkan setiap dari kami. Membawa semangat baru untuk mengembalikan perdamaian sekali lagi.

Fajar menjemput kami di antara keheningan hutan. Seakan-akan ingin memberitahu bahwa mereka yang gugur malam ini telah beristirahat dengan damai di atas sana.

***

Semenjak peristiwa tadi malam, kami menjadi lebih waspada daripada sebelumnya. Tak ingin kejadian kelam semalam terulang lagi.

"Hei, hei!" Ian terlihat memanggil remaja itu lagi. Tapi kelihatannya remaja itu tidak tertarik dengan Ian. Terbukti ia terus memacu langkahnya pergi menjauh dari Ian.

"Cuih!" Ian meludah karena kesal.

"Hei, apa-apaan!" Wilhelm yang kebetulan lewat di dekat Ian berteriak sebab ludahnya hampir menyiprat ke sepatunya.

"Aku akan menunjukkan pada si songong itu!" Ian kemudian pergi mengambil snipernya dan pergi mengikuti remaja itu.

"Kenapa dia?" Wilhelm bertanya padaku yang masih duduk menikmati kopi pagiku.

"Entah, kesetanan mungkin." Aku menjawab asal.

Aku tak begitu penasaran dengan urusan mereka. Sudah bisa ditebak bukan? Ian ingin pengakuan dari si hebat itu.

"Hei, Zean! Kau nganggur?" Vouwen akhirnya keluar dari tendanya.

Aku mengangguk menjawabnya.

"Ikut aku kalau begitu." Aku segera menghabiskan kopi pagiku dan beranjak mengikuti Vouwen dari belakang.

"Kau tak bertanya padaku juga, Vou?" sindir Wilhelm yang terlihat jenuh berada di perkemahan.

Reckless World : World War IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang