17. Badai dari Timur

96 11 3
                                    

"Ah, Billy jadi kau semakin hebat saja, ya!" Tangan Vouwen mendorong Kapten Billy hingga dia hampir jatuh tersungkur ke dalam sungai di depannya. Anggota Fallschrimjäger terakhir, jatuh terkapar di tepian batu koral abu-abu tepat di tepi sungai.

Bekas darah masih terlihat lekat di bagian dada tentara itu. Seragam abu-abu dan topi komando khas dengan insignia elang itu menunjukkan bahwa ia bukanlah sekedar anggota militer biasa.

"Hmm.. Seorang perwira?" Ian menaikkan alis. Ia lantas mengalungkan lagi senapannya pada punggungnya yang terlihat basah karena cipratan air sungai.

Vouwen dan Kapten Billy mengerti jelas siapa yang tengah tergeletak tak bernyawa di depan mereka. Tak menunggu aba-aba Vouwen, Kapten Billy berjalan pelan mendekati si mayat, terselungkup di antara batang pohon ek yang menghitam sebab terkena percikan api yang terlanjur menjalar.

Aku yang sedari tadi hanya melamun penuh takjub, tak tahu apa lagi yang pantas kulakukan sekarang. Diam menjadi opsi terbaik menurut kamus otakku sekarang.

Terlihat Kapten Billy memeriksa tubuh perwira itu. Pertama membalikkannya, kemudian mulai mendekatkan telinga kanannya, memeriksa tanda kehidupan. Mata Kapten Billy menutup sejenak, kemudian mengangkat alis. Jika dilihat dari ekspresinya itu, jelas ada sesuatu yang tak beres.

"Dia bernafas!" Kapten Billy akhirnya menyimpulkan pemeriksaannya. Vouwen hanya memasang muka biasa-tak kaget.

"Kita bawa dia kembali ke kemah." Kapten Billy mengangguk, tanpa komando lagi menyuruh dua orang untuk mengangkatnya di sebuah batang kayu dengan ukuran lumayan besar. Posisi perwira dengan tangan dan kaki terikat nampak jelas seperti membawa buruan rusa gunung.

Aku tak berkomentar soal itu, teringat memori sadis yang berani dia buat untukku. Sejenak aku bernafas, menyesuaikan langkah dengan yang lain, sebab aku sudah kehilangan tiga per empat tenagaku.

"Mukamu kusut, Zean. Apa mau kuseterika?" Wilhelm nyolot begitu saja.

"Sekali-kali boleh kan aku menggampar mulutmu itu?" Jawaban dariku, dibalas tawa darinya. Memang benar-benar ni anak!

Tak butuh seribu langkah hingga kami akhirnya tiba kembali di perkemahan. Agen Night Crimson lain yang ditugasi berjaga di kemah menyambut kedatangan kami kembali. Kapten Billy dan Vouwen langsung saja menyuruh dua agen yang ditugasi mengangkat perwira itu untuk lanjut mengikatnya di pohon pinus besar tepat di sebelah kanan tenda Kapten Billy.

Aku lagi-lagi tak berkomentar, cuek tak peduli lagi. Sekarang yang lebih menarik perhatianku adalah kedatangan si Hebat Reynald beserta Sersan Vicky yang masih terlihat buruk.

Tanpa perintah khusus dari Kapten Billy, salah satu anggota Night Crimson langsung membantu Reynald membaringkannya masuk ke dalam tenda. Sepertinya Sersan Vicky tak akan sembuh dalam waktu dekat. Mengingat begitu banyaknya luka yang tampak di tubuhnya.

Satu jam sudah terhitung sejak aku berpisah dengan Emilia dan Lisa. Masih tak ada tanda-tanda dari mereka meski fajar sudah mulai menampakkan mega kuningnya di Timur. Mulai merasa cemas, aku berniat kembali ke hutan, mencari mereka.

"Mau pergi ke mana, Zean?" Langkahku terhenti sesaat, melihat Vouwen menghadang di depanku.

"Lisa dan Emilia belum kembali. Apa kau tak sadar dari tadi?!"

Bukannya aku meremehkan mereka berdua, tapi ini sudah terpaut cukup lama dari batas wajar.

"Aku sadar, Zean. Jelas sadar, hingga aku bisa melihat mereka sekarang tepat di belakangmu."

Aku sontak memutar tubuhku. Baret hitam, mata abu-abu dengan ekspresi tegasnya datang membawa seorang dengan mata silver yang tak ada yang bisa menyamainya itu berjalan perlahan.

Reckless World : World War IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang