Sudah tiga bulan Dimas menempati ruang barunya di lantai 3. Teman-temannya terkadang datang keatas untuk sekedar mampir, ngobrol tapi ada juga yang memang ada keperluan untuk bertanya soal pekerjaan. Tampak dari teman-temannya tidak ada yang berkeberatan Dimas menempati tempat yang terlihat istimewa di lantai tiga. Apalagi dengan tugas yang menumpuk, laporan-laporan yang harus dikejar untuk kepentingan audit, semua seolah ikhlas Dimas punya ruangan sendiri diatas karena mereka berpikir seandainya mereka yang diberi tugas itu belum tentu mereka bisaa dan mampu mengerjakannya.
Dan hari ini adalah hari terakhir dari audit yang dilakukan oleh tim audit independen. Jam 3 ketika kemudian tim audit meninggalkan ruangan Dimas dan tak lama kemudian meninggalkan kantor, Pak Tri segera memanggil DImas ke ruangannya.
"Dimas, hari ini hari terakhir. Terima kasih banyak atas bantuan kamu jadi audit kali ini berjalan lancar. Kalo kamu mau mengambil libur untuk beberapa hari kedepan, saya tidak berkeberatan. Biar nanti saya yang urus dengan personalia supaya tidak dipotong cuti," kata Pak Tri sambil menjabat tangan Dimas.
"Siap, pak. Sama-sama. Sudah tugas saya untuk mengerjakan itu dan saya senang kok. Semoga hasilnya yang terbaik," jawab Dimas.
"Oh ya, Dimas, karena audit sudah selesai, saya mau menyampaikan juga pesan dari kantor pusat."
"Eh pesan apa, Pak?", tanya Dimas berdebar.
"Kamu boleh pilih kok, mau tetap di lantai 3 atau mau pindah lagi ke lantai 2. Kalau kamu mau tetap di lantai 3, ruangan kamu di lantai 2 mau dikasihkan ke anak magang."
Dimas tampak terdiam sesaat kemudian menjawab, "biar ngga repot pindah-pindah lagi, saya biar di lantai 3 saja, Pak, kalo ada perlu atau meeting toh saya bisa turun ke lantai dua."
"Okay. Done kalo begitu. Sebenarnya kantor pusat pun inginnya kamu di lantai 3, biar ngga kosong katanya tapi saya mau kamu pilih."
Dimas menganggukkan kepalanya dan kemudian keluar dari ruang Pak Tri.
Teman-teman kerja Dimas di lantai dua memberikan ucapan selamat kepada Dimas, entah maksud dan tujuannya apa, Dimas hanya cengar-cengir saja, senang rasanya sudah dianggap sebagai bagian dari perusahaan tempat dia bekerja.
Hari itu Jumat, Dimas memutuskan untuk membereskan semua file-file yang sudah selesai dipakai dan membereskan file-file soft copy juga. Sambil menyalakan rokok, kemudian Dimas mulai membereskan file yang ada di komputernya untuk kemudian dibikin folder dan dipindahkan ke harddisk yang telah disediakan oleh kantor.
"Kang Dimas, mau makan malam apa? Ujang beliin. Atau mau nambah teu kopina?," Ujang dari tangga bertanya ke Dimas.
"Mau indomie, 'jang, seperti biasa. Lagi males makan. Ujang mau bikin di pantry lantai dua apa disini?," tanya Dimas, berharap Ujang mau bikin di lantai tiga. "Sama sekalian kalo lagi nganggur, 'jang, tolong bersihin kamar mandi yaa soalnya biar enak kalo dipakai mandi, kan saya bakalan permanen dilantai tiga ini."
"Kalo gitu Ujang bikin indomienya disini aja, Kang Dimas, biar nanti langsung sekalian bersihin kamar mandi atuh yaa."
"Siap."
Setelah membuatkan indomie kesukaan Dimas, Ujang kemudian berjalan ke kamar mandi dan mulai membersihkan kamar mandi. Sesuai permintaan Dimas untuk disikat dan dibersihkan dibuat senyaman mungkin agar bisa dipakai untuk mandi. Sementara setelah makan, Dimas melanjutkan membereskan pekerjaannya. Tanpa terasa tiga jam berlalu sudah dan jam sudah menunjukkan pukul 9 malam. Merasa penat, Dimas kemudian berdiri dan mengambil gelas minumnya, berjalan ke pantry dan berniat untuk membikin kopi. Melewati Ujang yang sedang membersihkan kamar mandi, Dimas tertegun sesaat, betapa pemandangan yang dilihatnya membuat dia menelan ludah beberapa kali. Tampak Ujang dari belakang sedang berdiri dan sedang mensikat tembok porselen didepannya dengan tubuh berkeringat dan hanya memakai celana dalam. Sempurna, kata Dimas dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
UJANG
RomanceUntuk pertama kalinya Dimas merasakan hal yang membuat dia tidak mengerti harus merasa terhinakah? Atau memang jalannya?