Musim hujan rupanya sudah tiba.
Tiga hari semenjak Ujang pulang karena ibunya mengalami kecelakaan, tiga hari pula membuat Dimas malas untuk berada di kos karena sudah terbiasa ada Ujang acap kali dia pulang. Ada yang menemaninya ngobrol, atau terkadang jika Dimas harus menyelesaikan pekerjaanya yang dia bawa pulang, Ujang selalu menemaninya sambil menonton tv. Terkadang Ujang membuatkan kopi atau pergi membeli makanan untuk Dimas. Di kantor pun sebenarnya Dimas merasa tidak memiliki semangat tapi karena ia ingat pesan ayahnya untuk selalu bekerja professional dan meninggalkan masalah pribadi di luar pintu kantor, Dimas bisa memberikan semangat pada dirinya setiap kali masuk kantor.
Hari sudah malam, Dimas masih sibuk dengan pekerjaannya, Pak Tri meminta data data dari proyek yang sedang dikerjakannya. Data dari pertama kali proyek itu dimulai sampai saat keberangkatannya. Dimas senang mendapatkan tugas itu karena dengan itu dia bisa menyibukkan diri dan pulang ke rumah dengan keadaan letih dan langsung tidur dan hanya punya waktu sedikit memikirkan betapa sepinya kosnya sekarang.
Jam sudah menunjukkan pukul setengah 10 dan hujan masih turun dengan lebatnya. Entah kenapa hari itu perasaannya dipenuhi dengan perasaan tidak enak. Dicoba dihalaunya dengan terus berpikir positif.
Dimas dikejutkan oleh sapaan tiba-tiba.
"Selamat malam, Pak Dimas. Belum pulang?."
Wisnu, satpam kantor, tiba-tiba sudah berada di dekat mejanya dengan pakaian satpamnya. Tampak sebagian seragamnya basah. Tampaknya Wisnu kehujanan saat berangkat kantor.
"Eh, aduuuh, kaget saya. Pak Wisnu ini bikin saya takut tiba-tiba muncul. Belum, pak, ini baru mau beres-beres dan pulang. Jaga sama siapa malam ini?," kata Dimas sambil mematikan komputernya.
"Sendiri, Pak, sepertinya Pak Sudana tertahan hujan, ngga tau dia datang atau tidak," kata Wisnu sambil berjalan mendekati meja Dimas. "Ada yang bisa saya bantu, Pak Dimas?"
"Eehh, ngga ada, cuman tinggal beresin berkas-berkas ini kok, Pak."
"Okay kalau begitu. Tadi saya dipesan lewat telepon sama HRD katanya kalau Pak Dimas kerja sampai malam tolong ditemani dan dibantu jika perlu buat beli makan atau keperluan lain," kata Wisnu yang sudah berdiri dekat sekali dengan Dimas.
"Ooh, ngga ada, Pak, ngga ada. Sudah kok ini saya mau pulang sekarang," kata Dimas, entah kenapa ada perasaan aneh saat menjawab omongan Wisnu yang berdirinya sudah dekat sekali dengan dirinya. Dimas kemudian bergegas memasukkan semua berkas-berkas ke dalam tasnya.
"Tunggu di bawah aja, Pak, ngga apa apa nanti saya yang matikan semua lampu," kata Dimas lagi berusaha menghindar dari Wisnu.
"Siap, Pak. Saya tunggu dibawah. Nanti kalo sudah saya diinfo saja, nanti saya kunci pintu masuk ke lantai 3 ini," kata Wisnu sambil kemudian berjalan menuju tangga.
Dimas tak menjawab lagi. Sekali lagi diperiksanya semua berkas-berkas yang hendak ia bawa pulang. Lalu ia mulai mematikan lampu satu satu. Entah kenapa dia bergidik. Kembali perasaan tak enak menyerangnya.
"Pak Wisnu! Pak Wisnu!,"Dimas memanggil manggil Wisnu ketika sampai di lantai dasar. Tadi dilihatnya lantai dua sudah gelap. Itu tandanya semua orang sudah pulang dan tak ada orang lagi diruangan.
Tak ada jawaban. Dimas kemudian melongok keluar dari pintu masuk. Tak ada seorang pun yang dilihatnya.
'Dimana sih tuh orang? Hadeeuuh, bikin kerjaan aja nyari.'
Dimas kemudian berjalan ke kamar yang dulu suka ditempati Ujang. Kamar tempat dia pertama kali melihat Ujang lagi coli dan kamar tempat dia pertama kali dipaksa ngewee sama Ujang.
KAMU SEDANG MEMBACA
UJANG
RomantizmUntuk pertama kalinya Dimas merasakan hal yang membuat dia tidak mengerti harus merasa terhinakah? Atau memang jalannya?