Keesokan paginya Dimas dibangunkan oleh Ujang jam 05.30 pagi.
"Neng, bangun ih, udah jam setengah 6, kan mau ke kos dulu, mandi, ganti baju terus ke kantor jam 8. Nanti telat," kata Ujang sambal mencium leher belakang Dimas.
"Hmmm .. Lima menit lagi, A, ngantuk pisan," kata Dimas sambill mengambil tangan Ujang dan menaruhnya di dadanya. Ujang iseng memainkan putting susu Dimas.
"Aaahh, A, udaaah ih, nanti malah kepengen. Nanti telat," Dimas menggelinjang geli tapi merasa enak.
"Yaa bangun atuh makanya. Nanti kalo sampai telat, Aa marah."
Dimas pun membalikkan badannya, menatap Ujang lalu kemudian mencium bibir Ujang.
"Iyaa iyaa, duuh punya suami galak."
"Galak juga tapi neng sayang pan. Neng harus jadi manager yang bertanggung jawab. Jangan kayak Aa yang cuma bisa jadi OB aja."
Dimas tersenyum. Entah kenapa hatinya rasanya berbunga-bunga. Dia kemudian duduk, mengambil jam tangannya lalu berdiri dan mulai memakai pakaiannya satu demi satu. Selesai itu dia langsung pamit sama Ujang.
Dimas menutup pintu kamar Ujang dan berjalan ke arah mobilnya.
"Selamat pagi, Pak Dimas, lembur yaa? Sampai menginap segala. Saya liat dari bawah ruangan Pak Dimas ada sinar kayaknya dari layar computer gitu," kata Sudana, satpam kantor yang jaga malam dan bersiap-siap juga untuk pulang.
"Pagi, Mas Sudana. Iya, mau pulang tanggung jadinya ketiduran. Ini mau pulang mau mandi dan ganti baju. Mari, pak," jawab Dimas sambil membuka pintu mobilnya. Tak lama kemudian terlihat mobil Dimas meninggalkan area parkir kantor.
Ujang menarik napas Panjang. Ada senyum merekah di bibirnya. Hatinya merasa ringan dan senang. Dia kemudian mencium bantal yang dipakai tidur oleh Dimas. Ada wangi parfum Dimas yang tertinggal di bantal itu. Tak lama kemudian Ujang terlelap kembali.
Hari itu Dimas benar-benar disibukkan dengan tugas-tugas yang ditinggal oleh atasannya. Memimpin meeting Bersama para junior-juniornya. Memeriksa berkas-berkas yang diperlukan yang sekiranya akan diminta oleh pihak principal dari Jepang.
Menjelang malam sekitar pukul 7 Dimas menyuruh para juniornya untuk pulang yang disambut dengan napas lega oleh mereka. Dimas tertawa melihat muka-muka para juniornya tersebut.
"Capek yaa? Lain kali kalo capek, bilang aja, saya piker kalian semangat mengerjakan tugas-tugas ini," kata Dimas.
"Hehehehe, semangat sih, Pak, tadi mau bilang break dulu tapi takut," kata salah satu juniornya.
"Lain kali bilang aja, ngga apa-apa. Sudah sekarang kalian pulang semua. Besok pagi kita ketemu lagi di ruang meeting jam 10 pagi saja yaa. Tokh tinggal diverifikasi sama sama semua yang sudah kita kerjakan hari ini," kata Dimas lagi.
"Siap, Pak," jawab mereka ramai-ramai.
Dimas membereskan laptopnya dan berkas-berkas yang dia perlu untuk kerjakan di ruangannya. Sementara berkas-berkas lain ditinggalkannya di ruang meeting. Kemudian Dimas naik ke ruangannya di lantai tiga. Sesampainya di mejanya dilihatnya ada secangkir kopi masih panas dan semangkuk indomie goreng. Dimas tersenyum.
"Kang, ruang meeting sudah Ujang kunci. Akang butuh apa lagi?," kata Ujang sambil berjalan ke arah Dimas dari tangga.
"Ngga ada, 'jang, ini mau ngerjain ini dulu sebentar abis itu beres-beres dan pulang. Asa cape pisan hari ini, banyak yang kudu dikerjain ternyata," kata Dimas sambil memakan indomie suapan terakhir. "Makasih yaa, 'jang, kopi sama indomienya." Ujang tersenyum.
"Ujang malam ini mau pulang ke kosan, kang. Mau bayar kos dulu. Ujang tunggu akang selesai abis itu baru Ujang kunci semua."
"Eh, ngapain bayar kos lagi? Udah Ujang pindah aja ke kos akang. Mau nggak? Akang juga kan sendirian dan kos akang lumayan besar kok. Beneran ini, akang baru kepikiran sekarang. Mau yaa, 'jang?," kata Dimas dengan antusias.
"Issshh .. ngga ah, apa kata orang-orang nanti kalo mereka tau? Akang malu pastinya."
"Emang siapa yang tau? Sampai sekarang ngga ada yang tau kok saya kos dimana. Masa kita mau pisahan kamar terus?," kata Dimas berlagak cemberut sama Ujang. Ujang lalu ketawa ketawa.
"Ini mah bisa gawat urusannya kalo gini. Setiap malam ketemu akang bisa selalu ada serangan fajar nanti," kata Ujang menggoda Dimas.
"Eeehh siapa takut? Katanya yaa kalo menolak ajakan suami itu dosa, gitu ceunah kata orang tua," Dimas menjawab tantangan Ujang. Lagi-lagi Ujang tertawa terbahak-bahak. Hatinya senang.
"Beneran ini? Ujang tanya sekali lagi, ngga apa apa Ujang barengan kos sama akang?."
"Ngga apa-apa. Malah senang tiap malam tidur ada yang jagain."
"Siap kalo begitu, Nyonya Ujang. Segera kita tinggal barengan nyaak. Duuh deudeuh pisan Ujang ieu sareng nyonyah."
Sekitar jam setengah 9 malam, Ujang keluar kantor Bersama sama dengan Dimas. Kemudian Ujang mengunci pintu kantor setelah mematikan semua lampu. Ada dua orang satpam kantor yang sedang berdiri merokok didepan pintu masuk kantor.
"Mangga, Kang Dimas, Ujang duluan," kata Ujang setelah mengunci pintu kantor.
"Arah mana pulangnya, 'jang? Mau barengan atau saya antar?," kata Dimas berpura-pura menawarkan.
"Ngga usah, Kang Dimas, mau pake angkot aja, sayah ka arah Stadion."
"Euuh si Ujang ditawarin bareng manajer ngga mau. Jarang jarang manajer nawarin pulang barengan," kata salah satu satpam, yang kemudian Dimas tau namanya adalah Wisnu.
"Era, Kang Wisnu, masa OB satu mobil sama manajer, bisa bisa dibilang ngga tau diri. Hahahahah," Ujang menjawab omongan Wisnu.
"Udah, 'jang, bareng aja, saya lewat Stadion kok, mau ke Kimia Farma deket situ, mau beli vitamin buat anak-anak junior. Sekalian aja," kata Dimas.
"Taaah, 'jang, udaah ikut ajaa, lumayan ngirit ongkos. Pak Dimas ge teu keberatan ari kamu the kumaha sih," kata Wisnu ke Ujang. Sementara Pak Sudana hanya diam saja sambil merokok dan terus terusan melihat ke arah Dimas.
"Ya udah atuh. Ngga apa apa, Kang Dimas?," tanya Ujang pura-pura. "Ngga apa-apa. Yuuk!"
"Mangga, bapak-bapak, saya duluan," Dimas pamitan pada Wisnu dan Pak Sudana.
"Iyaa manggaa manggaa," kata Wisnu sementara Pak Sudana hanya tersenyum saja.
Dimas mengantarkan Ujang ke kosannya. Ujang ngotot tidak mau ditemani ke kosannya. Dimintanya Dimas parkir dipinggir jalan dan menunggunya karena kosannya masuk ke dalam gang.
"Tunggu sini aja, cuman mau ambil baju baju, da Ujang ngga ada barang-barang, cuma sedikit da baju Ujang mah. Sekalian pamitan sama yang punya kos," kata Ujang memberi perintah pada Dimas. Dimas tidak mau membantah karena nada yang diucapkan Ujang cukup tegas dan serius.
Tak lama kemudian terlihat Ujang membawa tas ransel yang terlihat penuh dan dua buah kantong kresek besar. Ujang kemudian memasukkan semuanya ke dalam mobil. "Yuk, udah semua da, udah beres, udah pamitan. Kita sekarang pulang."
"Pulang?," tanya Dimas.
"Iyaa, pulang, neng, ke kos kita, tempat tinggal kita. Pan udah jadi suami istri kita teeh iiih," kata Ujang sambil meremas paha Dimas.
"Hahahaha, Aa gelo ih, ma enya kita lalaki suami istri?," goda Dimas pada Ujang. Ujang memasang tampang cemberut. "Ya udah atuh, Aa turun lagi aja."
Dimas tertawa tawa melihat tingkah Ujang. Tak lama kemudian tampak mobil Dimas melaju menuju kosannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
UJANG
RomanceUntuk pertama kalinya Dimas merasakan hal yang membuat dia tidak mengerti harus merasa terhinakah? Atau memang jalannya?