Dibukanya matanya perlahan. Dimas merasakan elusan tangan perlahan di pipinya. Pandangannya yang kabur semakin jelas, Dimas berada di kamarnya, dia menoleh ke orang disebelahnya yang dari tadi sepertinya mengelus-elus pipinya. Terlihat wajah orang itu menarik napas lega.
"Ssssttt .. Istirahat lagi, neng. Jangan bicara apa apa dulu. Neng tidur lagi aja, Aa jagain. Maafin Aa, neng, maafin Aa," Ujang berkata sambil mengusap-usap rambut Dimas. Matanya terlihat basah tapi ada tatapan marah disitu.
"A, siapa yang bawa eneng kesini? A, kapan pulang? A ...," Dimas bertanya penuh kebingungan namun dipotong oleh Ujang, "Ssstt .. Istirahat dulu. Besok kita ngobrolnya yaa."
Dimas kemudian tertidur, napasnya tampak lebih teratur dan nyaman. Ujang kemudian menarik selimut yang membungkus mereka berdua, perlahan diangkatnya kepala Dimas dan ditaruhnya di dadanya.
Pandangan Ujang tampak kosong. Ada tatapan marah dan dendam. Tatapan marah dan dendam seperti bertahun lalu ketika dia dituduh memperkosa pacarnya dan pacarnya menyiarkan fitnah hamil.
Keesokan harinya Ujang terbangun dengan terkejut karena ketika dia bangun dan menoleh ke samping, Dimas tak ada disampingnya. Dia kemudian membuka selimutnya dan berjalan ke arah kamar mandi karena didengarnya ada suara kran air terbuka di kamar mandi.
"Neng?," kata Ujang sambil membuka pintu kamar mandi.
Dimas menoleh dan tersenyum. "Udah bangun, A? Tadi tidurnya nyenyak banget. Mau dibikinin sarapan apa sebelum ke kantor?.
"Ke kantor? Ini hari Sabtu. Libur. Tanggal merah pan. Lupa?," kata Ujang sambil berjalan mendekati Dimas kemudian memeluk Dimas dari belakang.
"Oh, aduuh, kok ngga ingat yaa ini tanggal merah?," kata Dimas sambil melepaskan tangan Ujang yang memeluknya. "Ya sayah bikin sarapan dulu. Mau kopi tubruk apa kopi susu?"
Ujang terkejut dengan penolakan Dimas. Kembali ditariknya Dimas dan dipeluknya. Dimas berusaha menolak pelukan Ujang.
"Tunggu. Kenapa ari kamu? Kenapa jadi kayak gini? Aa salah naon?," tanya Ujang pada Dimas sambil menatap matanya. Ada rasa sakit tergambar di mata Ujang, Dimas melihatnya dengan jelas.
Dimas hanya menggelengkan kepala lalu berkata, "ngga ada apa apa. Bentar yaa, mau bikin sarapan dulu."
Tiba-tiba Ujang menarik tangan Dimas dan kemudian memeluknya dengan erat. Dimas sedikit berontak.
"Diam!," suara Ujang terdengar keras sedikit membentak. Dimas terkejut. Tidak pernah dilihatnya Ujang begitu marah.
"Sebelum sayah lepasin. Kasih tau sayah dulu ada apa? Kalo udah ngga mau lagi sama sayah, bilang. Sayah sekarang juga pergi."
Dimas diam. Tak menjawab. Kepalanya menunduk.
Ujang menunggu beberapa saat. Dimas tak merespons apa pun. Lalu Ujang melepaskan pelukannya dengan mata terlihat terluka hatinya. Berjalan ke arah kamar. Ujang kemudian membuka lemari bajunya. Mengambil tas ransel dari atas lemari. Mengambil tumpukan baju-bajunya dan memasukkannya ke dalam ransel asal-asalan. Dimas melihat dengan mata berkaca-kaca dari pintu kamar mandi.
" A ... "
Ujang tak menjawab, dia terus memasukkan baju bajunya ke dalam ransel. Dibukanya laci tempat penyimpanan celana dalam, diambilnya beberapa celana dalam miliknya.
"A .. "
Ujang tak menjawab.
Dimas lalu berjalan mendekati Ujang, mengambil tangan Ujang dan mengalungkan tangan Ujang itu dilehernya. Dimas kemudian memeluk Ujang dengan erat. Jebol pertahanannya Dimas kemudian menangis dengan keras di dada Ujang.
KAMU SEDANG MEMBACA
UJANG
RomanceUntuk pertama kalinya Dimas merasakan hal yang membuat dia tidak mengerti harus merasa terhinakah? Atau memang jalannya?