Bagian 21

24.7K 674 62
                                    

Pak Sudana berusaha untuk mengkontak Dimas, tapi tak ada jawaban. Dia juga mencoba untuk menghubungi Ujang, sama, tak ada jawaban. Lalu dikirimkannya pesan via aplikasi whatsapp kepada keduanya. Pak Sudana menunggu, semenit, dua menit sampai sepuluh menit tak ada jawaban dari keduanya.

Bingung dan cemas, tak tahu harus berbuat apa, Pak Sudana kemudian merebahkan dirinya di tempat tidur Dimas. Pasrah. Satu-satunya yang bisa dikerjakan olehnya adalah menunggu kabar baik dari Dimas maupun dari Ujang.

Terdengar ada pesan masuk di telepon tangannya. Pak Sudana kemudian bangun dan bergegas mengambil telepon tangannya yang diletakkan di meja kerja di kamar kos Dimas itu.

KEADAAN GAWAT, PAK. UJANG DALAM KEADAAN GENTING. PAK SUDANA KESINI SEKARANG. DITUNGGU.

Matanya berulang kali membaca pesan itu, Pak Sudana menarik napas panjang. Geram. Jelas pesan itu bukan datang dari Ujang. Segera dia keluar dari kamar kos, setelah mengunci kamar kos Dimas, Pak Sudana setengah berlari menuju motornya. Dalam perjalanan dia menelepon Yoga untuk menggantikannya besok bekerja, ada urusan keluarga mendadak, demikian pesannya pada Yoga.

Sementara itu Dimas yang mengendarai mobilnya menuju kampung halaman Ujang telah sampai dipinggiran desa tempat Ujang tinggal. Kembali dicocokannya alamat yang pernah Ujang beri dulu dengan aplikasi waze yang menjadi penunjuk jalannya. Hari sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Jalanan kampung yang gelap hanya terkena sinar lampu motor yang beberapa kali lewat dari arah berlawan atau pun menyusul mobilnya. Suasananya terlihat aman.

Memasuki desanya Ujang, Dimas menjalankan mobilnya dengan perlahan. Setelah bertanya ke beberapa orang, mobil Dimas mengarah ke jalan rumah Ujang. Dari kejauhan tampak ada keramaian. Dimas ragu untuk maju, dimatikannya lampu mobilnya lalu dimatikannya mesin mobilnya tersebut. Lamat-lamat penglihatannya semakin jelas, orang-orang itu sedang dalam keadaan marah, seperti sedang berdemo yang anarkis, terdengar teriakan-teriakan. Tampak seorang laki-laki yang sedang dihajar bertubi-tubi. Lalu seorang perempuan keluar dari rumah itu menjerit-jerit minta berhenti melakukan pengeroyokan. Dimas terpaku, antara ragu dan yakin bahwa laki-laki yang sedang dihajar itu adalah Ujang dan perempuan itu diyakini sebagai ibunya. Gerombolan itu terus menghajar laki-laki itu dan tak memperdulikan teriakan ibu ibu tersebut.

Tiba-tiba dari samping mobilnya Dimas datang segerombolan orang memakai baju gamis seperti baju yang dipakai oleh orang-orang dari masjid. Mereka tampak berjalan menuju arah rumah yang sedang didatangi oleh sekelompok orang anarkis tersebut, kelompok ini tampak terlihat tenang walaupun ada ketegangan dalam wajahnya. Mereka terus berjalan menuju rumah tersebut.

Dua kelompok itu bertemu dan terlihat gerombolan pengeroyok itu mengelilingi rombongan yang baru saja datang, mereka terlihat sedang terlibat dalam satu pembicaraan. Seorang anak muda yang sepertinya berusaha untuk menolong laki-laki yang dikeroyok itu tampak dihajar oleh salah satu anggota gerombolan tersebut.

Dimas yang sedang memperhatikan semua itu tiba-tiba terkejut karena kaca jendela mobilnya diketuk oleh seseorang dengan agak keras. Ketika dia melihat siapa yang mengetuk, orang tersebut menaruh telunjuknya dibibirnya meminta Dimas untuk tidak bersuara. Pak Sudana.

Dimas membuka kunci pintu mobilnya, Pak Sudana lalu masuk di kursi belakang.

"Jangan menoleh ke belakang. Diam saja. Dan jangan membuat gerakan apa pun."

"Bang, eh Pak, Bang .. Ini ada apa sih? Itu rumah siapa?."

"Laki-laki yang kamu lihat lagi dihajar babak belur itu Ujang. Dan perempuan itu ibunya. Itu gerombolan suruhan si yang punya uang. Yang baru datang itu anak-anak remaja masjid dan beberapa adalah anggota kelompok yang selama ini diasuh Ujang."

UJANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang