Bagian 9

30.9K 687 14
                                    

Sebulan sudah berjalan hubungan antara Dimas dan Ujang. Tentunya tak ada satu pun orang di kantor yang mengetahui hubungan special mereka berdua. Dimas dan Ujang menutupi dan bermain acting dengan sangat baik selama mereka di kantor. Kadang Dimas ingin sekali berangkat atau pulang kerja bareng sama Ujang tapi Ujang dengan sabar menjelaskan bahwa itu tidak mungkin dan hanya akan membuat semuanya menjadi kacau. Dimas selalu bersyukur bahwa pacar pertamanya ternyata adalah orang yang dewasa dan punya pemikiran bijak walau mungkin statusnya hanyalah sekedar OB.

Kehidupan di kantor berjalan dengan baik dan Dimas walaupun belum lama menjadi pegawai telah ditetapkan sebagai wakil dari Pak Tri karena prestasi kerjanya. Keputusan itu diberitahukan kepada Dimas sesaat sebelum Pak Tri untuk sementara harus bekerja di proyek di luar Pulau Jawa.

"Saya akan handling proyek di luar Pulau Jawa selama kurang lebih enam bulan. Kemarin kantor pusat sudah mengirimkan surat penugasan. Di samping itu HRD pusat juga mengirimkan surat keputusan direksi yang menyatakan bahwa kamu sekarang adalah wakil resmi saya disini. Selama saya tidak ada maka semua hal yang menyangkut pekerjaan saya, semua dilimpahkan ke kamu. Selamat!," kata Pak Tri di ruang kerjanya.

"Waah, Pak, saya orang baru, ada senior-senior yang lebih tinggi jam terbangnya daripada saya. Saya terus terang aja ngga enak, Pak. Apa bapak sudah bicara dengan beliau-beliau mengenai hal ini?," kata Dimas terkejut, senang tapi juga ragu-ragu.

"Sebentar." Lalu Pak Tri mengangkat telpon dan berbicara dengan sekretarisnya. "Kamu panggil Edward, Dicky, Mira, Dini dan Lidia ke ruangan saya sekarang."

Tak lama kemudian semua yang dipanggil datang ke ruangan Pak Tri.

"Kalian sudah menerima surat penugasan saya ke luar Pulau Jawa dan kalian juga sudah menerima surat penunjukan Dimas selaku wakil resmi saya. Dimas bertanya kepada saya apakah saya sudah memberitahukan kepada kalian mengenai hal ini karena dia sepertinya tidak enak hati dan merasa sungkan," kata Pak Tri kepada para senior managernya.

Edward, salah satu senior manager itu kemudian berjalan ke arah Dimas. "Dimas, congrats yaa! Saya personally ngga keberatan. You deserve to get that promotion. Trust me and I will be more than happy to assist you kalo kamu butuh bantuan. Bilang aja."

"Hey, anak bawang. Hahahaha. Selamat yaa. Makan-makan nih kita haruuuus. Saya senang beneran kamu dapat promosi ini. Semua tahu kerja keras kamu dan berkat audit yang lulus dengan hasil sangat memuaskan kita dapat bonus lebih nih tahun ini," kata Mira sambil menyalami Dimas dan kemudian mencium pipi kiri kanan Dimas.

Semua satu per satu menyalami Dimas.

"Naaaah, clear yaa. Sudah jelas semuanya. Kamu itu harusnya ngerti mereka ini ngga mau jadi wakil saya karena mereka bakalan harus sering lembur, kerja di hari Sabtu dan ngga bisa jalan-jalan. Hahahaha," kata Pak Tri sambil menepuk-nepuk bahu Dimas.

Semua yang ada di ruangan itu tertawa. Senang.

"Tteerima kasih. Saya terharu dan tersanjung. Tapi itu semua bukan kerja saya seorang kok, kerja barengan, kerja tim. Saya terus terang meminta bapak-bapak dan ibu-ibu disini untuk terus membimbing saya dan tegur saya jika memang saya salah," kata Dimas agak tergagap saking tidak tahunya harus berkata apa.

"Sudaah, sudaaaah, semua kembali ke mejanya. Siang ini kita makan sama-sama di kantor. Saya sudah minta bagian umum untuk memesan tumpeng, selametan Dimas jadi wakil resmi saya dan sekalian selametan saya mau berangkat ke proyek di luar Pulau Jawa semoga lancar segala urusannya disana," kata Pak Tri memberi komando dan disambut teriakan gembira.

Dimas kembali ke ruangannya di lantai 3. Sesampainya di mejanya ada secangkir kopi panas dan kertas kecil dengan tulisan tangan.

"Saya suami yang bahagia. Selamat nyaak, neng. Nanti malam hadiahnya."

Dimas tertawa membaca tulisan di kertas itu dan kemudian menyimpan note itu didalam dompetnya.

Sore itu hujan turun dengan lebat. Dimas yang masih asyik berkutat dengan pekerjaannya memutuskan untuk pulang nanti setelah hujan reda, dia berencana untuk mengajak pulang Ujang barengan jika sampai sekitar pukul 9 malam hujan tak reda.

Jam 8 malam saat Dimas memutuskan untuk istirahat sejenak dengan merokok, tiba-tiba Ujang berlari-lari menghampirinya yang lagi berjalan membuka pintu balkon.

"Kang Dimas, punten, aduuh ini Ujang ngga enak ngomongnya. Tapi Ujang bingung, ngga tau mesti ngomong sama siapa," kata Ujang dengan muka agak panic dan sedikit takut.

"Ujang, aya naon ih? Kenapa?."

Ujang kemudian menyodorkan hp-nya dan Dimas kemudian membaca pesan sms yang ada di hp Ujang tersebut.

'Akang, pulang sebentar. Ibu ketabrak motor. Kaki patah. Dede bingung.'

Dimas kemudian menyerahkan hp itu kembali ke Ujang lalu bergegas masuk dan menuju mejanya. Ujang mengikuti dari belakang.

Dimas kemudian mengambil uang dari dompetnya dan menyerahkan kepada Ujang.

"Pulang sekarang. Bawa ini dan kabari saya keadaan ibu setelah kamu disana. Tong protes, mun protes kita bubar," kata Dimas sedikit mengancam. Dimas tahu bahwa Ujang pasti akan menolak bantuannya, maka dipakailah status hubungan mereka sebagai ancaman.

"Duuh, neng, eeh, Kang Dimas. Ini kumaha gantina? Ujang ngga enak. Aslina ini Ujang ngga enak," kata Ujang mencoba memprotes.

Dimas melotot dan menatap Ujang dengan sebal. Ujang kemudian menunduk.

"Ya udah atuh kalo gitu, Ujang pulang yaa sekarang. Ujang usahain ngga lebih dari tiga hari," kata Ujang perlahan.

"Ngga usah dipikirin berapa harinya, nanti biar saya yang bicara sama HRD sini. Yang penting ibu dulu. Pulang ke kos ayeuna, bawa baju secukupnya. Hayuk!."

"Eehh, biar Ujang pulang sendiri naik angkot. Nanti dari situ langsung ke terminal. Kang Dimas masih ada kerjaan pan. Jangan ganggu urusan kerjaan, kang, akang teeh baru dipromosi ih. Kalo akang protes, Ujang kembaliin uangnya, Ujang juga ngga akan balik lagi kesini," gentian Ujang mengancam Dimas.

Dimas tertawa dan mengalah.

Ujang kemudian menarik Dimas ke kamar mandi.

"Ari kamu mau ngapain ihhhh? Cepetaaan pulang."

"Sebentar."

Ujang kemudian mengunci pintu kamar mandi dan mencium Dimas. "Kadonya ini dulu yaa. Tadinya mah nanti malam pengen nyervis eneng istri Aa tersayang."

Dimas tersenyum senang.

"Pulang, A, pulang. Eneng ngga kemana mana da, eneng mah nunggu Aa disini."

Dimas kemudian memeluk Ujang lama membenamkan wajahnya di leher sang pacar dan menghirup dalam-dalam aroma keringat dan tubuh sang pacar.

"Tungguin Aa yaa. Aa bakalan balik lagi da."

Dimas mengangguk masih dalam pelukan. Ujang mengusap usap kepala Dimas. Entah kenapa Ujang merasa ngga enak perasaan tapi ditepiskannya rasa itu. 


UJANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang