Setahun sudah berlalu sejak Dimas dan Ujang menjalin hubungan khusus. Pak Tri yang menjadi atasan Dimas masih terus ditugaskan untuk sering mengontrol project di luar pulau dan semakin berkembangnya perusahaan semakin banyak project project yang dipegang oleh Pak Tri. Dimas semakin hari semakin memantapkan dirinya sebagai tangan kanan atasannya. Beberapa manager senior telah mengundurkan diri karena sudah memasuki masa pension dan memilih untuk beristirahat atau mulai dengan mengerjakan bisnisnya sendiri.
Seperti hari ini ada acara perpisahan salah satu senior manager, satu-satunya yang belum mengundurkan diri dan pada akhirnya mengikuti jejak kolega-kolega kerjanya yang sudah mengundurkan diri terlebih dahulu. Dimas diminta menyampaikan kata sambutannya mewakili Pak Tri yang masih berada di luar pulau.
Sore menjelang waktunya pulang kantor, Dimas berkeliling mengunjungi meja kerja para juniornya menanyakan kabar dan kesulitan apa yang dihadapi. Hal ini yang membuat Dimas disayang oleh para juniornya, mereka tidak pernah sungkan berbicara apa adanya dengan Dimas karena dengan begitu mereka bisa mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik.
"Yoga, semua bahan sudah dikumpulkan dari kantor pusat? Sebentar lagi pasti jadwal audit tahunan pasti akan keluar dari kantor pusat. Baiknya kamu mulai komunikasi sama kantor pusat yaa," kata Dimas saat berada dimeja Yoga. Salah satu anak buahnya yang dia sayang karena pintar dan cepat menangkap apa yang diajarkan.
"Siap, Pak Dimas. Rencananya memang besok saya akan ke kantor pusat menyerahkan laporan bulanan yang kemarin kita bahas sambil saya mencari informasi mengenai seputaran audit tahunan."
Dimas mengangguk dan memberikan tanda jempol pada juniornya tersebut.
Setelah bertanya satu-satu pada juniornya, Dimas kemudian menuju mejanya. Sesampainya dimejanya sudah tersedia secangkir kopi panas. Dimas tersenyum. Ujang selama setahun ini tak pernah absen dan mengerti benar dengan kebiasaan Dimas yang selalu meminum kopi jelang kantor bubar.
Saat hendak ke toilet, Dimas berpapasan dengan Ujang yang baru saja keluar dari kamar kecil tersebut.
"Eh Kang Dimas, sudah diminum kopinya?," tanya Ujang sambil tertawa lebar.
"Belum, A, ini mau ke toilet dulu abis itu baru aku minum deh kopinya sambil meriksa kerjaan terakhir. Aa mau pulang duluan?," tanya Dimas ke Ujang dengan memakai panggilan kesayangannya.
"Hahahaha, meuni mesra neng teeehh. Aa ada perlu sebentar, Aa pulang duluan yaa, nanti ketemu di kos."
"Mau kemana, A?"
"Ketemu Pak Sudana. Katanya tadi dia ada yang mau disampein tapi ngga bisa lewat telepon. Ngga tau urusannya apa. Dia hari ini libur."
"Aduuhh .. Ada apa yaa?."
"Ngga usah panik gitu atuh, neng, biasanya mah Pak Sudana suka mau minjam duit kalo bilangnya gitu teeh. Buat modal tambahan beli beli barang di warung kopinya."
Dimas tertawa lega.
"Bantuin aja, A, kalo Pak Sudana butuh dana, kasih tau aja butuh berapa nanti kabari yaa."
Ujang mengangguk dan kemudian berlalu sambil menepuk pundak Dimas. Baru berapa langkah Ujang kemudian berbalik lagi dan memanggil Dimas.
"Neng."
Dimas menoleh, Ujang kemudian mendekat mencium kening Dimas dan kemudian pergi sambil tertawa tawa. Entah kenapa Dimas bukannya senang tapi mendadak hatinya risau.
Malam itu sampai dengan pukul 10 Ujang belum kembali. Dimas tampak mulai khawatir, bolak balik dilihatnya telpon tangannya. Tak ada sms masuk, tak ada panggilan tak terjawab, last seen di WA Ujang terlihat 4 jam yang lalu saat Ujang memberi kabar sudah sampai ditempat Sudana. Dimas tahu kebiasaan Ujang yang suka kesal dan marah kalau Dimas bolak balik mengecheck keberadaan Ujang. Ujang selalu mewanti-wanti bahwa hubungan yang sehat itu adalah atas dasar rasa saling percaya dan terbuka. Dimas tahu bahwa semenjak kejadian Wisnu, Ujang tak pernah lagi menyimpan rahasia apa pun dari Dimas.
KAMU SEDANG MEMBACA
UJANG
RomanceUntuk pertama kalinya Dimas merasakan hal yang membuat dia tidak mengerti harus merasa terhinakah? Atau memang jalannya?