chapter 4

328 63 6
                                    

Today I might live in a harsh world again
Even if I'm tired when I close my eyes, I only see your image
The dreams that are still ringing in my ears
Are leaving my side towards you

Hope is A Dream Doesn't Sleep – Kyuhyun SJ

Chanyeol mengantarkan Wendy pulang ke rumahnya dengan supir setelah Jongin memberitahukan kode pintu rumahya. Wendy masih menutup matanya ketika Chanyeol merebahkan tubuh Wendy di ranjangnya di lantai dua. Ia duduk di samping Wendy sambil mengusap lembut tangan Wendy dan perlahan mata Wendy terbuka.

"Kau sudah bangun?"

Wendy mengerjapkan matanya beberapa kali dan memandangi ruangan, "Aku di rumah?"

"Ne, aku membawamu pulang. Neon gwaenchana? Ada yang sakit?" Wendy mencoba duduk dan menggelengkan kepalanya, "Maafkan aku karena memberitahu keadaan Jongin. Seharusnya aku tidak membuatmu khawatir, aku lupa—"

"Tidak, kau mengambil keputusan yang tepat. Aku hanya—" Ia menunduk menatap jemari tangannya, ia berusaha menjernihkan suaranya yang mulai parau, "Adegan-adegan itu muncul dengan jelas di pikiranku. Terlalu jelas. Aku bisa melihat jelas setiap detail—"

"Sshhh," Chanyeol membawa Wendy dalam pelukannya, "Semua akan baik-baik saja sekarang, jangan khawatir. Aku selalu ada di sisimu, jangan takut. Tenang, oke?" Chanyeol membelai lembut rambut Wendy dan memberikan kecupan di puncak kepala Wendy, mencoba membuatnya nyaman.

"Wendy-ya!" Pintu kamar terbuka dan mereka mendapati Irene terlihat marah, " Apa yang sedang kau lakukan di sini, Yoda?" Irene menarik telinga Chanyeol, membuatnya mengaduh.

"Yak! Nuna, appo~" Chanyeol memegang pergelangan tangan Irene yang masih setia menarik telinganya.

Irene menyipitkan matanya, "Biarkan saja! Beraninya kau memeluk adikku di kamarnya, hm?" Irene menarik telinga Chanyeol keras hingga ia berdiri.

"Aakk, mianhae, Nuna, appo~"

Irene melepaskan tangannya dari telinga Chanyeol, "Jadi apa yang kalian lakukan di sini?" Irene duduk di sebelah Wendy.

"Ng—aku hanya mengantarnya pulang dan menemaninya hingga kau tiba, Nuna," Chanyeol menggigit bibir bawahnya dan melihat ke arah Wendy.

Irene menautkan alisnya, "Kau mengantarnya? Dimana Jongin? Aku tidak menemukannya di sini. Apa ia pergi ke minimarket? Atau—sesuatu terjadi padanya?" Mata Irene membesar menatap Wendy ketika ia memikirkan beberapa kemungkinan, ia menunggu jawaban.

Wendy menatap Chanyeol, meminta pertolongan dengan tatapannya.

"T-tidak Nuna, ia baik-baik saja. J-jongin, kau tahu, guru memintanya untuk belajar lebih giat. setelah selesai dari perpustakaan, ia datang ke rumahku dan ikut belajar dengan guru privatku di sana. Ia mengatakan padaku bahwa ia akan menginap beberapa hari," Chanyeol memutar matanya lalu menyeringai ketika menjelaskan pada Irene.

"Kenapa ia tidak mengatakan padaku?"

"Mungkin ponselnya mati," Chanyeol menaikkan bahunya, berpura-pura tidak tahu apa yang terjadi, "Aah, ini sudah sangat malam, aku harus pulang. Annyeong, Nuna, Wendy," Chanyeol melambaikan tangan dengan senyum cerahnya, berharap bisa membuat Wendy merasa lebih baik.

"Aah, baiklah. Gomawo, hati-hati, Yoda-ya!" Irene berteriak dan menatap Wendy setelahnya, "Dan ada apa denganmu? Apa kau sakit? Kau terlihat kurang sehat," Ia menempelkan telapak tangannya pada leher dan kening Wendy, "Kau demam. Apa kau sudah makan? Aku akan membuatkan makanan untukmu dulu," Irene menaruh tas selempangnya dan bersiap berdiri ketika Wendy memegangi tangannya.

"Anni, nan gwaenchana, Eonnie."

"Tidak, kau tidak baik-baik saja. Kau demam. Jadi—" Irene menjeda ucapannya sesaat, "Jadi berbaringlah, aku akan segera kembali," Irene melepaskan pegangan tangan Wendy dan pergi ke dapur. Wendy tahu Irene sangat mengkhawatirkannya dan berusaha mati-matian menahan tangis. Ia membaringkan tubuhnya dan menutup mata, tidak ingin membuat Irene semakin khawatir.

Irene kembali ke dalam kamar Wendy setelah 15 menit di dapur dengan membawa nampan berisi semangkuk bubur dan segelas air. Ia melihat Wendy yang sudah tertidur pulas. Ia membawa nampan tersebut kembali ke dapur dan kembali ke kamar dengan membawa mangkuk berisi air hangat dan handuk tebal.

Irene mengompres Wendy dan memperbaiki selimutnya, "Kau harus sehat. Dunia ini begitu kejam untuk kita tapi kita harus bertahan. Aku tahu kau lebih kuat dari yang aku pikirkan," Cairan hangat mengalir dari ujung matanya saat ia menggigit bibirnya, "Jangan membuatku khawatir, Wendy-ya. Aku hanya memilikimu dan Jongin. Aku tak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada kalian. Jangan lagi," Irene menutup wajah dengan kedua tangannya dan menangis dalam diam.

Sinar matahari masuk melalui celah jendela di kamar di pagi hari. Wendy baru saja bangun dan mendapati kakaknya tertidur di sisi ranjangnya. Irene duduk di lantai dengan kepala yang bersandar pada ranjang dan juga beberapa buku yang terbuka di sekelilingnya. Sebuah pulpen masih bertengger di sela jarinya dan ia masih mengenakan pakaian yang sama dengan semalam. Ia pasti lupa atau sengaja melewatkannya.

Wendy menatap Irene lebih dekat. Wajahnya nampak pucat dan lelah, lelah akan semuanya. Tapi, Irene selalu berusaha menyembunyikan darinya dan Jongin. Ia tahu bahwa kakaknya tidak ingin terlihat lemah di depan adik-adiknya. Ia harus terlihat lebih kuat dari siapapun di rumah ini. Ia menanggung beban sebagai kakak tertua pengganti orangtua di usianya yang masih muda. Wendy memahami kesulitan yang kakaknya hadapi sendiri.

Irene membuka mata dan mengerjapkannya beberapa kali ketika ia sadar bahwa Wendy sudah tidak ada di ranjangnya.

"Wendy? Kau dimana?" Irene mencari di toilet tapi nihil dan ia bergegas turun ke bawah dan menemukan Wendy sedang memasak sesuatu, "Wendy!"

"Aah, Eonnie? Kau sudah bangun? Aku membuat sup brokoli, favoritmu—" Tiba-tiba Irene memeluk adiknya kuat-kuat, membuat Wendy sulit bernapas tapi ia tetap membalas pelukan Irene, "Eonnie? Ada apa?"

Irene menggelengkan kepalanya tanpa melepaskan pelukannya, "Aku pikir—"

"Sshhh, gwaenchana, Eonnie," Wendy mengangkat kepalanya dan menatap Irene sambil tersenyum walau Irene menangis.

Irene menangkupkan wajah Wendy dengan lembut, "Kau baik-baik saja? Kenapa kau di sini? Kau itu sedang sakit," Ia menempelkan telapak tangannya di dahi Wendy untuk mengecek suhu tubuhnya.

"Aku baik-baik saja, Eonnie," Wendy tersenyum, "Maafkan aku karena sudah membuatmu khawatir semalam. Tapi, sekarang aku sudah lebih baik. Lihat, aku sudah bisa membuatkan sup untukmu!" Ia terkekeh.

"Aish pabo. Jangan membuatku khawatir," Air matanya kembali menetes namun ia tersenyum.

Wendy memeluk kakaknya dan mengusap lembut punggungnya, "Aku tidak akan membuatmu khawatir lagi, Eonnie. Aku bersumpah. Kita akan hidup bahagia, aku pastikan itu," Wendy membuat janji pada kakaknya, terutama pada dirinya sendiri.

***

Kali ini 애리 yang buat a/n. Maaf yaa update HEAL-nya telat dari jadwal seharusnya. Mungkin yang ikutin bom di Instagram tau kalo seminggu belakangan 애리 masuk Rumah Sakit, dan kebetulan banget 해라 eoni sibuk banget sama kegiatannya. Dan kita baru bisa bebas pegang hape dan update hari ini.

Oh ya jujur keberadaan kalian di sini, setia baca cerita ini dan cerita bom lain jadi kekuatan tambahan di masa sulit kami jadi chingudeul for always stay, gomawoyo ❤️ (si 애리 keluar RS jd sedikit melow dan alay, maklumin aja ya guyseu) 😂

Enjoy the story~
Xoxo,

HEAL | baekrene - hunrene'storyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang