Aku datang, akhirnya.
Aku duduk menghadapnya dengan perasaan yang bergemuruh di dalam dada. Rasanya seperti ada yang ingin terjun bebas dari dalam dadaku untuk sekedar mengambil sejumput udara agar tidak sesesak ini.
Tangan yang sedikit gemetaran sengaja kukepal sembari meremas lipatan rok berenda selututku, Kedua manik mataku terpusat ke sana. Benar-benar tak punya cukup keberanian untuk menatapnya langsung. Berkali-kali aku menelan ludah paksa, membasahi kerongkonganku yang kering dengan nafas yang tercekat.
Dia yang di hadapanku belum memecah kesunyian dan aku sendiri masih sibuk mengumpulkan nyali untuk memecahkannya. Hanya suara debur ombak yang menjilat bibir pantai berpasir putih halus yang masih setia mendominasi pendengaran kami...
Gerakan jemari Irene terhenti di atas keyboard laptop. Ia mencari pilihan kata yang tepat untuk melanjutkan karangan barunya yang sudah satu minggu ini ia kerjakan. Hampir setiap hari di sela-sela waktu pergantian mata kuliah, Irene bertandang ke ruang klub sastra dan menulis di sana. Sesekali ia bertemu dengan anggota lain yang juga mengerjakan tulisannya atau sekedar untuk berisitirahat. Ruang klub sastra adalah salah satu ruang ternyaman dibanding ruang klub lainnya.
Setiap hari Rabu pukul 16.00 sore Irene dan anggota lainnya akan berkumpul untuk mendapatkan arahan dari tutor klub mereka, yang salah satunya adalah Baekhyun. Mereka akan menulis, menambah kosa-kata, hingga belajar mengendalikan perasaan yang akan dituangkan dalam tulisan.
Irene baru akan menarikan lagi jemarinya saat suara pintu terbuka terdengar. Ia menolehkan kepala dan langsung bangkit berdiri.
"A-annyeonghaseyo, Baekhyun Sunbaenim," Irene membungkukkan tubuhnya sebentar lalu melancarkan jemarinya untuk segera merapihkan peralatan yang berserakan di atas meja.
"Oh, annyeong, Irene. Kau mau kemana buru-buru seperti itu? Bukankah kelasmu sudah selesai hari ini?" Baekhyun melewati Irene dan memilih duduk di seberang mejanya, "Jika kau ingin pergi karena kehadiranku, tetaplah di sini. Aku yang akan pergi," Baekhyun bangkit lagi dari duduknya yang baru terhitung beberapa detik.
Irene menggeleng cepat, "A-ah, t-tidak, jangan."
"Kalau begitu duduklah, aku tidak akan mengganggumu," Baekhyun kembali dalam posisi duduknya dan tersenyum, "Dan kau tidak akan menggangguku."
"Ah, n-ne," Irene kembali mendaratkan bokongnya, namun kali ini dengan kikuk. Ia membuka lagi laptopnya dan mulai berusaha berkonsentrasi pada tulisan yang terpampang di layar.
...Aku mencuri-curi pandang melihatnya dan berkali-kali menundukkan kembali kepalaku saat menemukan wajahnya masih belum mengisyaratkan apa-apa...
Sepuluh menit sudah berlalu, namun Irene hanya berhasil menuliskan dua baris kalimat yang ia rasa menjadi curahan hatinya secara tidak langsung. Ia memang benar-benar sedang mencuri pandang pada sosok tutornya yang tengah fokus dengan laptop di depannya. Jemari Baekhyun tidak henti melompat-lompat indah di atas tuts keyboard, sementara dirinya masih terpaku. Ia tidak bisa berpikir dengan baik.
Sebenarnya, bukan hanya Irene yang melakukan curi pandang, Irene merasa saat ia memfokuskan mata pada layar, Baekhyun bergantian memandanginya. Ia tidak nyaman diperhatikan walau ia memperhatikan Baekhyun juga. Ia tidak bisa menetap lebih lama lagi. Irene pun membereskan laptop serta alat tulisnya ke dalam tas.
"Kau sudah selesai?"
"I-iya, Sunbaenim."
Baekhyun mengukir senyumnya gemas melihat Irene yang masih saja terlihat kikuk, "Jangan terlalu memaksakan diri, sebuah tulisan tidak akan bisa mengalir dengan baik jika kau memforsirnya. Hmm, aku punya satu tempat yang selalu membuatku bisa berkonsentrasi penuh dan membuatku bisa memiliki ide baru dalam sekejap."
KAMU SEDANG MEMBACA
HEAL | baekrene - hunrene'story
FanficHighest rank: #4 in baekrene "Dunia begitu kejam, rasanya sesak. Entah sampai kapan aku bisa bertahan - Irene" *** "Cerita ini belum selesai, itulah mengapa aku memberi tanda koma di sana. Entah nanti titiknya berakhir bahagia atau sebaliknya, aku t...