Baekhyun beranjak ke cafetaria sekitar pukul 12.40 sembari mengantungi ponselnya setelah menghubungi seseorang. Kafe terlihat ramai setiap jam terlebih lagi saat waktu makan siang seperti saat ini. Meja kayu berjajar lima baris sepanjang sepuluh meter dengan kedai-kedai kecil di kedua sisi kafe utama menyediakan beberapa dessert yang selalu ada sepanjang hari.
Mata Baekhyun mengelilingi kafe yang penuh dengan orang-orang kelaparan atau sekedar pertemuan singkat seperti yang akan ia lakukan dengan Byun Sajangnim. Ia melihat seorang pria dengan setelan navy di balik mantelnya yang selembut sutera.
"Annyeonghaseyo. Maaf, aku terlambat, Sajangnim," Baekhyun membungkukan tubuhnya sesaat dan menunggu respon pria di depannya.
Byun Sajangnim mengusap mulutnya pelan dengan selembar tissue dan menghela nafas, "Duduk," Sesaat kemudian, ia memanggil seseorang dengan setelan hitam yang berdiri tak jauh darinya, bodyguard. Ia membisikkan sesuatu pada laki-laki muda tersebut kemudian membuat gestur agar ia pergi ketika Baekhyun duduk di hadapan Byun Sajangnim, "Kau sudah makan?"
"Belum, Sajangnim."
Byun Sajangnim mengangkat sebelah tangannya untuk memanggil seorang pelayan, "Satu lagi seperti pesananku sebelumnya," Si pelayan mengangguk dan pergi setelahnya. Ia melihat-lihat sekelilingnya dan tersenyum, "Semuanya terlihat berjalan dengan baik. Sudah lama aku tidak mengunjungi kampus karena kesibukanku mengurus bisnis yang lain."
Baekhyun tidak mengangkat kepalanya, ia hanya menatap ponselnya, "Ne, Sajangnim."
"Harus berapa kali aku mengatakan padamu untuk memanggilku Aboeji? Aah, dan angkat kepalamu, aku tidak suka melihatmu seperti ini. Kupikir kau akan berubah setelah beberapa tahun tinggal di London, ternyata tidak. Kau masih seperti sebelumnya," Byun Sajangnim menyesap minumnya sebentar.
Baekhyun menarik nafas perlahan dan mencoba mengangkat kepala, menatapnya, "Aku minta maaf, Aboeji."
"Jadi, bagaimana hidupmu sekarang?" Byun Sajangnim membetulkan letak kacamata dan menyilangkan kedua tangannya di dada ketika pesanan datang kemudian ditempatkan di depan Baekhyun.
"Sejauh ini baik. Aku masih harus banyak belajar untuk menjadi dosen yang baik di sini. Tapi, aku menikmati seluruh prosesnya," Baekhyun merasa sedikit lebih rileks sekarang, kali ini ia menyesap minumnya.
Byun Sajangnim mengangguk, "Mengapa kau masih tidak ingin memegang salah satu perusahaanku? Oh, atau kau bisa memegang universitas ini sebagai milikmu, bagaimana? Kau bisa mengatur manajemen dan mengembangkannya menjadi lebih baik dari sekarang. Aku percaya kau bisa melakukannya, Nak."
Baekhyun menggelengkan kepalanya pelan, "Terima kasih sebelumnya, tapi aku harus menolaknya, Aboeji. Aku hanya ingin hidup seperti ini."
"Hidup seperti ini maksudmu hidup seperti orang normal," Byun Sajangnim kali ini mengangguk, "Ah ya, kapan kau akan pulang ke rumah?"
"Aku tidak—"
"Oh, ayolah. Kau tidak pernah tinggal bersamaku sejak kepulanganmu dari London, tidakkah kau merasa kesepian di rumahmu?" Byun Sajangnim mendekatkan diri pada Baekhyun dan menyatukan kedua belah telapak tangannya di depan wajah.
Baekhyun tersenyum, "Aku hanya tidak ingin bergantung padamu, Aboeji. Aku sangat bersyukur kau menyekolahkanku di London dan merawatku hingga saat ini."
Byun Sajangnim menghela nafasnya, "Baiklah, tapi aku masih menunggumu pulang, Nak," Ia mengusap lengan Baekhyun lembut dan Baekhyun membalasnya dengan seulas senyuman.
Baekhyun tidak bisa menikmati makanannya dengan nyaman karena Byun Sajangnim menatapnya intens. Ia memilih melihat ke arah lain hingga pandangannya menangkap Irene di luar kafe yang sedang membawa beberapa buku di tangannya. Baekhyun bisa melihat dengan jelas karena dinding kaca di belakang Byun Sajangnim sangat transparan. Tanpa sadar, matanya mengikuti arah Irene menuju gedung utama, membuat Byun Sajangnim menolehkan kepalanya dan melihat apa yang menarik perhatian Baekhyun.
"Siapa dia? Kau mengenalnya?" Baekhyun tersadar dari fokusnya pada Irene dan menatap Byun Sajangnim kembali, "Dia terlihat sedikit kuno, tapi ya aku akui dia memang cantik," Seketika Baekhyun tersenyum mendengarnya, "Kau menyukainya?"
Baekhyun mendadak tersedak, ia meraih gelas dan meminumnya cepat, "A-annimnida, aku tidak menyukainya."
Byun Sajangnim mengangguk kembali, "Bagus, karena kau akan menikah dengan anakku nanti."
"Apa?!" Mata Baekhyun melebar seketika dengan jantung yang berdebar tak karuan, "A-apa yang kau katakan, Aboeji?"
"Ya, kau akan menikah dengan anakku. Tapi, kau tak perlu khawatir, dia harus menyelesaikan studinya terlebih dahulu sebelum menikah denganmu. Dan aku sudah menyiapkan pertunangan kalian yang akan diadakan setelah dia kembali dari London," Seulas senyum terukir di bibir Byun Sajangnim.
Baekhyun tidak bisa berpikir apa-apa lagi. Kepalanya mendadak pusing setelah mendengar apa yang dikatakan Byun Sajangnim. Bagaimana bisa ia menyetujuinya? Namun sial, ia tidak bisa mengatakan apapun di hadapan Byun Sajangnim.
"Kurasa kelasku akan segera dimulai," Baekhyun bangkit dari kursinya dan membungkuk sopan dengan kaki yang sedikit gemetar, "Annyeonghaseyo, Aboeji," Ia berjalan terburu-buru dengan pikiran yang kalut, meninggalkan Byun Sajangnim yang kini sudah mengambil ponsel dan meletakkan di telinganya.
"Aku punya pekerjaan untukmu," Byun Sajangnim memperlihatkan smirk-nya sembari melihat punggung Baekhyun yang menjauh dari pandangannya.
***
Eh? Gimana gimana? Abeoji? Baekhyun mau dijodohin? Duh bakal setuju ga ya Baekhyun soal perjodohannya itu? Trus Irene gimana? Oops!
Xoxo,
해라 & 애리
KAMU SEDANG MEMBACA
HEAL | baekrene - hunrene'story
FanfictionHighest rank: #4 in baekrene "Dunia begitu kejam, rasanya sesak. Entah sampai kapan aku bisa bertahan - Irene" *** "Cerita ini belum selesai, itulah mengapa aku memberi tanda koma di sana. Entah nanti titiknya berakhir bahagia atau sebaliknya, aku t...