chapter 7

297 54 17
                                    

Wendy baru saja tiba di rumah. Ia melepas sepatu dan mantelnya sembari matanya menangkap seseorang, "Kau sudah pulang, Jongin-ah?" Ia mendekati Jongin dan menyentil kepalanya, "Kenapa kau tidak memberi tahuku sebelumnya? Aku bisa membawakanmu sesuatu untuk kau makan jika kau memberi tahu bahwa kau pulang lebih cepat."

"Yak! Aku berubah pikiran ketika aku diam di rumah Chanyeol. Aku merindukan Irene Nuna," Jongin memanyunkan bibirnya dan matanya mengikuti langkah Wendy menuju dapur.

"Jadi, kau pulang karena merindukan Unnie? Apa kau tidak merindukanku sedikitpun?" Wendy memutar bola matanya sebal dan meminum airnya.

Jongin menyipitkan matanya, "Untuk apa aku merindukanmu? Kita bertemu setiap hari di sekolah, jika kau lupa."

"Kau itu adik macam apa, terlalu jujur. Baiklah, aku akan pergi mandi dan mengganti pakaian sebelum Unnie pulang," Wendy mulai melangkahkan kaki ke lantai atas dan berteriak, "Kecilkan volume televisinya atau matikan sebelum aku menendang bokongmu sampai ke Pluto, Kim Jongin."

Jongin merasa sebal karena protes dari kakaknya tapi ia tetap menjalankan permintaannya. Wendy tidak pernah bercanda jika itu tentang menendang, memukul, atau meninjunya. Kakak yang liar. Berbeda dengan kakaknya yang lain, Irene. Irene akan meminta dengan suara yang lembut, ia tidak pernah menggunakan nada tinggi pada Jongin. Dan ya, Irene sangat mudah terjatuh pada pesona aegyo Jongin.

Wendy menggunakan sweter longgar dan celana pendek ketika ia turun setelah 30 menit di atas dan duduk di samping Jongin yang masih setia menonton televisi, "Apa kau sudah mengerjakan tugas sekolahmu?" Wendy mengambil beberapa makanan ringan dari mangkuk besar yang Jongin pegang.

Jongin mengangguk dan sedetik kemudian memutar badannya, menghadap Wendy, "Nuna."

"Hm?" Wendy tidak melepaskan pandangannya dari televisi dan mengunyah makanan ringannya.

"Nuna, lihat aku!"

"Mwo?" Wendymenaikkan kedua alisnya sambil menatap Jongin yang memberengut sedih, "Wae? Apa kakimu sakit lagi?" Ia segera mengecek kaki kanan dan kiri Jongin.

Jongin meraih tangan Wendy dan menggenggamnya, "Tidak, Nuna."

"Jadi? Kenapa kau terlihat sangat serius? Kau membuatku takut, kau tahu?"

Jongin membulatkan matanya, "Irene Nuna memiliki kekasih," Dan ia cemberut lagi.

"Apa?! Jangan bercanda, Jongin," Mata Wendy terlihat membesar dan ia melepaskan tangannya dari genggaman Jongin.

Mata Jongin menyipit dan menyilangkan tangannya di dada, "Jangan berpura-pura menjadi satu-satunya yang tidak tahu ini semua. Kau sudah mengetahui dan menyembunyikan dariku, kan?"

"Yak!" Wendy memukul kepala Jongin kesal, "Aku tidak mengetahuinya juga! Bagaimana kau mengetahuinya?"

"Aku menghubunginya ketika aku tiba di rumah dan aku mendengar suara seorang pria," Bahu Jongin melemas dan ia menunduk menatap lantai.

Wendy memperhatikan sesuatu, adiknya sedang cemburu. Ia merangkul bahu Jongin dan menepuknya lembut, "Hm, mungkin itu hanya pria yang lewat di hadapannya?"

"Tidak, dia tidak hanya lewat. Ia menyebut nama Nuna. Irene, apa yang ingin kau makan? Kau pikir pertanyaan itu datang dari pria yang hanya lewat di depan Nuna?" Jongin berusaha meniru suara pria yang ia dengar di telepon.

Wendy terdiam, ia berpikir keras, "Apalagi yang kau dengar?"

Jongin menyandarkan kepalanya di bahu Wendy dan memeluk pinggangnya, "Irene Nuna memanggilnya Oppa," Saat ini sudut bibir Jongin sudah menurun juga, "Ia tidak akan memperhatikanku lagi sekarang. Ia akan lebih perhatian pada kekasihnya. Ia bukan milikku lagi," Jongin menangis.

HEAL | baekrene - hunrene'storyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang