09; penyakit nyctophobia?

1.8K 236 77
                                    


Gue turun satu persatu rumah tangga dengan cepat, lalu menatap Ayah, Ibu, dan Kak Jaemin secara bertukeran. "Udah siap, dek? Ayok otw sekarang, keburu macet nih!" ucap Ayah gue dan mengambil kunci mobil di atas meja.

Gue menghela napas pelan. Merasa sangat bersalah karena tidak bisa ikut dinner bareng keluarga malam ini. "Nable nggak bisa ikut dinner malam ini, Yah. Ada masalah penting, aku harus pergi sekarang juga. Maaf," ujar gue sambil menundukkan kepala gue.

Bisa gue rasain, mereka sangat kecewa. Karena kapan lagi kami sekeluarga dinner bareng? Ayah sibuk kerja sebagai sutradara. Ibu sibuk menemani Ayah. Kak Jaemin sibuk kuliah sekarang. Kami sekeluarga dinner bareng setahun ini, bisa dihitung pakai jari tangan. Jadi wajar aja, mereka sangat kecewa.

"Ya udah deh kalau anak Ayah nggak bisa hari ini," ujar Ayah gue sambil menghela napasnya pelan. "Minggu depan, Ayah masih ada waktu kosong sebelum ke New York bareng Ibumu. Jadi dinnernya diganti minggu depan aja, ya?" tanya Ayah gue sambil mengelus rambut gue lembut.

"Makasi ya, Yah," ujar gue sambil senyum. "Apasih yang nggak buat anak Ayah?" Ayah menatap kak Jaemin sebentar. "Kak, anterin adekmu gih. Malam gini bahaya." lanjut Ayah dan kak Jaemin ngangguk kepalanya sebagai tanda setuju.

Kak Jaemin mengambil kunci motor di kamarnya, lalu turun ke lantai satu. Kak Jaemin menatap gue datar lalu membuka suara. "Ayok... keburu telat."

Mungkin kak Jaemin lagi bad mood?

×××

Gue memasuki password apartemen Baekhyun dengan cepat. 040812. Setelah itu, gue membuka pintu apartemen Baekhyun dengan perlahan.

Gelap. Apartemen Baekhyun gelap banget.

"Baekhyun?!" teriak gue. Tapi nggak ada yang nyaut.

"BAEKHYUN, LO DI MANA?!" teriak gue lebih keras. "Gue d-di kamar!" teriak Baekhyun dari kamarnya. Tapi bisa gue denger, nada bicaranya gemetar.

Gue meraba ponsel yang terletak di saku celana. Lalu menyala flashlight di ponsel gue. Setelah itu, gue menuju ke kamar Baekhyun.

Brak!

"Anjir! Gelap banget, sapi!" gue mendecak sebel. "Woi, Baekhyun lu di mana?" tanya gue kesel.

"D-di kasur," ujar Baekhyun terbata-bata.

Gue menuju ke arah kasur Baekhyun, lalu duduk di sebelahnya. "Kena-- WOI ANJIR KENAPA LU? JANGAN NANGIS, NYET!" teriak gue kaget. Gue kaget karena tiba-tiba Baekhyun memeluk gue erat sambil nangis sesegukan.

"M-makasi u-udah d-dateng, Na," ujar Baekhyun tapi masih sesegukan. Melihat itu, gue hanya bisa memeluk Baekhyun balik. "Ada gue kok, Baek. Nggak usah takut lagi. Hm?" ujar gue lembut. Baekhyun mendusel wajahnya ke ceruk leher gue. Biar pelukan kami semakin erat.

"Baek? Kok cuma apartemen lu doang yang mati lampu, sih? Perasaan gue, di luar enggak deh," tanya gue bingung. Ya gimana nggak bingung, coba? Di luar apartemen terang banget. Di dalam? Gelap banget.

"Lu tau? Gedung apartemen ini milik Ayah gue. Kemarin saat gue tanding futsal di sekolah lain, gue kalah. Skorsnya 5:4. Ayah bilang, bakal kasih gue hukuman," Baekhyun ketawa sinis. "Mungkin hukumannya ini. Ayah kan tau, gue punya penyakit nyctophobia, takut gelap..."

Satu kata, speechless.

Cerita Baekhyun sukses membuat gue speechless banget. Gue nggak nyangka karena Baekhyun kalah lomba doang, bisa diberi hukuman begini parah oleh Ayahnya. Gue kira dunia ini, semua Ayah tuh sama kayak Ayah gue sendiri. Bijak, baik hati, dan tegas di saat gue berbuat salah. Ternyata dugaan gue salah. Dan gue seharusnya merasa bersyukur, karena Ayah tidak memperlakuin gue seperti itu.

[2] 𝑺𝒂𝒌𝒊𝒕 𝑩𝒆𝒈𝒐Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang